Konon, ada cara mudah untuk menilai perilaku seseorang, apakah dia baik atau tidak.
Ada cara mudah untuk mengukur apakah seseorang itu toleran, apakah bisa menghormati dan menghargai hak orang lain, atau bahkan apakah dia punya kecerdasan emosional yang bagus atau tidak semisal bisa mengendalikan emosi atau bersumbu pendek alias mudah marah. Cara mudah itu adalah dengan melihat tulisan-tulisannya.Ya, cukuplah dengan melihat dan membaca sebuah tulisan yang pernah dibuatnya, maka akan bisa terlihat wataknya. Merujuk pada 'kesaktian" cara ini, ia bak sebuah mantra sakti. Tentunya bukan hanya lewat tulisan artikel, tetapi lebih kepada tulisan status yang bertaburan di akun media sosialnya. Atau bahkan juga tulisannya di laman komentar media sosial kala mengomentari tentang sesuatu hal.
Kok bisa?
Sebab, sebuah tulisan diyakini merupakan cerminan karakter seseorang. Kalau kata orang di luar negeri sana, "you are what you write". Ya, sampean (Anda) adalah apa yang sampean tulis. Kita adalah cerminan dari tulisan kita. Semakin sering Anda menuliskan tulisan sejuk, berarti sampean memang orang yang sejuk. Dan itu berlaku sebaliknya. Benarkah?
Saya termasuk yang kurang setuju bila kebenaran asumsi "you are what you write" ini diyakini secara mutlak. Meski memang, makna "mantra" tersebut ada benarnya.
Setahu saya, ada beberapa orang yang dari tulisan-tulisannya di media sosial, menggambarkan pribadinya. Semisal di media sosial dia tukang marah, doyan mengeluh karena apa saja dikeluhkan dan dibuat tulisan status, atau juga kata-katanya kasar, ternyata di kehidupan nyata ternyata seperti itu. Ada juga yang di media sosial orangnya bijak, santun, sering menuliskan petuah dan wejangan, kenyataannya memang begitu orangnya.
Namun, tidak bisa 'digebyah uyah' alias digeneralisir bahwa pribadi semua orang bisa dilihat dari tulisannya. Sebab, ada lho mereka yang suka menulis kalimat santun ternyata masih sulit bersikap santun. Ada juga lho yang pandai mengkritik orang lain, ternyata bahkan tidak lebih baik dari mereka yang dikritiknya. Lha wong dia belum melakukan apa-apa dan hanya hobi mengkritik.
Karena memang, dalam banyak aspek, menulis itu lebih mudah daripada berbuat. Meski lebih mudah lagi bicara daripada berbuat. Apalagi di media sosial, orang cukup menyalin pesan broadcast, lantas diedit sedikit, disebar, bagi yang tidak tahu, itu akan dianggap sebagai "karya" nya orang tersebut. Â
Apalagi, sekarang ini, sedikit saja orang yang mau bercermin melihat dirinya dulu dulu sebelum berpikiran dijadikan contoh oleh orang lain. Korelasinya dengan menulis, sedikit saja orang yang sebelum mengajak orang lain lewat tulisan, dia terlebih dulu melakukan pesan dalam tulisannya tersebut.
Bagi saya, untuk mengetahui gambaran perilaku seseorang apakah bisa menghormati orang lain atau tidak, tidak melulu melalui tulisan. Namun, bisa dilihat di dua tempat.
Pertama, di tempat-tempat pelayanan publik. Dan kedua, di jalan raya. Di dua tempat inilah, parameter perilaku seseorang tidak lagi dilihat melalui tulisan, titel pendidikan ataupun status sosialnya. Tetapi benar-benar terlihat dalam perbuatan.