Tidak sekadar berpartisipasi, dari 4 turnamen tersebut, pemain-pemain Indonesia berhasil meraih 5 gelar. Satu gelar di All England lewat ganda putra Marcus Gideon/Kevin Sanjaya, dua gelar di Indonesia Open lewat Marcus/Kevin dan ganda campuran Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir. Serta, dua gelar di Thailand Open lewat ganda putri Greysia Polii/Apriani Rahayu dan ganda campuran Hafiz Faizal/Gloria Emanuelle Widjaja.
Dan namanya proses, yang terpenting sejatinya bukan hanya raihan gelar juara. Tetapi juga kesempatan bagi pemain-pemain Indonesia bisa mengasah kemampuan dengan menghadapi pemain-pemain top dunia, terutama yang berasal dari Asia. Di ranah ini, beberapa kali pemain Indonesia membuat gebrakan dashyat.
Contohnya di Indonesia Open 2018, ganda putra Indonesia, Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto berhasil mengalahkan ganda juara dunia 2017 asal Tiongkok, Liu Cheng/Zhang Nan di perempat final. Lalu di Thailand Open, ganda putri Greysia Polii/Apriani Rahayu berhasil mengalahkan ganda Jepang peraih medali emas Olimpiade 2016, Misaki Matsutomo/Ayaka Takahashi di final. Kemenangan ini jelas menjadi bekal berharga untuk tampil di Asian Games 2018.
Pun, selama "proses tanam" tersebut, tidak semuanya berjalan lancar. Terkadang hal-hal yang tidak diharapkan mendadak muncul. Contohnya di Malaysia Open 2018 yang digelar akhir Juni lalu, meski hampir semua pemain-peman top Indonesia tampil, tetapi tidak satupun yang berhasil meraih gelar. Bahkan, Marcus/Kevin yang menjadi unggulan 1 ganda putra, di luar dugaan kalah dari ganda pelapis Tiongkok He Jiting/Tan Qiang.
Kekalahan itu sempat memunculkan kekhawatiran kalau Marcus/Kevin mulai menurun penampilannya. Tentunya hal itu tidak diharapkan ketika Asian Games tinggal menghitung hari. Namun, sepekan kemudian, ganda putra rangking 1 dunia ini berhasil move on dengan menjadi juara di Indonesia Open 2018. Gelar itu jadi bukti bahwa kekalahan di Malaysia Open sejatinya sekadar "tersandung kerikil" bagi pasangan yang oleh fans-nya dijuluki Duo Minions ini.
Masalah juga sempat dialami ganda putri Indonesia yang selalu kalah ketika bertemu ganda putri Jepang yang memang tengah mendominasi sektor ini. Contohnya pasangan Della Destiara/Rizki Amelia yang beberapa kali mampu menang atas ganda Tiongkok ranking 1 dunia, Chen Qingchen/Jia Yifan, justru tidak berkutik ketika bertemu ganda Jepang. Hal itu terjadi di Malaysia Open 2018, mereka tampil bagus hingga lolos ke semifinal, tetapi terhenti oleh Matsutomo/Takahashi. Lalu di Indonesia Open 2018, Della/Rizki dan juga Greysia/Apriyani dihentikan ganda Jepang Yuki Fukushima/Sayaka Hirota yang kini menempati rangking 2 dunia.
Baru di Thailand Open, Greysia/Apriani yang dalam lima kali pertemuan sebelumnya selalu kalah dari Matsutomo/Takahashi, akhirnya bisa menang. Menangnya pun di final. Greysia/Apriyani rupanya sudah menemukan "jurus jitu" untuk mengalahkan ganda putri Jepang. Ditemukannya jurus jitu itu tentunya karena berproses mengevaluasi penampilan dan kekalahan sebelumnya. Dan, tentunya itu akan sangat berguna di Asian Games mendatang. Sebab, ganda putri Jepang akan menjadi lawan terberat di sektor ganda putri.
Semoga dengan Asian Games 2018 yang tinggal menghitung hari, semua "proses tanam" yang telah dijalani atlet-atlet bulutangkis Indonesia, berjalan sesuai harapan. Tinggal bagaimana pemerintah dan PBSI memberikan "pupuk" yang benar sehingga bisa tumbuh subur semisal melalui rangsangan bonus. Dan pada akhirnya, di gelaran Asian Games 2018 nanti, pebulutangkis-pebulutangkis Indonesia bisa memanen medali emas di rumahnya sendiri seperti tahun 1962 silam.
Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H