"Di dunia ini manusia bukan berduyun-duyun lahir dan berduyun-duyun pula kembali pulang. Seorang-seorang mereka datang. Seorang-seorang mereka pergi. Dan yang belum pergi dengan cemas-cemas menunggu saat nyawanya terbang entah ke mana".
Sulit menggambarkan dengan kata betapa saya menyukai kutipan ini. Kutipan dari salah satu karya abadi Pramoedya Ananta Toer yang paling berkesan bagi saya. Berkesan karena sekira sepuluh tahun silam, kisah roman "Bukan Pasar Malam" ini menemani saya 'menghitung jam' di bandara dengan perasaan campur aduk.Â
Saya lantas merasakan betapa waktu tempuh penerbangan Jakarta-Surabaya berasa seperti Jakarta-Amsterdam. Delay hampir seharian karena hujan deras, angin kencang yang membuat landasan pacu bandara tergenang air.
Dan memang, kutipan itu bukan sekadar paduan kata yang indah. Ia bukan pula sebatas metafora tanpa makna. Lebih dari itu, ia bisa menjadi cerminan dan refleksi, bahwa kita juga tengah menjadi lakon seperti yang dimaksud dalam kutipan itu. Termasuk juga segala drama di lapangan yang terjadi Rusia sana.
Saya mendadak teringat kutipan ini begitu Piala Dunia 2018 telah menyelesaikan babak penyisihan grup, Jumat (29/6/2018) dini hari tadi. Tiga pekan lalu, tim-tim itu tidak datang berbarengan. Seorang (tim) demi seorang datang ke Rusia, menuju ke Moskow, Rostov, Saransk, Kazan, Kaliningard, Volgograd dan beberapa kota lainnya. Â Piala Dunia bak sebuah pasar malam.
Lantas, satu demi satu tim harus pulang. Bukan hanya tim yang sejak awal diprediksi akan pulang cepat, tetapi juga tim yang menjadi kandidat juara. Dan, tim yang masih belum pergi karena memastikan lolos ke babak 16 besar, pada dasarnya juga menunggu giliran pulang, seperti halnya suasana di pasar malam. Â
Filosofi "Bukan Pasar Malam" itu selaras dengan ucapan mantan penyerang Timnas Inggris di Piala Dunia 1986 dan 1990, Gary Lineker yang lantas menjadi salah satu kutipan terkenal di sepak bola.
"Football is the glorious example of the ups and down of life".
Begitu kata Lineker menyebut sepak bola. Bahwa sepak bola itu contoh paling nyata betapa kehidupan kadang berada di atas dan sebentar saja ia sudah di bawah. Dan, bila melihat serangkaian drama yang terjadi di lapangan di Rusia selama babak penyisihan grup, benar-lah apa yang dikatakan Lineker itu.
Tengok apa yang terjadi pada Lionel Messi dan Argentina yang awalnya merana dan berada di bibir jurang kegagalan, lantas bersuka ria merayakan kelolosan ke babak 16 besar. Lihat pula apa yang dialami Jerman yang sebelum turnamen dieluk-elukkan sebagai favorit juara, tetapi yang terjadi kemudian...
Eropa Mendominasi, Pertanda Tradisi Tim Eropa Juara di Eropa Bakal Berlanjut ? Â