Setelah menunggu 11 tahun, Liverpool akhirnya kembali tampil di final Liga Champions. Liverpool menjadi penantang Real Madrid di final Liga Champions 2017/18 yang akan digelar di Kota Kyiv, Ukraina pada 26 Mei mendatang usai menang agergat 7-6 atas AS Roma di semifinal yang berakhir, Kamis (3/5/2018) dini hari tadi.
Namun, bila tidak ingin bernasib seperti di final terakhir mereka di Liga Champions saat kalah 1-2 dari AC Milan di tahun 2007, Liverpool wajib berbenah. Betapa tidak, Liverpool lolos ke final Liga Champions edisi 2018 dengan membawa bertumpuk masalah. Beberapa masalah itu terekspos jelas saat Liverpool kalah 2-4 di markas AS Roma, leg kedua semifinal dini hari tadi. Â
Rabu (2/5/2018) pagi kemarin, ketika Real Madrid lolos ke final usai bermain 2-2 dengan Bayern Munchen dan menang agregat 4-3, saya membayangkan Real Madrid akan mendapat masalah besar seandainya bertemu Liverpool di laga puncak. Betapa tidak, Madrid tampil biasa saja dan terus diteror Bayern Munchen lewat umpan-umpan crossing David Alaba dan Joshua Kimmich.Â
Madrid beruntung karena dua nama. Kiper mereka, Keylor Navas bermain oke. Dan, striker Bayern, Robert Lewandowski, tengah off day. Andai Madrid tampil seperti itu di final kala melawan Liverpool--rujukannya adalah penampilan ganas Liverpool seperti ketika membantai Roma 5-2 di semifinal pertama--tidak akan sulit bagi Mohamed Salah, Roberto Firmino dan Sadio Mane mengacak-acak pertahanan Madrid.
Namun, yang terjadi dini hari tadi, Liverpool ternyata juga mempertontonkan masalah besar di tim mereka. Utamanya perihal lemahnya komunikasi di lini pertahanan, pressing kendor, serta  transisi dari bertahan ke menyerang. Dan, masalah paling nyata adalah tiadanya seorang gelandang "pengangkut air" jempolan yang bisa melindungi pertahanan mereka.
Memang, ada sang kapten Jordan Henderson. Namun, gelandang Timnas Inggris ini tidak memperlihatkan dirinya sosok yang piawai menyaring serangan lawan sebelum masuk ke pertahanan. Hendo butuh kerja keras bila ingin berduel dengan trio lini tengah Madrid, Casemiro, Luka Modric dan Toni Kroos di final nanti.
Sempat unggul, Liverpool memperlihatkan "horor" di pertahanan mereka
Di semifinal kedua dini hari tadi, Liverpool sejatinya mengawali pertandingan dengan nyaman ketika passing blunder Danielle De Rossi disambut Firmino yang lantas memberi assist untuk Mane. Namun, di menit ke-15, gol bunuh diri karena bola memantul ke wajah James Milner, membuat skor jadi 1-1. Liverpool menutup babak pertama dengan keunggulan 2-1 lewat sundulan Georginio Wijnaldum di menit ke-25.
Di menit ke-52, full back Liverpool, Alexander Arnold seperti lupa cara ilmu gegenpressing yang diajarkan Juergen Klopp. Mantan kapten tim reserve Liverpool yang baru berusia 19 tahun ini seperti membiarkan Stepan El Shaaraway yang berujung gol kedua Roma lewat Edin Dzeko. Beberapa menit kemudian, Arnold kembali jadi sorotan ketika kamere mereka upayanya menghentikan sepakan Sharawaay dari jarak dekat dengan tangan. Beruntung, tidak ada penalti untuk Roma.
Hingga menit ke-85, skor masih berimbang 2-2. Seharusnya, dengan agregat masih 7-4, fans Liverpool bisa tenang. Namun, dengan  pertunjukan horor di pertahanan di Liverpool yang acapkali mempertontonkan human error dan unit error, rasanya tidak ada fans Liverpool yang sudah tenang.