Kabar terbaru dari turnamen bulutangkis Thailand Masters 2018 yang tengah berlangsung pekan ini, tunggal putri Indonesia, Gregoria Mariska Tunjung, takluk dari pemain tuan rumah, Nitchaon Jindapol di perempat final (12/1). Tumbangnya sang juara dunia junior 2017 ini membuat Indonesia tidak punya wakil di semifinal (di nomor tunggal putri).
Sebelumnya, tujuh tunggal putri Indonesia lainnya yang tampil di babak utama, berguguran sejak putaran pertama. Diantaranya dua finalis Kejurnas 2017, Ruselli Hartawan dan Dinar Dyah Ayustine. Padahal, Thailand Masters 2018 menjadi kesempatan bagi tunggal putri Indonesia untuk meraih gelar.
Sebab, untuk tahun ini, Tiongkok tidak mengirimkan atletnya. Rival berat wakil Indonesia hanyalah Malaysia dan Thailand. Tapi, harapan tinggal harapan. Tunggal putri Indonesia gagal membawa pulang gelar juara.
***
Hmm kabar seperti ini mungkin sudah dianggap biasa bagi pecinta bulutangkis Indonesia. Mungkin dari yang awalnya berharap dan sangat berharap, tapi karena harapannya jarang kesampaian, akhirnya kabar kegagalan pun dianggap biasa. Sampai kemudian terbentuk opini bahwa tunggal putri Indonesia kini telah tertinggal jauh. Jangankan dari Tiongkok dan Jepang, kita juga tertinggal dari India, bahkan Thailand dan Malaysia.
Sebagai penggemar bulutangkis, saya hanya bisa cemburu dan berandai-andai ketika pertengahan Desember lalu menonton laga tunggal putri Super Series Finals 2017 yang ditayangkan Kompas TV. Ketika tunggal putri andalan Thailand, Ratchanok Intanon, berhasil mengalahkan tunggal putri rangking 1 dunia asal Taiwan, Tai Tzu Ying. Atau ketika Akane Yamaguchi dari Jepang sukses menjadi juara usai mengalahkan andalan India, Pusarla Sindhu.
Saya cemburu karena kita tidak punya (belum punya) tunggal putri sekelas mereka. Saya hanya bisa berandai-andai, kapan Gregoria Mariska, Ruselli Hartawan, Fitriani, Dinar Dyah Ayustine atau Yulia Yosephin Susanto, yang masih muda, bisa berkembang menjadi pemain kelas dunia seperti mereka.
Masalahnya, harapan itu tidak bisa ditunggu sampai akhir tahun nanti. Harapan itu hendaknya bisa cepat terwujud. Sebab, pada Mei nanti, gelaran Uber Cup 2018 sudah menunggu. Lalu, Asian Games digelar di Jakarta pada Agustus 2018. Sebelumnya, babak kualifikasi Thomas/Uber Cup akan dimainkan Februari nanti.
Nah, bila ingin bisa tampil di Uber Cup, tunggal putri Indonesia wajib langsung tampil on fire di awal tahun. Sebab, dengan pertandingan menggunakan sistem beregu (lima pertandingan), ada tiga tunggal putri yang akan main. Terlebih, lawan-lawan kita kini jauh lebih rumit dibanding saat kali terakhir juara Uber Cup pada 1996 silam. Bila dulu lawan terberat hanya Tiongkok dan Korsel, kali ini ada banyak lawan kuat.
***