Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Sampah Popok Bayi di Sungai dan Matinya Budaya Bersih

11 Juli 2017   14:10 Diperbarui: 13 Juli 2017   00:36 1543
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sampah popok bayi yang mencemari sungai

Saya jadi teringat dengan apa yang disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla ketika memberikan sambutan di acara Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) pada akhir Februari 2017 lalu. Kala itu, Wapres menyebut bahwa sampah bisa menjadi kawan, juga bisa menjadi lawan.  

Bahwa sampah akan menjadi kawan bila dikelola dengan baik dan bisa diolah menjadi benda bernilai ekonomis. Namun, bila tidak dikelola dengan baik, sampah bisa menjadi musibah seperti sumber penyakit dan banjir. Dan, karena sampah banyak berasal dari masyarakat, maka masyarakat lah yang pertama bertanggung jawab mengolah sampah. 

"Semua orang harus bertanggung jawab mengelola sampah. Jadi bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan pasukan kuning. Kita harus mengaturnya dengan baik. Itu merupakan bagian dari kita berkawan dengan sampah," jelas Wapres.

Ya, semua orang memang harus bertanggung jawab untuk mengelola sampah. Dan yang terpenting, semua orang juga punya kewajiban untuk ikut membangun budaya hidup bersih. Budaya yang bBisa dimulai dari rumah sendiri. Juga lingkungan sekolah. Dan, edukasi itu harus dilakukan terus-menerus. Karena memang, membangun budaya bersih tidak seperti dongeng membangun candi dalam semalam. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun