Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Merevolusi Mental Keluarga, Membentuk Remaja Ber-Kesehatan Reproduksi dan Bermental Kuat

22 Juli 2016   11:33 Diperbarui: 22 Juli 2016   11:36 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hadirkan Kembali “Ruh keluarga”

Menghadirkan “ruh keluarga” tentunya bukan dimaknai memunculkan kembali ruh dari anggota keluarga yang telah meninggal. Bukan begitu. Menghadirkan ruh keluarga adalah bagaimana memunculkan kembali karakter keluarga yang benar-benar memiliki esensi sebenarnya sebagai keluarga yang selaras Pancasila.

Karena memang, banyak keluarga telah kehilangan “ruh” nya, tergantikan oleh kemajuan teknologi bernama sosial media. Masing-masing anggota keluarga telah memiliki dunia nya sendiri. Sehingga, meski terlihat dekat dan duduk bersama, pikiran dan hati mereka sejatinya berjauhan.

Saya pernah menyaksikan “potret” keluarga yang kehilangan ruh keluarga itu ketika makan bareng dengan istri dan dua anak saya di rumah makan. Ada keluarga, orang tua dan dua anak nya, terlihat kompak ketika duduk bersama dan menunggu makanan yang dipesan. Namun, bukannnya ngobrol satu sama lain, mereka malah sibuk dengan gadget masing-masing. Suasana nya hening.

Ada pula keluarga yang tidak punya kesempatan makan bareng di restoran karena saking sibuknya mencari uang demi kebutuhan hidup sehari-hari. Kerasnya perjuangan hidup ternyata membuat hati mereka ikut keras. Sehingga, anak-anak mereka tumbuh dalam kondisi serba keras. Teriakan dan bahkan kekerasan fisik acapkali mereka terima. Tidak ada fungsi keluarga sebagai “sekolah”.

Bukankah dua potret keluarga seperti itu sangat dekat dengan kehidupan kita? Atau malah jangan-jangan kita sudah menjadi bagian dari potret keluarga yang kehilangan ruh keluarga itu.

Karenanya, mari mengembalikan “ruh keluarga” dengan membangun kembali kedekatan dan komunikasi dengan anak. Orang tua perlu memposisikan dirinya sebagai pendengar dari anak-anak. Bukan sebaliknya. Orang tua juga mesti lebih peduli pada anaknya. Dengan mau lebih mendengar dan peduli, orang tua jadi tahu permasalahan yang dihadapi anak-anaknya.

Keluarga Terbuka, Mental Remaja Kuat dan Kesehatan Reproduksi Berkualitas

Urusan ini sebenarnya tidak sulit. Bila kita sebelumnya ketika pulang kerja, karena capek lantas langsung berisitirahat, mulailah meluangkan beberapa menit untuk mengobrol dengan anak. Menanyakan aktivitas mereka di sekolah, bagaimana guru dan teman-temannya. Termasuk menanyakan kehidupan pribadi mereka. Semisal bila mereka sudah memiliki teman dekat (pacar).

Ketika orang tua sering ngobrol dengan anak dan mau mendengar, anak-anak juga akan jadi lebih terbuka. Mereka jadi tidak takut bertanya kepada orang tua nya tentang segala hal. Sehingga ketika menghadapi permasalahan seperti putus pacaran, putus asa, atau ada teman yang ‘tidak benar’ di sekolahnya, serta penasaran terhadap hal-hal baru seperti soal seks, mereka akan mau membicarakannya dengan orang tua nya.

Keluarga hebat, mental remaja kuat dan kesehtaan reproduksi berkualitas/BKKBN
Keluarga hebat, mental remaja kuat dan kesehtaan reproduksi berkualitas/BKKBN
Dari situ, orang tua bisa memberikan motivasi sehingga anak tidak merasa sendirian menghadapi masalahnya. Dari situ, orang tua bisa memberikan informasi yang benar perihal pacaran hingga kesehatan seksual. Keterbukaan dalam keluarga inilah yang bisa menjadi pondasi terbentuknya mental remaja yang kuat. Keterbukaan dalam keluarga ini yang bisa meningkatkan kualitas kesehatan reproduksi remaja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun