Simeone tentu tidak mendapatkan kesuksesannya lewat sekadar berdoa. Dia punya rahasia. Dan, rahasia itu dibagikan Simeone dalam buku biografinya, El Efecto Simeone : La Motivacion Como Estrategia (Efek Simeone : Motivasi dan Strategi). Dalam buku tersebut, dia berkisah tentang filosofi permainan yang diberi nama Cholismo. Maknanya, memfokuskan permainan tim dibandingkan kemampuan individu pemain.
Cholismo itulah yang menjadi ruh permainan Atletico. Tentunya tidak mudah memimpin tim yang fokus pada permainan tim. Dengan kata lain, tim yang tidak memiliki pemain bintang. Tetapi, Simeone bisa melakukannya di Atletico dengan sangat natural.
"Saya tidak menginginkan pemain yang ingin menonjolkan dirinya sendiri. Jika pemain tidak memberikan semua yang dia punya dan saya bisa merasakannya, pemain lain akan mengambil tempatnya", ujar Simeone dikutip dari biografinya.
Simeone berkisah, dirinya selalu bertanya kepada para pemain ingin menjalani musim seperti apa. Apakah tim berada pada posisi yang rendah pada akhir klasmen dan tersingkir dari semua kompetisi yang diikuti. Ataumemilih tim menjadi juara. "Pertanyaan ini tidak pernah gagal. Mereka selalu memilih pilihan kedua", kata Simeone.
Cara pandang beda rasa antara Guardiola dan Simeone itulah yang akan bertemu di lapangan ketika Atletico Madrid menjam Bayern Munchen pada semifinal pertama Liga Champions di Vicente Calderon, Kamis (28/4) dini hari nanti.
Dalam sesi wawancara, Simeone menyebut Bayern boleh lebih diunggulkan. Tetapi Atletico akan bermain untuk menang. Simeone mungkin sudah tahu, Bayern kesulitan melawan tim Spanyol. Faktanya, dalam dua edisi semifinal terakhir, Bayern gagal ke final setelah dijegal Real Madrid (2014) dan Barcelona (2015). Menariknya, dua tim yang mengalahkan Bayern, bablas jadi juara.
Simeone juga pasti tahu, gawang Bayern lebih mudah dibobol tanpa kehadiran Jerome Boateng. Nyatanya, sejak fase knock out, gawang Bayern sudah jebol enam kali. Dijebol empat gol Juventus di babak 16 besar dan 2 gol oleh benfica di perempat final.
Namun, Guardiola pastinya juga tahu kelemahan timnya seperti ia juga tahu kelebihan timnya. Dan, Guardiola adalah analis sejati untuk urusan mencari tahu kelemahan lawan.
Di perempat final, Guardiola dengan jitu melihat posisi bek-bek Benfica yang sejajar ketika menghadapi sepak pojok. Maka, dia pun menugaskan Thomas Mueller untuk menyelinap melihat celah kosong. Dan itulah proses gol pertama Bayern.
Satu lagi, sebelum musim depan pindah ke Manchester City, Guardiola sangat ingin menutup karier di Bayern dengan trofi Liga Champions. Dia sadar, raihan trofi Bundesliga belum membuat namanya dikenang di Bayern. Ya, hanya trofi Liga Champions yang membuat namanya “abadi” di tim terbaik Jerman itu. “Saya akan dianggap gagal bila belum berhasil meraih Liga Champiosn untuk Bayern,” ujarnya.