[caption caption="Guardiola, memburu trofi Liga Champions pada percobaan ketiga bersama Bayern Munchen/Daily Mail"][/caption]Saya mengamini bahwa Josep “Pep” Guardiola i Sala adalah pelatih hebat. Ada banyak orang yang saya yakin juga mengamini hal itu. Selain meraih banyak trofi, Guardiola juga punya kharisma yang membuatnya jadi pelatih the most wanted alias paling diburu klub-klub top Eropa.
Sejak melatih klub profesional pada musim 2008/09, Guardiola telah mengumpulkan 19 trofi hanya dengan dua klub. Tidak hanya rajin meraih trofi. Dia cukup rakus untuk urusan mendatangkan trofi. Sebanyak 14 trofi diraihnya bersama Barceloma dalam rentang 2008-12. Lantas, lima trofi diraihnya sejak menangani Bayern Munchen musim 2013-14. Meski, yang bisa disebut “karya asli” nya adalah dua gealr Liga Jerman. Sebab, trofi lainnya adalah ‘meneruskan prestasi’ Jupp Heynckess--pelatih Bayern sebelumnya.
Nah, bagi pendukung fanatik Bayern Munchen, sepasang gelar Liga Jerman, hanyalah “gelar biasa”. Jika hanya mampu meraih itu, Guardiola sama saja dengan pelatih kebanyakan. Dia akan sama saja dengan Felix Magath yang pernah membawa Bayern juara Liga Jerman 2004-05 dan 2005-06. Karena memang, Bayern sudah 25 kali memenanginya. Kalaupun musim ini bisa membawa Munchen juara Liga Jerman tiga kali beruntun, sejarah tidak akan mencatat namanya.
“Karier saya tidak bergantung pada memenang Liga Champions. Waktu saya di Bayern Munchen akan selalu dikenang luar biasa,” kilah Guardiola dilansir uefa.com
Guardiola bisa saja bilang begitu. Tetapi, di Bayern, seorang pelatih, namanya baru akan “abadi” bila mampu membawa Bayern jadi juara Liga Champions. Di era format Liga Champions sejak 1993 silam, hanya ada dua nama yang mampu melakukannya. Yakni Ottmar Hizfield pada 2001 silam dan Jupp Heynckess pada 2013 lalu. Guardiola datang menggantikan Heynckess yang pensiun. Dia datang ketika Bayern berstatus Raja Eropa.
Namun, dalam dua kali kesempatan di Munchen, Guardiola selalu gagal membawa Bayern jadi Raja Eropa. Harapannya selalu terhenti di semifinal. Uniknya, dalam dua musim terakhir, tim yang menghentikan langkah Bayern nya Guardiola, bisa bablas jadi juara. Yakni, Real Madrid di musim 2013-2014 dan Barcelona di musim 2014-2015 lalu. Bagaimana musim ini?
Nah, di Eropa sana ada jargon berbunyi third time lucky. Maknanya kira-kira, beruntung pada percobaan ketiga. Ya, musim ini menjadi percobaan ketiga Guardiola bersama Munchen dalam upaya memenangi Liga Champions. Berhasil tidaknya Guardiola dalam percobaan ketiga, akan terlihat saat Bayern menantang finalis musim lalu, Juventus di Turin pada leg pertama babak 16 besar pada dini hari nanti.
Di fase grup, Bayern sangat digdaya. Meraih lima kemenangan dari enam laga. Termasuk kemenangan 5-1 atas Arsenal. Namun, menghadapi tim Italia adalah soal lain. Apalagi Juventus, sang raja Italia.
Apesnya, Bayern datang ke Turin dengan masalah badai cedera. Bahkan, Guardiola kini tak punya bek tengah seiring cedera nya Jerome Boateng, Mehdi Benatia dan Juan Bernat. Bukan tidak mungkin, Guardiola akan memainkan Xabi Alonso sebagai bek tengah. 'Kami tak punya bek tengah lagi, apa yang harus kami lakukan? Kami harus memakai cara lain”,” ujarnya.
Namun, Guardiola bisa lega karena anak asuhnya sangat termotivasi untuk memberikan kado terakhir baginya sebelum pindah ke Inggris. Kapten Bayern, Phillip Lahm menyebut, sejak mengumumkan pindah ke Inggris musim depan, Guardiola semakin serius dalam menyiapkan tim. “Kami ingin memenangi semuanya, jadi Pep bisa pergi dengan happy,” ujar Arturo Vidal, gelandang Bayern yang akan bertemu mantan klubnya.
Guardiola juga termotivasi oleh fakta bahwa Bayern adalah tim terakhir yang mampu mengalahkan Juventus di markas barunya, J-Stadium. Kemenangan 2-0 tercipta ketika Bayern menyingkirkan Juve di fase knock out musim 2012/13 ketika mereka jadi juara. Bagaimana hasil akhir upaya Guardiola di Turin. Selamat menunggu. Salam