Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Anda Suka Sepak Bola? Jangan Cuma Suka, Jadikan "Ladang Penghasilan"

6 Januari 2016   14:49 Diperbarui: 6 Januari 2016   15:10 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="tampil bersama mantan pelatih Persebaya, Freddy Muli "][/caption]“Tidak bisa ya, kalau Sabtu malam itu tidak menonton tayangan sepak bola?,” ujar istri saya suatu ketika.

Dia protes karena ketika malam minggu, seringkali televisi di ruang tamu kami ‘berwarna hijau’. Istri saya memang bukan penyuka bola. Dia lebih suka nonton acara talk show atau laporan dokumenter. Tapi, karena tiap sabtu malam acara di TV jarang ada yang bagus, jadilah nonton bola itu sebagai bentuk kepasrahannya. “Mau bagaimana lagi, memang dapat suami suka bola,” imbuh dia.

Tentang kegilaan pada sepak bola ini, pernah ada teman yang menanggapi sinis. “Apa sih nikmatnya nonton bola, lha wong cuma 22 orang berlarian berebut bola dan ketika bola sudah didapat eh malah ditendang jauh-jauh,” ujarnya.

Tentu ada alasan kenapa sepak bola begitu digilai. Di negeri ini, meski kompetisi bola nya sedang libur panjang, tetapi setiap weekend, di café-café, di poskamling kampung-kampung dan di warung kopi, orang bejubel nongkrong untuk nonton bareng Liga Inggris atau Liga Spanyol yang tayang gratis di stasiun televisi.

Jangan bicara tentang aspek proximity (kedekatan) lha wong mereka ketemu pemain nya saja tidak pernah, apalagi punya hubungan famili. Jangan ngomong soal fanatisme daerah karena mereka tidak ada yang lahir di Manchester, London, Madrid, Milan, atau Barcelona. Tanpa perlu penjelasan berbuih, mereka merasa punya ikatan emosional dengan klub idola. Bagi mereka, sepak bola sudah bukan cuma olahraga, tapi penyaluran kesenangan sehingga mau bela-belain begadang hingga shubuh. Klub-klub Eropa itu sudah jadi representasi kebanggaan. Anda juga begitu?

Saya lupa mulai kapan suka bola. Kalau main bola plastik bareng teman-teman di lapangan kecil yang gawangnya ditandai batu bata atau sandal jepit, itu sudah sejak bocah ingusan. Kalau suka bola dalam artian tertarik dan ingin tahu perkembangan informasi sepak bola dari belahan negeri manapun, mungkin mulai kelas II SD tahun 1989. Kala itu, baca berita bola di koran-koran bekas yang dibeli nenek di pasar untuk bungkus jualan sayur dan ikan, bikin ketagihan. Dan mulai Piala Dunia 1990, kegilaan saya pada bola, kian menjadi-jadi. Hingga sekarang.

Bedanya, bila dulu sekadar suka. Fanatik pada satu tim. Uring-uringan bila tim kesayangan kalah lantas diledek teman. Seiring waktu--tepatnya seiring bertambahnya usia--saya jadi lebih kalem melihat bola. Fanatisme itu mulai terkikis. Menganggap kalah menang itu hal biasa. Saya juga jadi lebih kritis serta tahu teknis dalam menyikapi hasil pertandingan bola. Tapi yah, sebatas hobi. Itu saja.

Kesukaan pada bola inilah yang kemudian mengantarkan saya menjadi wartawan pada April 2005 lalu dan mundur delapan tahun kemudian. Lantas, saya jadi tahu kalau suka sepak bola, tahu informasi bola, melek hal-hal teknis di bola, ternyata bisa jadi sumber penghasilan. Karenanya saya lantas memperlakukan sepak bola bukan sekadar hobi, tetapi juga sebagai ladang penghasilan. Karena ternyata ada cukup banyak peluang dan kesempatan mendapatkan penghasilan yang bisa diambil dari bola. Apa saja?

Jadi Komentator Nonton Bareng

Siapa yang tidak mau, ngomongin bola lalu dibayar. Bayarannya lumayan pula. Kenikmatan itulah yang saya rasakan ketika diundang jadi komentator bola. Pengalaman itu kali pertama saya rasakan ketika diundang jadi komentor acara nonton bareng (Nobar) final Liga Champions 2012 antara Bayern Munchen melawan Chelsea di sebuah hotel terkenal di Surabaya.

Awalnya, rada gugup ketika menjawab pertanyaan host di depan ratusan penonton. Namun, lama-kelamaan, saya mulai nyaman sembari sesekali melempar celetukan guyonan. Hasilnya lumayan. Tidak rugi meninggalkan anak istri semalam karena ada imbalan yang bisa dibawa pulang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun