Mohon tunggu...
Hadhara Rizka
Hadhara Rizka Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Seorang penulis pemula dengan setitik ilmu, dengan sejuta energi berbagi. Berasal dari Kota Takengon, Surganya Kopi yang dikenal sebagai negeri di atas awan | www.sipena.com

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Aku Mulai Belajar Jatuh Cinta Pada Kopi Gayo

29 Agustus 2015   03:16 Diperbarui: 29 Agustus 2015   03:16 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Aku adalah seorang mahasiswa Jurusan Bahasa Inggris yang tepat berusia 24 Tahun pada Desember 2015 nanti. Sejak aku dilahirkan hampir segala aktivitas dan keseharianku berlangsung di kotaku sendiri, kota takengon yang dikenal oleh banyak orang sebagai salah satu daerah pemasok kopi arabika terbaik di dunia, apalagi namanya kalau bukan Kopi Arabika Gayo.

Aku bukanlah seorang Coffee Lovers, atau apapun sebutan bagi mereka para pecinta dan penikmat kopi, meski dilahirkan di negeri surga dimana Anugerah Sang Kuasa yang telah memberikan kesuburan tanah, keindahan alam serta sejuknya udara kotaku yang ditumbuhi oleh perkebunan kopi terluas yang ada di Indonesia belum menarik perhatianku terhadap kopi gayo itu sendiri. Bahkan aku tak tau, bahwa sebiji kopi dari negeriku ini sangat dinanti nantikan oleh peneguk “bukan sekedar minuman hitam

Dulu, sewaktu aku masih menjadi siswa sekolah dasar dan menengah. Aku sering ikut membantu orang tuaku jika musim panen kopi tiba. Bukan memetik buah kopi dari kebun orangtuaku karena memang tak satupun dari kami yang memiliki kebun kopi. Jadi kami hanya dibayar dari seberapa banyak jumlah kopi yang berhasil kami petik, cukuplah untuk tambahan biaya dirumah. Saat itu, kopi bagiku kopi hanyalah buah merah yang menghasilkan uang saat takaran demi takaran pada karung goni yang berhasil kami kumpulkan tersebut di kalkulasikan dengan nilai rupiah yang berhak kami dapatkan. Ya, benar hanya sebatas itu yang aku pikirkan.

Mungkin ada kalanya hatiku sedikit bahagia jika musim panen kopi tepat pada bulan ramadhan, dimana aku bisa mengumpulkan uang dari upah memetik kopi tersebut untuk membeli baju lebaranku sendiri selain yang dibelikan oleh orang tuaku. Jika sedikit lebih rajin, aku bisa menyisihkan beberapa puluh ribu rupiah untuk membeli jajanan lebaran, dimana saat itu uang 50.000 sudah menjadi nominal yang sangat cukup bagiku. Seringnya aku ikut bersama orang tuaku dan menghabiskan waktu yang cukup banyak di kebun kopi membuat aku sedikit banyak mengenal jenis jenis kopi yang menjadi bahasa masyarakat saat itu, seperti kopi tim tim, kopi ateng, kopi jember dan lainya. Pun demikian, aku bahkan bukan peninum kopi.

 

Tahun 2010, saat pertama aku memasuki dunia perkuliahan dengan mengambil konsentrasi Pendidikan Bahasa Inggris berdasarkan rekomendasi dari orang tuaku. Aku kuliah disalah satu Kampus yang berada di kotaku sendiri, hanya saja karena jurusan tersebut sedikit berseberangan denganku hingga mengantarkanku saat ini masih menjadi mahasiswa semester 11, semoga semester ini adalah semester terakhirku. Pasalnya aku memiliki ketertarikan yang berbeda, aku cinta pada sesuatu yang lebih berbau teknologi, lebih lebih yang ada hubunganya dengan internet. Ketertarikan tersebut aku buktikan dengan seringya aku menyisihkan uang pemberian orang tuaku untuk mengunjungi warung internet dan mulai berkenalanan dengan dunia blogging, ya aku sedikit suka dunia tulis menulis juga.

Singkat kisah, tahun 2014 selain menulis untuk berbagi, aku sudah mulai melirik menulis untuk berbagi dan strategi mendapatkan uang di internet. Aku mulai belajar lebih giat dan dekat dengan banyak orang di internet bagaimana cara menjadi penjual yang baik, ya harus kuakui setelah semua strategi sederhana tersebut kuterapkan aku mendapatkan sedikit hasil. Karena masih ada rasa penasaranku, aku mencoba membuat ladang bisnis kecil-kecilan lainya lewat toko online sederhana yang beralamat di www.kopigayoasli.com, yang mana jujur saja aku juga sedikit bingung kenapa sampai menjual kopi gayo dalam kondisi aku sendiri bukanlah peminum kopi, apalagi penikmat. Lambat laun, situs yang tidak terlalu aku fokuskan tersebut mendapatkan pelanggan. Pelanggan pertamaku berasal dari kota langsa yang memesan 20 kemasan kopi gayo ukurang 250 gram. Ya, aku masih memasarkan salah satu produk hasil kerjasama dengan supplier yang ada di takengon. Tidak mudah ternyata, aku dihadapkan dengan pertanyaan sulit seputar kopi dari para penikmat kopi yang sempat berkunjung ke toko onlineku, tapi aku tidak malu untuk bertanya kepada mereka yang lebih paham tentang kopi untuk menjawabnya sekaligus membuat aku belajar lebih banyak tentang apa itu kopi, varian dan proses pengolahan kopi. Aku juga mulai mencoba untuk minum kopi arabika, berbeda dengan tradisi keluargaku di gayo yang masih mengkonsumsi kopi robusta. Lambat laun, entah bagaimana ceritanya suasana dan ruang diskusi ku pun sekali sekali mulai ke arah kopi arabika gayo, entah itu diskusi ringan tentang manfaat kopi maupun small bisnis yang dapat dibentuk dari kopi gayo tersebut. Semua itu ketika aku mulai sering berkunjung dan bertemu dengan orang orang baru di coffee shop maupun cafe yang menyediakan kopi sambil menikmati koneksi wifi gratis yang mereka fasilitasi.

Aku mulai ada sedikit rasa tertarik untuk lebih jauh mengenal “sosok minuman hitam dalam segelas cangkir” yang misterius tersebut. Masih dalam masa penjajakan mengenal kopi, lalu salah seorang rekanku. Ariza saputra namanya, dia adalah anak muda yang lebih dulu jatuh cinta pada kopi arabika gayo, pantas saja dia adalah salah satu mahasiswa pertanian yang juga pernah menjadi seorang barista di coffeeshop yang ia bangun bersama sahabat dari kampusnya. Dia mengajakku ikut serta dalam sebuah workshop pendidikan pelatihan kopi international yang diadakan berkat kerjasama dari Rainforest Coffee, National Chiao Tung University Taiwan dan Himpunnan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Takengon dan aku menjadi sangat senang mengikuti workshop tersebut dengan penuh semangat 5 hari selama workshop dengan materi yang sungguh membuatku jatuh cinta pada kopi, karena mengetahui betapa berbedanya kopi gayoku bagi mereka para penikmat kopi dunia, aku mengetahui sejarah kopi gayo dan nilai dari biji kopi yang selama ini tumbuh subur di negeriku serta bimbingan bagaimana menjadi seorang wirausahawan dari kopi yang telah menua lebih dahulu dari usiaku di kotaku sendiri.

Sejak saat itu, aku menggali lebih banyak informasi tentang kopi, mengunjungi orang orang yang memiliki pengalaman banyak tentang kopi, ikut merasakan dan mencicipi aroma dan rasa kopi ke banyak peracik kopi, dan aku katakan kini rasanya aku mulai jatuh cinta pada kopi gayo.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun