Mohon tunggu...
Rifdah
Rifdah Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

haloo

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Review Novel "Belenggu" Karya Armijn Pane

6 Mei 2023   16:14 Diperbarui: 6 Mei 2023   16:15 5598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: Milik Sendiri

Belenggu merupakan salah satu roman klasik modern Indonesia yang dikarang oleh Armijn Pane. Buku ini diterbitkan tahun 1940, memiliki 150 halaman, dan diterbitkan Dian Rakyat di Jakarta. Setelah novel ini  terbit masyrakat lebih banyak mencela atau mencaci maki novel ini ketimbang memuji. Novel ini juga merupakan novel psikologis pertama di Indonesia. Novel ini menceritakan cinta segitiga antara tokoh utama (Sukartono), istri (Sumartini), dan temannya. Dan pada akhirnya mereka saling kehilangan satu sama lain.

Sinopsis novel ini menceritakan seorang dokter yang bernama Sukartono atau biasa dipanggil dengan Tono. Ia memiliki sifat yang baik, ramah, pintar, dan suka menolong sehingga dia memiliki banyak pasien. Profesi yang dia sedang dijalani ia merasa kurang bahagia, karena sebelum masuk ke profesi menjadi seorang dokter ia sangat menyukai seni, yakni dibidang musik. Setelah menikah dengan istrinya yang bernama Sumartini atau biasa dipanggil Tini, ia tidak merasa senang dan bahagia dengan istrinya. Karena Tini ini lebih suka melakukan berorganisasi diluar sana daripada mengurus rumah tangga nya. Tono dengan Tini sebenarnya saling mencintai tapi sikap mereka yang tidak membuktikan bahwa mereka saling mencintai.

Rasa yang kurang bahagia Tono didapat ketika ia bertemu dengan teman masa kecilnya, yaitu Yah (yakni juga seorang pasien Tono). Tono sering berkunjung ke rumah Yah untuk menghilangkan beban pikirannya, dan mencari ketenangan disana. Ia jatuh cinta kepada Yah karena Yah merupakan seorang janda yang pandai mengurusi laki-laki. Karena sering berkunjung tanpa memberitahu istrinya ia merasa dosa karena telah berbohong. Sehingga Tini mengetahui bahwa Tono sering bertemu seorang wanita yang menjadi pasiennya dan membuat ia sangat marah.

Tini berniat untuk mengunjungi rumah wanita tersebut dan memarahinya, tetapi dia mengurungi niat itu. Kemudian Tini mengintropeksi dirinya dan sadar bahwa selama ini dia selalu kasar, marah, tidak pernah mementingkan Tono, serta tidak pernah memberikan kebahagian kepada Tono.  Karena itu akhirnya hubungan  antar mereka tidak sehat. Tini meminta cerai kepada Tono. Sayangnya Tono enggan berpisah dengan Tini, karena telah salah apa yang telah dia lakukan dan sadar bahwa dia sangat mencintai Tini. Dia ingin mempertahankan dan mengulangi secara bersama-sama. Adapun Tini yang sudah bertekad kuat untuk pisah dari Tono, Dan pada akhirnya Tono menerimanya untuk bercerai. Tini memutuskan untuk pergi ke sebuah panti asuhan yatim piatu yang ada di Surabaya untuk mengabdi disana.

Tono berlarut dalam kesedihan setelah berpisah dari Tini, tidak lama dari itu ia juga mendapat kabar bahwa Yah juga meninggalkan ia untuk selamanya. Ia mendapatkan sebuah surat yang sudah ditulis oleh Yah. Di dalam surat tersebut Yah memberitahukan bahwa ia akan pergi dari tanah kelahirannya, dan dia memberitahu bahwa sangat mencintai Tono. Pada akhirnya Tono merasakan sedih dan kesepian akibat ditinggalkan oleh orang-orang yang ia cintai.

Amanat yang dapat diambil dari novel adalah bagaimana car akita menghargai orang yang dicintai, saling menghormati satu sama lain, selalu menjalin komunikasi satu sama lain agar terhindar dari gangguan orang ketiga, dan dalam kehidupan rumah tangga itu harus didasari rasa cinta antar keduanya.

Kelebihan novel ini adalah warna sampulnya cukup menarik, cerita dari novel ini sangat menginspirasi bagi semua yang membaca, terdapat sinopsis di belakang buku. Kekurangan novel ini bahasa yang digunakan agak sulit untuk dimengerti karena menggunakan bahasa Indonesia klasik, banyak dialog dan monolog yang digunakan secara bersamaan (karena pada masa itu bahasa Indonesia belum sepenuhnya maju).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun