Mohon tunggu...
Hari Dermanto
Hari Dermanto Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Pecinta Buku, penabuh ide, pejalan kaki, penyuka bela diri, pembaca puisi, menikmati hujan

memiliki cita-cita menjadi pengacara rakyat, punya kantor yang dapat memberi akses bantuan hukum secara cuma-cuma

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Film-film Bermartabat dari Negara “Sesat”

1 Oktober 2012   08:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:25 1040
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Film-film dari tanah Persia tidak banyak dikenal oleh masyarakat Indonesia, hanya ada beberapa film yang akrab bagi masyarakat Indonesia seperti “Children of Heaven”, “Baran” dan yang terbaru “A Sparation” yang meraih penghargaan oscar. Kecenderungan media arus utama menayangkan film-film produksi Hollywood, Amerika dan Bollywood, India menyebabkan masyarakat Indonesia tidak akrab dengan film yang datang dari Iran.

Faktor lain, Perbedaan mazhab dalam Islam merupakan salah satu faktor yang menyebabkan film Iran tidak banyak di tonton di Indonesia, sebagaimana diketahui bahwa Iran merupakan negara yang identik dengan Mazhab Syiah, sedangkan Indonesia merupakan negara berpenduduk muslim terbesar didunia dengan mayoritas bermazhab Suni.

Meskipun kecenderungan konsumsi film yang dilakukan masyarkat Indonesia terkesan aneh, hak ini disebabkan sebagai negara muslim terbesar di dunia Indonesia lebih toleran dengan film-film barat dengan kecenderung megumbar shawat, kekerasan (sarkastik), bahkan tidak jarang rasis dibandingkan dengan film Iran yang cenderung menjunjung nilai-nilai kemanusiaan dan martabat.

Sebagai negara muslim “sesat” kebijakan perfilman Iran sangat ketat, sebagaimana dikemukakan oleh Menteri Kebudayaan dan Bimbingan Islam Iran Sayed Mohamad Hoseini sewaktu bertandang ke Indonesia, kekhawatiran mereka terhadap budaya barat yang datang ke dunia muslim melalui media Internet dan film membuat Iran membuat kebijakan proteksi, tetapi tetap aktif dalam membuat berbagai film, buku, yang dapat mencegah invansi budaya barat. Dalam hal perfilman Iran memiliki kebijakan Sensor yang sangat ketat, dimana ketika sebuah film menghina agama, ahlak, dan kepercayaan masyarakat Iran, maka hal itu tidak dapat ditolerir dan tidak akan mendapat izin, termasuk film yang akan memecah belah mazhab, suku, juga tidak mendapat Izin.

Dengan kebijakan film yang sedemikian ketat tersebut Jangan pernah berharap menemukan adegan ranjang yang menebar shawat, kekerasan agama, rasis, bahkan persentuhan tangan antara perempuan dan lelaki (dewasa yang bukan muhrim) tidak tersaji dalam film-film Iran. Kekuatan cerita yang dibungkus religiusitas dan ketundukan terhadap norma-norma agama menjadi bingkai film yang akan kita temui.

Tidak jarang, Ketika film-film yang dibuat oleh sineas Iran melampaui kebijakan film yang dibuat negara, mereka akan bernasib naas, ada beberapa sineas Iran yang mengalami pelarangan dalam kegiatan perfilman karena memproduksi film yang melawan semangat Revolusi Islam Iran.

Berbeda dengan film-film produksi Indonesia, tidak sedikit film-film Indonesia justru lepas dari semangat kebudyaan yang dihuni oleh mayoritas masyarakat Islam, kerap kita temui sinetron dan film yang mengkapampanyekan moralitas dengan cara-cara yang tidak bermoral, perzinahan, perselingkuhan, jurang kehidupan miskin dan kaya menjadi tema, hedonitas dan absurditas tema-tema yang kerap kita temui. Hanya sedikit film Indonesia yang memiliki semangat pembangunan karakter dengan nilai kebudayaan.

Banyak yang berpendapat bahwa kebijakan Menteri Kebudayaan dan Bimbingan Islam Iran sangat membatasi ruang bagi sineas Film Iran dalam berkreasi, yang menarik meski berada ditengah batasan yang terbilang ketat, film Iran tampil sebagai antitesa tehadap film yang lahir dari negara-negara yang cenderung memberikan ruang tak terbatas bagi industri Film.

Kontraproduktif antara Iran sebagai negara yang menganut Islam “sesat” dengan film-filmnya yang bernuasa religius dan akhlak yang tinggi, merupakan alasan dasar yang mengarahkan pada satu pertanyaan, bagaimana bisa negara yang disangka sebagai penganut Islam “sesat” memiliki kebijakan film yang menjunjung tinggi martabat? Aneh memang.

Salam

Hari Dermanto

Penggiat @rombongsinema

Pesan

RombongSinema mengundang penggiat film pendek (pelajar dan umum) untuk mengikuti kompetisi Film Pendek dengan tema “Karena Buku” untuk lebih jelas hubungi kami di @rombongsinema

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun