Mohon tunggu...
Hadam Wirajati Nurochim
Hadam Wirajati Nurochim Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ilmu Hubungan Internasional

Antusias menganalisa kebijakan nasional dan internasional Republik Indonesia Dewan Riset dan Keilmuan Mahasiswa FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Denuklirisasi di Semenanjung Korea dan Kontribusi Diplomasi Indonesia

13 September 2024   21:12 Diperbarui: 13 September 2024   21:14 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Asia Timur menjadi wilayah yang sangat dinamis, dengan segala kepentingan yang bersitegang antara negara-negara Asia Timur, bahkan melibatkan negara diluar Kawasan. Semenanjung Korea dalam satu dekade terakhir mengalihkan perhatian masyarakat global akan ketegangan nuklir yang terjadi didalamnya. Bukan hanya sekadar konflik kawasan, tetapi lebih besar dampaknya dan mengancam perdamaian global.  Ketegangan yang terjadi di Semenanjung Korea semakin meningkat sejak munculnya proliferasi nuklir pada sekitar tahun 1950-1953. Pada saat itu, Amerika Serikat memberi dukungan terhadap Korea Selatan untuk mengancam Korea Utara dengan senjata nuklir yang dimilikinya. Upaya tersebut bertujuan memberhentikan perang Semenanjung Korea. Namun ternyata, gerakan Korea Selatan dan sekutunya itu telah membuat Korea Utara merasa terancam (Insecurity). Hal tersebut kemudian justru membuat Korea Utara memutuskan memulai pengembangan nuklir dengan bantuan Uni Soviet.

Eskalasi Nuklir Korea dapat dijelaskan melalui model aktor rasional oleh Graham T Allison, Keputusan untuk mengeskalasi senjata nuklir menjadi pilihan rasional Korea Utara untuk bertahan dalam arena internasional. Berakhirnya perang Korea tidak menjamin Korea Utara akan aman di kemudian hari bahkan memicu security dilemma, bahwa konflik dapat terjadi sebab adanya rasa tidak aman Korea Utara terhadap negara sekitar. (Jervis, 2011) Maka tidak heran Korea Utara melakukan pengembangan nuklir lebih lanjut, meskipun menjadi polemik yang mengganggu stabilitas Semenanjung Korea. Menyikapi itu, tentu Korea Selatan tidak tinggal diam dan meminta permintaan jaminan naungan nuklir Amerika Serikat dengan memperkuat hubungan dan Kerjasama.

Aktor-aktor internasional dilaporkan tidak diam begitu saja dan terus berupaya melancarkan strategi ataupun langkah-langkah strategis untuk menghentikan ketegangan tersebut. Denuklirisasi adalah salah satu alternatif bagi kedua negara yang bersitegang untuk saling berdamai. Namun jika kita melihat Six Party Talks, dialog-dialog yang dihasilkan nyatanya belum efektif. Isu keamanan tradisional masih sangat hangat, yang membuat negara tak ingin melepas pengaruh kekuatan (power) nya, karena Kembali lagi dengan dilemma keamanan.

Tantangan dan Peluang Denuklirisasi Semenanjung Korea

Asumsi realis bahwa dalam struktur anarki internasional yang saat ini berlaku, Kerjasama sulit dilakukan karena tingginya Tingkat ketidak percayaan antar negara, terlebih dalam hal negosiasi untuk keamanan. Hal ini tercerminkan pada kegagalan negosiasi Denuklirisasi AS-Korea Utara pada tahun 2019, yang disebabkan oleh kegagalan pada fase akomodasi unilateral. Amerika Serikat tidak percaya pada komitmen Korea Utara menghentikan program nuklirnya. Meski saat itu Korea Utara telah menunjukkan sinyal positif seperti menghancurkan fasilitas nuklir yang dimiliki, namun AS terlihat tidak percaya. 

Kedua, jika salah satu cara yang efektif untuk denuklirisasi adalah dengan Korea Utara menghentikan pengembangan nuklir nya, maka boleh jadi tidak berhasil juga. Melihat dari perspektif konstruktivisme, menjadi kurang tepat menuntut Korea Utara menghentikan nuklirnya. Sebab dalam arena ketegangan nuklir Semenanjung Korea, Korea Utara memandang Jepang, Korea Selatan, China dan AS sebagai rival dikarenakan perbedaan identitas dengan negaranya. Persepsi tersebut lah yang kemudian membuat Korea Utara merasa tidak aman di Kawasan, sehingga memilih untuk mempertahankan nuklirnya.

Upaya Denuklirisasi yang dinamis di Semenanjung Korea sangat kompleks dan dipengaruhi oleh kepentingan politik dan keamanan kedua Korea. Pada perspektif Korea Utara melihat senjata nuklir sebagai sarana strategis untuk mempertahankan rezim serta menjadi jaminan keamanan dari berbagai potensi serangan asing, terutama dari Amerika Serikat. Berbagai dialog seperti pertemuan puncak antara Kim Jong-Un dan para pemimpin dunia, Korea Utara tetap bersikap skeptis terhadap denuklirisasi. Di sisi lain, Korea Selatan yang bersekutu dengan AS, secara konsisten mendorong denuklirisasi total di Semenanjung Korea sebagai syarat utama untuk mancapai perdamaian dan stabilitas. Seoul menjunjung metode dialog diplomatik dan berharap denuklirisasi akan mewujudkan reunifikasi yang damai. Namun disayangkan, masih menjadi tantangan besar sebab adanya ketidakpercayaan Pyongyang terhadap niat Barat.

Meskipun belum sukses memperoleh denuklirisasi penuh (complete denuclearization), Deklarasi Panmunjom menjadi catatan penting sejarah untuk mengakhiri ketegangan dan menjadi langkah awal komitmen untuk denuklirisasi penuh serta meningkatkan hubungan antar dua korea. Untuk mencapai denuklirisasi yang nyata, diperlukan pendekatan multilateral yang lebih terkoordinasi dan strategi diplomatik yang kuat untuk menjembatani perbedaan kepentingan.

Peran Diplomasi Indonesia

Indonesia menegaskan betapa pentingndonesia menegaskan betapa pentingnya untuk mencapai denuklirisasi di Semenanjung Korea melalui Diplomasi. Indonesia percaya bahwa tindakan kolektif adalah sangat penting untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional. Dengan demikian, diharapkan komunitas internasional dapat berkomitmen penuh untuk mengambil tindakan dalam upaya pencapaian Kawasan Bebas Senjata Nuklir.

Dekan Fakultas Manajemen Pertahanan Laksda TNI Amarulla Octavian, Indonesia sangat bisa mengambil peran untuk berdiplomasi dengan Six Party Talks. Salah satu upaya mencegah perang terbuka lebih  lanjut adalah dengan menghidupkan kembali six-party talks, dimana Indonesia mendapat ruang untuk mendiplomasikan aktivitas militer defensif kontemporer dari negara-negara di Semenanjung Korea. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun