Sekretariat Jenderal MPR-RI Harus Responsif
Oleh : Habsul Nurhadi
(Catatan wawancara in depth interviews dengan Ir. H. Muhammad Lukman Edy, M.Si, Ketua Fraksi PKB MPR-RI Periode 2014-2019, yang juga menjabat Wakil Ketua Pimpinan Badan Penganggaran MPR-RI Periode 2014-2019, di Ruang Kerja DPR-RI, Gedung Nusantara I, Komplek Parlemen Senayan, Jalan Jenderal Gatot Subroto Nomor 6, Jakarta Pusat, pada hari Senin, 10 Agustus 2015, mulai sekitar jam 13.23 WIB. Wawancara ini dilaksanakan oleh Habsul Nurhadi, dalam rangka penulisan tesis pada Program Pascasarjana Institut Ilmu Sosial dan Manajemen STIAMI, Jakarta, tentang Analisis Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Tingkat Mikro Pada Sekretariat Jenderal MPR-RI.)
Makna Reformasi Birokrasi Sekretariat Jenderal MPR-RI
Reformasi birokrasi pada pasca reformasi sekarang ini telah menjadi sebuah keharusan, bukan saja pada lingkungan Sekretariat Jenderal MPR-RI saja, tetapi juga pada seluruh kalangan pemerintahan. Pada dasarnya keinginan bangsa ini agar pilar birokrasi itu menjadi pendongkrak dan pendorong kemajuan bangsa, jadi pendorong pertumbuhan ekonomi, misalnya, itu adalah nyata. Jadi bukan sekedar wacana atau retorika.
Pada masa lalu sering dianggap bahwa birokrasi pemerintahan itu merupakan faktor penghambat kemajuan. Sehingga pada masa kini, ada semangat untuk melakukan perubahan secara mendasar pada birokrasi pemerintahan. Dan semangat untuk melakukan perubahan birokrasi pemerintahan secara mendasar itu kini sesungguhnya merupakan amanat reformasi. Tidak terkecuali hal itu juga berlaku di kalangan Sekretariat Jenderal MPR-RI, Sekretariat Jenderal DPR-RI, maupun Sekretariat Jenderal DPD-RI.
Mengingat sistem politik sudah berubah, maka keberadaan lembaga legislatif MPR-RI dan DPR-RI secara politik juga sudah berubah, sehingga oleh karenanya harus didukung oleh birokrasi internal "kesekjenan" yang juga harus mengalami perubahan mendasar juga. Dalam hal ini Sekretariat Jenderal MPR-RI sudah harus memahami bahwa MPR-RI masa kini itu sudah berbeda dengan MPR-RI masa lalu. Bahkan sekarang ini sudah ada perubahan lagi.
Pada MPR-RI masa Orde Baru merupakan MPR-RI yang sangat kuat, dimana bisa memberhentikan Presiden, bisa mengangkat Presiden. Kemudian MPR-RI pada masa awal reformasi mengalami "down grade", sehingga MPR-RI tidak berdaya, yang mengakibatkan Sekretariat Jenderal MPR-RI menjadi bingung harus melakukan apa saja.
Tetapi setelah masa transisi reformasi habis, dan sekarang sudah masuk ke masa yang lebih serius, sehingga dengan adanya pengembangan MPR-RI maka ada tuntutan pada Sekretariat Jenderal MPR-RI untuk meningkatkan kapasitasnya lagi, dan eksistensinya diperkuat, di-upgrade lagi kelembagaannya. Semua perkembangan lembaga MPR-RI itu harus didukung oleh birokrasi Sekretariat Jenderal MPR-RI yang dinamis. Sebab kalau tidak begitu, maka Sekretariat Jenderal MPR-RI tidak akan bisa mengikuti perkembangan dinamika peran lembaga MPR-RI.
Kurang lebih seperti itulah kebutuhan mendasar bagi Sekretariat Jenderal MPR-RI. Apalagi sekarang ini, lembaga MPR-RI diberikan tugas untuk melakukan "internalisasi" nilai-nilai kebangsaan. Jika hal itu tanpa didukung oleh birokrasi Sekretariat Jenderal MPR-RI yang baik dan canggih, maka beban tugas para anggota MPR-RI bisa menjadi "keteteran".
Itulah hal-hal yang mendasari pentingnya Sekretariat Jenderal MPR-RI untuk melakukan reformasi birokrasi, walaupun dalam format umumnya hal itu tidak terlepas dari reformasi birokrasi bagi semua jajaran pemerintahan lainnya.
Program-program Yang Perlu Diprioritaskan
Birokrasi Sekretariat Jenderal MPR-RI itu harus responsif dalam melihat dinamika tugas konstitusional yang diberikan kepada lembaga MPR-RI, sehingga Sekretariat Jenderal MPR-RI sudah tidak bisa lagi hanya bekerja secara konvensional, melainkan harus responsif.
Selain itu, kapasitas Sekretariat Jenderal MPR-RI itu harus ditingkatkan. Misalnya kemampuan dalam segi keprotokolan, kemampuan dalam segi persidangan, kemampuan dalam segi teknologi IT (information technology), karena hari ini semua kebutuhan itu diperlukan oleh Sekretariat Jenderal MPR-RI, yaitu IT yang canggih, "humas" yang canggih, program-program yang cerdas, pelayanan terhadap Anggota MPR-RI yang sangat dinamis - terutama dalam melaksanakan sosialisasi empat pilar kebangsaan.
Jika saja tugas-tugas para anggota MPR-RI tersebut tidak didukung oleh kinerja Sekretariat Jenderal MPR-RI yang rapih, maka para anggota MPR-RI akan mendapat kesulitan dalam melakukan skedul-skedul kegiatan secara tepat waktu (on time) dan terlaksana dengan baik, sehingga targetnya dapat tercapai.
Tugas-tugas internalisasi nilai-nilai kebangsaan bagi para anggota MPR-RI ini bukan tugas seperti melaksanakan proyek-proyek fisik yang dapat mudah diukur, misalnya sudah selesai seratus persen (100%). Tugas-tugas internalisasi nilai-nilai kebangsaan ini bisa nyata, tetapi bisa juga abstrak, yakni yang hanya bisa dirasakan secara jangka panjang, bukan dengan cara jangka pendek. Tugas-tugas seperti ini sudah barang tentu haruslah disesuaikan dalam cara mengukur keberhasilannya.
Jika Sekretariat Jenderal MPR-RI orientasinya hanya menggunakan ukuran proyek, yakni selesai 1% sampai 100%, namun tidak peduli terhadap outcome-nya, maka hal itu sesungguhnya bukan merupakan cara Sekretariat Jenderal MPR-RI, karena Sekretariat Jenderal MPR-RI itu haruslah mampu memberikan dukungan bagi pelaksanaan tugas anggota MPR-RI yang sangat dinamis itu.
Dari sejumlah 9 (sembilan) program mikro Reformasi Birokrasi yang dilaksanakan di lingkungan Sekretariat Jenderal MPR-RI, maka semuanya adalah penting, dan semuanya merupakan prioritas untuk dilaksanakan, agar program reformasi birokrasi di Sekretariat Jenderal MPR-RI memperoleh outcome yang baik.
Jika pelaksanaan reformasi birokrasi di lingkungan Sekretariat Jenderal MPR-RI ini diberikan penilaian dengan skala nilai 1-10, maka perolehan nilainya adalah 6, atau baru dalam taraf "cukup". Secara umum hal-hal yang sudah memperlihatkan kemajuan dari Sekretariat Jenderal MPR-RI ini adalah dalam hal penetapan "visi", dimana visi Sekretariat Jenderal MPR-RI sudah mengalami penyesuaian. Hal itu juga karena sudah berkali-kali para anggota MPR-RI "menggedor" dan mendesak pihak Sekretariat Jenderal MPR-RI untuk melakukan perubahan-perubahan.
Dari segi manajemen tatalaksana di Seketariat Jenderal MPR-RI, maka perolehan nilainya secara umum adalah masih "belum memadai". Terutama karena dalam hal pembagian tugas di antara para staf birokrasi di Sekretariat Jenderal MPR-RI masih tumpang tindih, bahkan terkadang orang yang diserahi tugas tidak sesuai dengan kapasitasnya.
Contoh, orang yang diserahi tugas keprotokolan terkadang tidak mempunyai kapasitas dalam bidang protokol, atau orang yang ditugasi kehumasan tapi tidak mempunyai kapasitas kehumasan, atau orang yang diserahi tugas monitoring tapi sebenarnya ia mempunyai kapasitas lebih di bidang lain, dan sebagainya. Kesemua itu menandakan bahwa manajemen tatalaksana di Sekretariat Jenderal MPR-RI masih belum optimal.
Struktur Organisasi Sekretariat Jenderal MPR-RI
Payung hukum keberadaan Sekretariat Jenderal MPR-RI, yakni Keputusan Presiden Nomor 49 Tahun 1999 yang diterbitkan sebelum Amandemen Undang-Undang Dasar, memang harus diperbarui. Dan hal itu juga dirasakan oleh para anggota MPR-RI, dimana sekarang ini dirasakan sudah tidak terdapat kesesuaian antara struktur organisasi MPR-RI dengan tugas-tugas lembaga MPR-RI yang baru.
Dalam rangka penyesuaian struktur organisasi Sekretariat Jenderal MPR-RI itu, maka yang perlu mendapatkan perhatian adalah, pertama, keprotokolan, karena yang dilayani oleh Sekretariat Jenderal MPR-RI ini adalah para anggota MPR-RI. Berbeda dengan Sekretariat Jenderal pada instansi-instansi lain, karena umumnya yang dilayani oleh mereka adalah masyarakat luas. Sehingga kalau protokol pada Sekretariat Jenderal MPR-RI tidak canggih dan tidak mampu, maka akan selalu mendapat "komplain" dari para anggota MPR-RI.
Kedua, kehumasan, dikarenakan masyarakat luas perlu mengetahui tentang bagaimana pelaksanaan tugas dan pekerjaan para anggota MPR-RI selama ini, termasuk apa saja program-program MPR-RI yang sudah dijalankan. Jika kehumasan Sekretariat Jenderal MPR-RI tidak canggih, maka lembaga MPR-RI ini hanya akan menjadi seperti "menara gading" saja, dimana MPR-RI merupakan lembaga tinggi negara yang lebih tinggi daripada lembaga-lembaga lainnya, akan tetapi tidak terlihat perannya oleh masyaakat luas. Sehingga Sekretariat Jenderal MPR-RI harus memahami tanggungjawabnya dalam mempublikasikan kegiatan-kegiatan Pimpinan MPR-RI dan kegiatan-kegiatan para anggota MPR-RI tersebut, dan bukannya hanya sekedar menjalankan proyek saja.
Ketiga, soal Kajian, dimana Sekretariat Jenderal MPR-RI ini harus memberikan support (dukungan) secara terus menerus baik kepada anggota MPR-RI maupun kepada Pimpinan MPR-RI, tentang perkembangan konstitusi, maupun perkembangan Undang-Undang. Pada kondisi sekarang ini para anggota MPR-RI agak mengalami kesulitan untuk meminta masukan-masukan dari Sekretariat Jenderal MPR-RI. Misalnya saja, para anggota MPR-RI selama ini tidak pernah mendapat masukan dari Sekretariat Jenderal MPR-RI tentang Undang-Undang mana yang bertentangan dengan konstitusi.
Persoalan supporting kajian-kajian, atau bahan-bahan materi dan substansi yang berkenaan dengan tugas-tugas MPR-RI itu haruslah selalu mendapatkan dukungan secara penuh dari Sekretariat Jenderal MPR-RI. Meskipun sekarang ini sudah dibentuk adanya Tim Kajian secara ad hoc, yang merupakan inisiatif bentukan para anggota MPR-RI, dengan para anggotanya kebanyakan pakar dari luar anggota MPR-RI, namun dukungan yang berasal dari Sekretariat Jenderal MPR-RI masih belum tampak berperan. Padahal Sekretariat Jenderal MPR-RI seharusnya penuh inisiatif untuk memberikan supporting yang cukup bagus tentang isu-isu kajian ini. Kajian di MPR-RI ini sebenarnya ada dua, yakni kajian secara intermal, dan supporting kajian dari eksternal/luar MPR-RI.
Saran dan Harapan Kedepan
Sekretariat Jenderal MPR-RI ke depan harus mempunyai visi ke depan, dan harus cerdas dalam melihat perkembangan dinamika tugas-tugas MPR-RI, seperti sekarang ini. Jangan sampai terjadi "badan"nya ada pada hari ini, tetapi "visi"nya ada tertinggal di belakang.
Banyak lembaga-lembaga negara lainnya yang tugasnya terbatas, tetapi karena Sekretariat Jenderalnya canggih, maka kemudian seakan-akan lembaga negara itu menjadi penting secara nasional. Sedangkan MPR-RI ini adalah lembaga negara yang penting secara nasional, tetapi banyak masyarakat luas yang tidak mengetahui betapa pentingnya peran lembaga MPR-RI ini. Keadaan seperti ini adalah merupakan tugas dan tanggungjawab Sekretariat Jenderal MPR-RI, dan bukan merupakan beban tugas atau tanggungjawab para anggota MPR-RI.
Jakarta, 31 Agustus 2015
Habsul Nurhadi.-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H