Mohon tunggu...
Habsul Nurhadi
Habsul Nurhadi Mohon Tunggu... Wartawan dan Konsultan -

Konsultan, mantan peneliti LP3ES Jakarta, mantan Tenaga Ahli Puskaji MPR-RI, yang juga Wartawan Kompeten Jenjang Utama Sertifikasi Dewan Pers 1513, tinggal di Kota Bekasi.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Problematika Kedaulatan Pangan Indonesia

20 November 2014   18:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:18 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Problematika Kedaulatan Pangan Indonesia

Oleh : Habsul Nurhadi

Kedaulatan pangan agaknya akan menjadi salah satu prioritas utama dari program pemerintahan Jokowi-JK selama lima tahun ke depan. Hal itu tercermin dalam pernyataan Jokowi pada beberapa kali kesempatan ketika mengungkapkan beberapa prioritas utama program pemerintahannya pada periode 2014-2019 mendatang.

Istilah kedaulatan pangan dan ketahanan pangan selama ini memang sering digunakan secara saling tumpang tindih dan dipahami dengan pengertian yang sama, padahal kedua istilah itu sesungguhnya mengandung perbedaan pengertian.

Eliot Coleman dalam bukunya Food Sovereignty (2009) mengatakan bahwa kedaulatan pangan adalah segala sesuatu yang erat kaitannya dengan upaya pemenuhan kebutuhan pangan pokok dalam negeri. Makna kedaulatan pangan tidak hanya mengenai kebutuhan pangan saja melainkan juga mencakup ketersediaan stok pangan dan kesinambungannya, ketidak-tergantungan terhadap impor pangan global, kedaulatan atas harga pasar pangan, dan kedaulatan atas pertimbangan daya beli masyarakat menengah ke bawah. Persoalan mengenai kedaulatan pangan juga akan terhubung dengan problematika kemiskinan, keamanan pangan, dan kecukupan gizi masyarakat.

Sementara itu, berdasarkan definisi Food and Agriculture Organization (FAO), ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan dan kemampuan seseorang untuk mengkasesnya. Sebuah rumah tangga dikatakan memiliki ketahanan pangan jika penghuninya tidak berada dalam kondisi kelaparan atau dihantui ancaman kelaparan. Sedangkan rumusan ketahanan pangan berdasarkan Undang-Undang Pangan Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan, adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.

Landasan Kebijakan Pangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Selain itu, ketentuan pada Pasal 33 ayat (4) menyatakan bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Ketentuan pada UUD itulah agaknya yang menjadi landasan bagi kebijakan pangan di Indonesia.

Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan diterbitkan dengan pertimbangan bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional. Selain itu, pangan yang aman, bermutu, bergizi, beragam, dan tersedia secara cukup merupakan prasyarat utama yang harus dipenuhi dalam upaya terselenggaranya suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan bagi kepentingan kesehatan serta makin berperan dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Pangan sebagai komoditas dagang juga memerlukan dukungan sistem perdagangan pangan yang jujur dan bertanggung jawab sehingga dapat tersedia pangan yang terjangkau oleh daya beli masyarakat serta dapat turut berperan dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional.

Dalam Undang-Undang Pangan tersebut ditentukan bahwa Pemerintah menyelenggarakan pengaturan, pembinaan, pengendalian dan pengawasan, sedangkan masyarakat menyelenggarakan proses produksi dan penyediaan, perdagangan, distribusi, serta berperan sebagai konsumen yang berhak memperoleh pangan yang cukup dalam jumlah dan mutu, aman, bergizi, beragam, merata, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat.

Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan, yang merupakan ketentuan pelaksanaan atas Undang-Undang Pangan, didasari pertimbangan bahwa ketahanan pangan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka membentuk manusia Indonesia yang berkualitas, mandiri, dan sejahtera melalui perwujudan ketersediaan pangan yang cukup, aman, bermutu, bergizi dan beragam serta tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia dan terjangkau oleh daya beli masyarakat.

PP 68/2002 telah mengatur beberapa tahapan langkah kebijakan, antara lain mencakup penyediaan pangan, pemerataan ketersediaan pangan, peningkatan ketahanan pangan, pengembangan sumberdaya manusia di bidang pangan, dan kerjasama internasional bidang pangan.

Dalam upaya penyediaan pangan, Pemerintah akan (1) mengembangkan sistem produksi pangan yang berbasis pada sumberdaya, kelembagaan, dan budaya lokal, (2) mengembangkan efisiensi sistem usaha pangan, (3) mengembangkan teknologi produksi pangan, (4) mengembangkan sarana dan prasarana produksi pangan, dan (5) mempertahankan dan mengembangkan lahan produktif.

Guna pemerataan ketersediaan pangan ke seluruh wilayah Indonesia sampai tingkat rumah tangga, Pemerintah akan (1) mengembangkan sistem distribusi pangan yang menjangkau seluruh wilayah secara efisien, (2) mempertahankan keamanan, mutu dan gizi pangan, dan (3) menjamin keamanan distribusi pangan.

Dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan, Pemerintah akan (1) melakukan diversifikasi/penganekaragaman pangan dengan memperhatikan sumberdaya, kelembagaan dan budaya lokal, (2) meningkatkan teknologi pengolahan dan produk pangan, dan (3) meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi aneka ragam pangan dengan gizi seimbang.

Guna mengembangkan sumberdaya manusia di bidang pangan, Pemerintah akan melakukannya dengan (1) pendidikan dan pelatihan di bidang pangan, (2) penyebar-luasan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pangan, dan (3) penyuluhan di bidang pangan. Sedangkan dalam rangka kerjasama internasional di bidang pangan, Pemerintah akan menjalin kerjasama dalam aspek (1) produksi, perdagangan, dan distribusi pangan, (2) cadangan pangan, (3) pencegahan dan penanggulangan masalah pangan, dan (4) riset dan teknologi pangan.

Potensi Pangan Indonesia

Indonesia mempunyai luas daratan sekitar 192 juta hektar, yang terdiri 69 juta hektar (35,4 persen) berupa kawasan hutan, dan 123 juta hektar (64,6 persen) kawasan budidaya. Dari kawasan budidaya itu terdapat potensi untuk budidaya pertanian seluas 101 juta hektar, namun lahan yang digarap untuk pertanian itu baru seluas 47 juta hektar saja, sehingga masih terdapat potensi perluasan lahan pertanian seluas 54 juta hektar, terdiri 50 juta hektar pada lahan iklim basah, dan 4 juta hektar pada lahan iklim kering. Potensi perluasan lahan pertanian yang seluas 54 juta hektar itu, jika dirinci lagi terdiri 36 juta hektar lahan kering untuk perkebunan tanaman pangan, 15 juta hektar untuk lahan sawah, dan 3 juta hektar untuk sabana areal peternakan.

Produktivitas hasil pertanian Indonesia sekarang ini ternyata relatif masih kecil. Sebagai misal, produktivitas padi sawah hanya sekitar 4,97 ton per hektar, padi ladang sekitar 2,43 ton per hektar, gula tebu sekitar 7 ton per hektar (padahal waktu zaman penjajahan Belanda mampu 12 ton per hektar), produktivitas jagung sekitar 3,08 ton per hektar, kedelai sekitar 1,24 ton per hektar, coklat sekitar 0,8 ton per hektar (padahal di Malaysia mampu sekitar 1,5 ton per hektar). Dengan demikian hasil pertanian di Indonesia ini masih perlu diupayakan untuk peningkatan produktivitasnya.

Malangnya lagi, bangsa Indonesia dewasa ini juga dilanda ketergantungan impor pangan dari luar negeri. Misalnya komoditi beras masih mengalami ketergantungan impor sebesar 5 persen dari kebutuhan nasional. Kebutuhan daging sapi juga masih 20 persen (sekitar 650 ribu ekor) diimpor, gula sebesar 37 persen (sekitar 1,3 juta ton), gandum 100 persen (sekitar 6,4 juta ton), bawang putih 90 persen, kedelai 63 persen (sekitar 1,7 juta ton), garam 55 persen (sekitar 1,5 juta ton), jagung 20 persen, kacang tanah 15 persen, dan susu sebesar 84 persen.

Padahal jika dikelola dengan baik dan benar, negara Indonesia ini mempunyai potensi sebagai produsen pangan dunia yang cukup menjanjikan. Potensi ekspor pangan dari Indonesia itu antara lain mencakup komoditi beras, gula tebu, teh, kopi, coklat, jagung, singkong/cassava, VCO, CPO, gula aren, sukun, lada putih, lada hitam, pala, minyak atsiri, casiavera, buah-buahan tropis seperti manggis, jambu mete, tepung sagu, karet.

Indonesia untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi pertambahan penduduk 1,3 persen per tahun perlu membuka areal pertanian baru sekitar 170 ribu hektar per tahun, terutama pada tepi sungai-sungai besar seperti Kapuas, Mahakam, Digul, Maro, Bihan, Musi, Kampar, dan lain-lain, sehingga memudahkan transportasi untuk pengangkutan hasil produksinya.

Program Kedaulatan Pangan

Dewasa ini terdapat dua sasaran pokok program kedaulatan pangan yang perlu diwujudkan oleh pemerintahan Jokowi-JK pada periode 2014-2019. Pertama, program swasembada untuk memenuhi kebutuhan pangan domestik bagi jumlah penduduk yang selalu bertambah. Kedua, mengingat potensi ketersediaan aneka pangan yang cukup besar di Indonesia, hendaknya potensi itu dapat dijadikan sebagai dasar bagi bangsa Indonesia untuk bertekad meningkatkan jumlah dan mutu produknya sehingga mampu berperan sebagai pemasok produk pangan tropis bagi pasar internasional.

Setidaknya, jangan sampai potensi jumlah penduduk Indonesia yang besar ini justru hanya jadi pasaran empuk bagi produk pangan impor. Untuk mewujudkan obsesi itu, diperlukan revolusi sikap mental bangsa Indonesia untuk lebih menyadari besarnya potensi kekuatan (strength) dan besarnya potensi peluang (opportunity) guna diberdayakan secara optimal, seraya tetap berupaya meminimalkan adanya potensi kelemahan (weakness) maupun potensi ancaman (threat) yang semakin menghadang Indonesia.

Bekasi, 13 September 2014

Penulis adalah Wartawan Kompeten Utama dari Dewan Pers, Anggota PWI Kota/Kabupaten Bekasi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun