Munas Bali versus Munas Ancol
Oleh : Habsul Nurhadi
(Pernah dimuat oleh Harian BEKASI EKSPRES NEWS, Bekasi, Rabu 10 Desember 2014, halaman 2)
Dalam kurun waktu hanya beberapa hari saja Partai Golkar menggelar dua kali acara Munas ke IX, yakni Munas versi Aburizal Bakrie di Nusa Dua, Bali, pada 30 November 2014 hingga 4 Desember 2014, dan Munas versi Presidium Penyelamat Partai Golkar di Ancol, Jakarta, pada 6-8 Desember 2014. Kedua kubu yang berseteru itu saling klaim bahwa Munas versinya adalah yang paling sah sehingga berhak mendapatkan legitimasi hukum dari pihak pemerintah.
Saling Gugat
Munas Bali selain melanggengkan duo kepemimpinan ARB sebagai Ketua Umum dan Akbar Tanjung sebagai Ketua Dewan Pertimbangan (Wantim), juga menegaskan posisi Partai Golkar sebagai partai penyeimbang pemerintah, dan menyatakan menolak Perppu Nomor 1 Tahun 2014 untuk dijadikan sebagai Undang-Undang. Rentetan ikutannya adalah akan membekukan kepengurusan DPD Partai Golkar tingkat Provinsi dan tingkat Kabupaten/Kota yang terbukti hadir pada acara Munas di Ancol, Jakarta, bahkan memecat para pimpinan dan aktivis Presidium Penyelamat Partai Golkar.
Sebaliknya Munas Partai Golkar di Ancol, Jakarta, selain menyatakan bahwa Munas di Bali adalah ilegal - sehingga kepemimpinan ARB dan Akbar Tanjung yang dihasilkannya adalah tidak sah, juga menyatakan posisi Partai Golkar adalah sebagai partai pendukung pemerintah. Meski ARB dan beberapa pengikutnya sudah mengancam akan memecat kader partai dan akan membekukan kepengurusan partai yang mendukung Munas di Ancol, namun ternyata terbukti banyak juga yang tetap hadir dalam acara Munas Ancol.
Kebanyakan yang hadir pada acara Munas di Ancol adalah mereka yang menghendaki para elite pimpinan Partai Golkar yang sedang saling berseteru ini agar saling bersatu untuk menyelamatkan Partai Golkar dari bahaya perpecahan dan keterpurukan lebih lanjut. Mereka kebanyakan menginginkan agar para elite pimpinan Partai Golkar itu tidak saling arogan dengan mudah mengancam pemecatan dan pembekuan, dengan tanpa bersedia mendengarkan suara aspirasi dari bawah demi kemajuan dan kejayaan Partai Golkar.
Nuansa Dendam Pribadi
Jika nuansa pecat-memecat ini benar dilakukan, bukan tidak mungkin yang terjadi kemudian Partai Golkar justru akan semakin terpuruk, lantaran para elite pimpinannya terkesan memendam rasa saling dendam antara satu dengan lainnya, sehingga para anggota di akar rumput yang justru akan menjadi korbannya.
Kita masih ingat betapa ARB pernah “mengejar” untuk berpasangan Pilpres dengan Jokowi, sehingga ARB sempat mau ikut “blusukan” dengan Jokowi di suatu pasar tradisional Jakarta. Namun ketika Jokowi kemudian ternyata lebih memilih berpasangan dengan JK, maka ARB tentu relatif kecewa. Apalagi ketika Surya Paloh - mantan pesaing ARB di Munas Partai Golkar terdahulu - menjadi pendukung utama Jokowi-JK, maka ARB sontak lebih memilih Prabowo-Hatta. Ditambah lagi, Akbar Tanjung sebagai Ketua Wantim Golkar agaknya menyetujui langkah ARB ini, manakala mengingat ia pada tahun 2004 juga pernah kecewa dengan JK sewaktu JK lebih memilih menjadi Wapresnya SBY daripada ikut konvensi Capres dari Partai Golkar.
Jika semangat sebagian dari 7 (tujuh) kelompok induk organisasi (KINO) pendiri Sekber Golkar, sebut saja kini menjadi Ormas Tri Karya melalui Ketua Umum Koperasi Serbaguna Gotong Royong (Kosgoro 1957) Agung Laksono, Ketua Presidium Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) Lawrence TP Siburian, dan Ketua Umum Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR) Priyo Budi Santoso - yang menyuarakan penyelamatan Partai Golkar melalui penyelenggaraan Munas Partai Golkar di Ancol, Jakarta - justru dianggap bertentangan dengan arus Partai Golkar, maka hal itu justru suatu ironi. Logikanya, sebagai pendiri Golkar, tentunya mereka tidak menginginkan jika masa depan Golkar justru semakin hancur.
Kita tunggu saja perkembangan dampak selanjutnya, antara hasil Munas Partai Golkar di Bali dengan hasil Munas Partai Golkar di Ancol, Jakarta. Apakah kedua kubu benar masih bisa diharapkan bersatu kembali, atau keduanya masih tetap akan pamer adu kekuatan yang tentunya akan saling melelahkan, karena akan saling menghabiskan energi sumber daya dan sumber dana.
Bekasi, 7 Desember 2014
Penulis adalah Wartawan Kompeten Utama Dewan Pers 1513, mantan Tenaga Ahli Puskaji MPR-RI 2009-2014.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H