Suara hujan menghantam seng, membuahkan suara bising yang memabukkan telinga. Hujan yang tiada hentinya membuat hampir semua orang berada dalam rumah sambil menyeruput kopi. Kecuali, anak-anak yang sangat sembringah menikmati guyuran hujan dari langit. Meraka terus berlari bersama teman-temannya dengan tidak lupa senyum yang merekah di bibir.
Percikan air dari kaki-kaki kecil mereka tambah membuat ramai hujan yang entah kapan akan berhenti ini. sebuah baskom yang berada diatas rumah panggung yang saya tumpangi ini semakin membuat ramai suasana. Percikannya airnya masuk dalam rumah melalui pintu rumah yang menganga lebar. Mebuat basah pintu serta lantai yang terbuat dari papan dalam radius 1 meter.
Derasnya hujan membuat baskom sudah terisipenuh hanya dalam waktu 5 menit saja. Sayapun memperhatikan bagian atas rumah yang telah dibuat sedemikian rupa untuk agar dapat menampung air hujan. Tidak lama kemudian, langkah kaki terdengar dari dalam rumah. Seorang perempuan dengan dua buah baskom ditangannya, bergegas menuju kedepan rumah untuk menampung air hujan. Tidak lama, perempuan itu mengambil sebuah gayung lalu memindahkan air yang ada dalam baskom ke embernya.
Embernya yang telah penuh itu dia angkat ke belakang rumahnya, dibelakang rumah itu tersedia puluhan jergen isi 20 liter. Dengan telatennya dia memindahkan setiap tetes air itu kedalam jergen. Jergen-jergen tersebut merupakan persediaan air tawar yang mereka gunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Pada saat hujan tidak datang menghampiri mereka lagi. Sehingga senyuman mereka merekah lebar seperti anak-anak kecil yang berlari-lari di tengah hujan sangat lebat.
Air yang mereka tampung itu nantinya digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Seperti memasak, mencuci, dan mandi. Itupun mereka menggunakannya sangat hemat. Misalnya mandi, mereka menggunakan air payau yang ada dalam sumur untuk membasahi tubuhnya terlebih dahulu. Kemudaian, menggunakan air satu ember untuk menyirami tubuhnya yang telah disabuninya. Kebiasaan ini sudah dilakukan semenjak mereka lahir .
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H