Mohon tunggu...
Habib Noor Diansah
Habib Noor Diansah Mohon Tunggu... tukang las -

hanya menulis untuk pengganti obat sakit kepala

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

PKH untuk Kehidupan yang Lebih Baik

10 Februari 2019   20:57 Diperbarui: 11 Februari 2019   19:11 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siang itu, di bawah teriknya matahari puluhan orang mengantri di depan sebuah bank. Bukan pemandangan yang aneh memang, tapi tidak seperti pada umumnya, yang biasanya pengantri di sebuah bank datang dari kalangan cukup elite, di pemandangan kali ini terlihat para lansia, ibu-ibu membawa bayinya, dan bahkan seorang bapak-bapak yang kakinya masih (blepotan lendut) juga ikut mengantri. Mereka tidaklah sedang ingin berinventasi. Yapp mereka sedang mencairkan uang dari program pemerintah yang bernama Program Keluarga Harapan (PKH).

Memang belakangan ini di lingkungan masyarakat kecil, sedang hangat-hangatnya membicarakan sebuah bentuk program dari pemerintah tentang kepedulian sosial. Program yang ditujukan kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RSTM), dan untuk Rumah Tangga Sederhana (RTS) berlaku ketentuan dan persyaratan.

Pergerakan dari pemerintah untuk mengurangi beban RSTM dan memutus rantai kemiskinan, sangatlah perlu diapresiasi. Pasalnya kemiskinan masih menjadi alasan terbesar untuk masalah kesehatan, pendidikan, dan berbagai bentuk tindakan kriminal. Masyarakat sendiri harusnya memberi dukungan total pada pemerintah untuk menyukseskan Program Keluarga Harapan (PKH), supaya tindakan nyata dari pemerintah ini bisa tepat sasaran, dan tercapai visi misinya.

Melihat visi dari PKH, yang bertujuhan memutus rantai kemiskinan, sepertinya bukan hal yang mudah. Rantai yang pada umumnya terbuat dari besi, memerlukan alat modern dan tenaga ahli agar rantai bisa cepat terpotong. Peran pemerintah tidaklah sampai hanya memberi uang tunai saja. Memastikan rantai benar-benar terpotong sepertinya harus menjadi rukun wajib bagi pemerintah agar visi PKH bisa tercapai. 

Melakukan survai sampai ke kalangan masyarakat penerima PKH harus gencar dilakukan. Pemerintah juga harus mencari data valid, apakah uang PKH yang diberikan benar-benar sampai ketangan RTSM, atau malah uang yang diberikan kepada penerima PKH disalah gunakan untuk memenuhi kebutuhan yang sifatnya lebih sekunder.

Walaupun sejatinya rakyat adalah bos dari buruhnya yang bernama pemerintah, tapi janganlah terlalu manja dan lebih bertanggung jawab. Khususnya masyarakat penerima PKH, harus bisa memanfaatkan uang dari PKH untuk kebutuhan pendidikan, kesehatan, dan imunisasi bayinya, karena itu semua adalah bagian dari proses untuk membangun Indonesia lebih maju. Jika pemerintah dan rakyat saling bersinergi untuk memutus rantai kemiskinan bersama-sama, visi dari PKH bukanlah khayalan semata.

Semoga saja pemerintah kedepannya tidak hanya memberi bantuan yang sifatnya materi saja di PKH. Kemiskinan terbentuk tidak hanya dari faktor garis keturunan saja. Pemikiran yang tidak (jangkep), dan kurangnya motivasi untuk menghadapi tantangan-tantangan dalam hidup, bisa mempengaruhi kemiskinan itu terjadi. Dalam hal ini peran pemerintah untuk memberi doktrin sejak dini kepada masyarakat tentang cara berpikir untuk mengubah derajat ekonomi, sangat dibutuhkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun