Fenomena bereuforia untuk melahirkan jurnal ilmiah di beberapa perguruan tinggi di Indonesia cukup mengalami peningkatan beberapa tahun belakangan ini. Dan telah menjadi pengetahuan umum untuk dosen bermitra dengan mahasiswanya dalam melahirkan sebuah jurnal. Namun terkadang gairah semangat ini tak seiring dengan evaluasi pembelajaran di ruang perkuliahan dan budaya literasi pada mahasiswa itu sendiri, yang mana contoh kecilnya dapat kita lihat pada fenomena mahasiswa yang selalu saja terpaku pada teks ketika persentasi pada saat proses perkuliahan berlangsung dan ditambah dengan makalah yang diproses dalam sistem kebut semalam.
Bahkan disamping itu, UNESCO sendiri pernah merilis sebuah data yang membuat kita ketika membacanya akan tersadar dengan minat baca masyarakat kita yang begitu rendah, yang mana isi dari data yang disampaikan UNESCO tersebut berisikan bahwasannya minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001 persen, artinya dari 1000 orang Indonesia cuma 1 orang yang rajin membaca. Disamping itu dalam riset yang berbeda yang berjudul "World's Most Literate Nations Ranked" yang dilakukan oleh Connectiut State University beberapa tahun kebelakang ini, menyebutkan bahwa Indonesia menempati peringkat ke 60 dari 61 negara soal minat membaca, berada di bawah Thailand yang menempati peringkat 59 dan di atas Botswana dengan menempati peringkat 61 negara di bagian Afrika bagian selatan.
Seharusnya civitas academica di perguruan tinggi harus lebih mendahulukan persoalan yang lebih utama terlebih dahulu, diantaranya cara mengatasi problematika mahasiswa terpaku pada text saat persentasi, dan adapun juga problematika mahasiswa searching jawaban atas pertanyaan dari audiens di ruang perkuliahan, mungkin bagi sebagian orang ini dianggap sebagai suatu hal yang remeh, tetapi jikalau kita tilik dan renungi secara seksama hal tersebut merupakan kecelakaan berfikir dalam ranah perkuliahan yang apabila diteruskan berlangsung akan membuat level SDM kita akan tergerus dan apabila persoalan ini tertangani dengan baik bukan tidak mungkin perguruan tinggi akan melahirkan karya ilmiah yang bermutu dan juga kaum intelektual dengan kapasitas dan juga rekam jejak yang mempuni tentunya, tapi hal itu tentu dimulai dengan budaya membaca dan pengaktifan ruang-ruang diskusi, masalah yang amat kompleks saat ini, banyak mahasiswa yang apatis terhadap hal-hal semacam itu, bahkan di sekitaran kampus saja kini, sangat asing dengan yang namanya ruang diskusi, mahasiswa terkadang lebih terlelap dalam persoalan percintaannya ketimbang urusan pengembangan keintelektualannya.
Jikalau hal di atas rasanya belum bisa dipenuhi, saya rasa kita tak perlu berangan-angan terlalu tinggi untuk berekspektasi terhadap dunia pendidikan di perguruan tinggi kedepannya terutama dalam pembuatan jurnal ilmiah yang terakreditasi sinta 1 hingga sinta 6 atau bahkan scopus sekalipun. Selain dari budaya membaca dapat menambah pengetahuan serta wawasan dengan membaca nantiknya juga akan mempengaruhi gaya bicara kita, tidak hanya gaya bicara, dengan membaca juga akan  menentukan gaya kepenulisan kita.
Kritik bagi tenaga pendidik (dosen) dan terutama rektor sebagai pucuk pimpinan di perguruan tinggi yang bertugas dalam mengatur penyelenggaraan pendidikan, harusnya tidak lagi hanya terfokus ataupun terkonsentrasi dan disibukkan terhadap karier dirinya masing-masing, yang selalu pindah dari simposium ke simposium lain, dari ruang seminar ke ruang seminar lain, tetapi lupa pada mahasiswa lingkup universitasnya. Mereka terkadang  lebih memilih menjadi primadona di kampus-kampus diluar dibanding tempatnya mengabdi dan mereka menjadi bintang di konsorsium dan seminar yang dilakoninya.Â
Lihatlah mahasiswa, mahasiswa butuh arahan serta petunjuk dalam suksesnya penyelenggaraan pendidikan, tak bisa serta merta mahasiswa dilepas begitu saja berjalan sendiri, dan baik atau buruknya perguruan tinggi tergantung mahasiswanya juga, apakah tenaga pendidik peka terhadap persoalan-persoalan yang telah diuraikan di atas, mari kita pertanyakan pada kampus kita masing-masing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H