Bandung -- Pembayaran parkir dengan sistem non-tunai kini telah mulai diuji coba di beberapa titik jalan di Kota Bandung. Kebijakan ini dikeluarkan oleh Dinas Perhubungan Kota Bandung sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam pengelolaan parkir. Salah satu tujuan utama penerapan sistem non-tunai ini adalah memudahkan masyarakat dalam melakukan pembayaran parkir, tanpa harus menggunakan uang tunai, sehingga transaksi menjadi lebih praktis, cepat, dan aman.
KotaPenerapan pembayaran non-tunai juga diharapkan dapat mengoptimalkan pendapatan dari retribusi parkir, mengurangi potensi kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD), dan memperbaiki tata kelola parkir di kota. Dengan sistem digital, setiap transaksi parkir akan tercatat secara otomatis, sehingga meminimalisir peluang terjadinya kecurangan dan memastikan pendapatan yang diperoleh dari parkir dapat terserap maksimal ke kas daerah.
Kebijakan ini juga sejalan dengan visi Kota Bandung untuk menjadi kota yang lebih modern dan smart city, di mana teknologi diintegrasikan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Dengan semakin banyaknya titik parkir yang mendukung pembayaran non-tunai, diharapkan masyarakat bisa lebih terbiasa dengan sistem ini, serta turut berkontribusi dalam mendukung transparansi dan akuntabilitas pengelolaan pendapatan daerah.
Dalam suatu kebijakan tentunya menuai pro kontra terkhusus bagi petugas parkir serta kalangan masyarakat setempat. Situasi ini turut mendapat komentar dari salah satu petugas parkir di Simpang Dago JL. Ir. H. Juanda. Menurut Parja sebagai juru parkir di titik tersebut merasa bahwa penggunaan Qris untuk pembayaran parkir dinilai kurang efektif. Alasannya karena beliau tidak terlalu memahami dalam penggunaan pembayaran secara non-tunai.
Pak Parja sendiri menjadi juru parkir hanya dijadikan pekerjaan sampingan dari pekerjaan utamanya. Pendapatan yang dihasilkan pun terhitung tidak banyak dan tidak menentu. "Kalau ditanya soal pendapatan disini tidak menentu" ucap Pak Parja. Kebetulan Pak Parja bekerja menjadi juru parkir dengan menggunakan sistem shift, sehingga beliau mulai bekerja dari pukul 14.00 siang hingga 19.00 malam. Hal tersebut yang menyebabkan kurangnya pemasukan dikarenakan waktu shift yang terbilang cukup sepi.
Dalam menerapkan kebijakan pembayaran menggunakan Qris tentunya memiliki kemudahan dan kekurangan dalam penggunaannya. Kelebihan yang diunggulkan ialah mengurangi transaksi secara tunai dan mudah pada saat melakukan pambayaran. Dibalik kemudahan tersebut pastinya ada kekurangan dalam penerapan pembayaran Qris. Seperti yang dirasakan oleh Pak parja, keterbatasan akses teknologi yang menjadi salah satu kekurangan sistem ini. Adaptasi pengguna juga menjadi alasan karena tidak semua masyarakat paham dan terbiasa dengan pembayaran sistem non-tunai. Hal ini memang perlu dipersiapkan secara matang, mengingat kondisi lapangan dan infrastruktur yang belum memadai.
Dengan dilakukan uji coba, nantinya perlu ada evaluasi terkait pelaksanaan serta menilai segala kekurangan yang terjadi dilapangan. Langkah yang harus dilakukan ketika akan menerapkan suatu kebijakan ialah edukasi ke masyarakat. Edukasi tersebut menjelaskan bagaimana perencanaan dan pelaksanaan suatu kebijakan serta manfaat yang diperoleh jika kebijakan itu diterapkan. Selain itu, penyediaan insentif dan pengadaan infrastruktur teknologi yang memadai sehingga membantu dalam pelaksanaan. Kemudian, diadakannya sosialisasi dan pelatihan untuk juru parkir yang sebagai pelaksana penerapan kebijakan pembayaran parkir menggunakan Qris.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H