Siapa yang tidak kenal dengan ChatGPT? Banyak sekali pelajar, guru, dokter, dan profesi lainnya yang sudah memanfaatkan kekuatan ChatGPT ini. Singkatnya, ChatGPT adalah sebuah chatbot yang berlandaskan kecerdasan buatan yang dibuat oleh OpenAI dan diluncurkan pada 30 November 2022. Cara menggunakan ChatGPT sendiri gampang sekali, seseorang dapat mengetik apa yang mereka ingin ketahui, dan kita harus menunggu beberapa saat untuk keluar sebuah jawaban dari ChatGPT. Ini dapat memudahkan seseorang untuk menyelesaikan suatu tugas dengan efektif dan efisien. Walaupun jawaban ChatGPT memiliki pola tertentu; yang membuat ia terlihat sekali seperti sebuah jawaban kecerdasan buatan, banyak situs web kecerdasan buatan lain yang dapat menyembunyikan identitas jawaban tersebut; yakni dengan mengubah beberapa kata namun, tidak mengubah makna kata tersebut (parafrase).
Namun, dengan seiring berkembangnya teknologi ini, banyak sekali orang yang mengatakan akan kehilangan pekerjaan mereka. Beberapa orang juga berpendapat bahwa kemajuan teknologi akan membuat diplomat-diplomat terancam. Ini dikarenakan tulisan para sarjana di awal tahum 2000-an mengenai Kementerian Luar Negeri, bahwasanya mereka adalah institusi yang menolak perubahan. Bagaimanapun juga, waktu telah membuktikan bahwa kritikus ini salah, dan bahkan diplomat dapat didefinisikan sebagai inovator digital. Alhasil, diplomat tidak ketinggalan zaman dengan kemajuan teknologi ini.
Sayangnya, ini tidak berlaku untuk kecerdasan buatan di ChatGPT. Khalayak mengatakan kekhawatiran mereka terhadap kecerdasan buatan ini, dimana ChatGPT saja terbukti dapat membuat kelulusan seseorang di fakultas hukum dan di sekolah kedokteran yang bergengsi sekalipun. Pengacara telah memperingatkan petisi yang dihasilkan dalam beberapa menit, sementara para legislator telah menyatakn keprihatinan atas undang-undang yang ditulis oleh sistem keceradasan buatan ini. Beberapa berita juga memfokuskan kekhawatiran dampak ChatGPT dalam diplomasi.
Dengan kecerdasan buatan yang marak dipakai khalayak, seharusnya tidak membuat seseorang untuk kehilangan pekerjaan mereka. Manusia adalah makhluk yang berevolusi, maka manusia juga harus berevolusi dengan adanya kecerdasan buatan ini. ChatGPT dapat memfasilitasi pekerjaan diplomasi, bukan mengambil alih pekerjaan tersebut. Contohnya saja, duta besar suatu negara dapat menggunakannya untuk menghasilkan siaran pers atau alamat PBB dengan cepat, atau Kementerian Luar Negeri dapat menggunakan ChatGPT untuk mengotomatiskan penyediaan bantuan konsuler.
Namun, dikarenakan chatbot kecerdasan buatan ini masih baru, perlu adanya beberapa eksperimen terkait efektivitas ChatGPT sendiri, khususnya bagi diplomat-diplomat. Mereka harus mengidentifikasi potensi resiko, lalu bekerja sama dengan perusahan kecerdasan buatan untuk meminimalisir resiko tersebut. Karena jika tidak dilakukan, maka hanya akan menambah tantangan bagi diplomat yang masih mencoba untuk mergulasi wadah media social. Hanya waktu yang akan mengubah segalanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H