Mohon tunggu...
Moh. Habibi
Moh. Habibi Mohon Tunggu... -

Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Twitter: @AbimHbb Instagram: habibiduk

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Melihat Jokowi dari Papua

20 Oktober 2014   21:49 Diperbarui: 13 April 2018   20:02 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

*tulisan lama 'pindahan' dari kompasiana. ini tentang bagaimana aku "mengenal" sosok Jokowi, sebatas opini pribadi.

Siapa sih yang tidak kenal Jokowi?

Pertama aku mengenal seseorang bernama Joko Widodo itu di Wamena, Papua. Tinggal di daerah dengan media komunikasi yang terbatas, membuat penyebaran informasi sering terhambat. Keberadaan surat kabar di wilayah Pegunungan Tengah juga masih kurang efektif, disamping harganya yang "tidak biasa" (hargakoran eceran di wamena pada tahun 2012-2014 = 15 hingga 20 ribu, selama disana, aku membelinya hanya 3 kali saja. itu pun kalau lagi turun ke kota :D ), koran yang dikirim dari Jayapura juga kurang menyediakan informasi yang dibutuhkan di sana. Untungnya, di tempat aku tinggal,  tepatnya di sebuah kampung di kaki bukit yang jaraknya tak terlalu jauh dari kota Wamena, tersedia televisi yang memudahkan untuk mengetahui berbagai informasi terkini dari daerah lainnya di negeri ini. Meski harus rajin mengubah posisi parabola untuk mendapatkan frekuensi tayangan yang hanya dapat 3 channel  saja, bagiku sudah lumayan dapat hiburan.

Salah satu yang menarik perhatian, adalah informasi mengenai Pemilihan Gubernur DKI 2012 yang lalu. Meski secara jarak sangat jauh dengan Jakarta, tapi  informasi mengenai Pilgub disana yang sering aku ikuti menjadi terasa dekat sekali. Aku menjadi "kenal" Jokowi, mantan wali kota Solo yang mencalonkan diri sebagai gubernur DKI. Berbagai iklan kampanye beliau menampilkan sosok yang beda dari biasanya. Semakin lama, pengenalan mengenai dirinya semakin terasa. Waktu berlalu, rupanya beliau berhasil menjadi DKI 1. Tentu saja semakin banyak berita mengenai sosoknya, mulai dari kegiatan kesehariannya, kehidupannya, hingga hobinya yang aku rasa mampu mempopulerkan sebuah kata baru waktu itu, yaitu blusukan. Sosoknya yang terlihat sederhana semakin sering memenuhi layar kaca, berbagai kegiatan yang dilakukannya pun menjadi berita. Banyak sekali ulasan mengenai Jokowi, menjadikannya sebagai gubernur yang sepertinya tidak hanya dimiliki warga DKI, bahkan di beberapa lokasi, orang-orang lebih mengenalnya dari pada gubernurnya sendiri.

Saat menjabat sebagai gubernur, televisi menyuguhkan tayangan tak hanya banjir di DKI, tapi juga banjir informasi mengenai bapak Jokowi. Berbagai sorot kamera menampilkan momen-momen bapak Jokowi yang terjun langsung, menerobos banjir, menaiki gerobak, membiarkan dirinya disentuh sampah dan lumpur. Wah, dorang bapa gubernur andalan. Hingga di kemudian hari, kehebohan baru pun dimulai, Jokowi mencalonkan diri sebagai presiden RI. Tentu saja, pemberitaan mengenai sosoknya seperti semakin tanpa jeda.

Ada salah satu hal menarik yang aku rasakan mengenai pencalonan ini, bagi sebagian masyarakat di Wamena atau mungkin di daerah lainnya di Papua, Jokowi sudah dikenal sebagai “presiden” jauh-jauh hari sebelum beliau memenangkan pemilihan, bahkan saat beliau masih baru menjabat sebagai gubernur DKI. Tidak jarang aku mendengar obrolan orang-orang mengenai sosok Jokowi. Bahkan dalam suatu kesempatan saat aku bersama anak didik dalam kelas, sebelum pelajaran dimulai, seperti biasa saya membukanya dengan memberikan beberapa pertanyaan pengantar. Saat aku menanyakan “Siapa presiden Indonesia sekarang?”, beragam  jawaban aku dapatkan. Ada yang malu-malu menyebut nama artis yang  sering kami tonton selepas jam belajar malam, ada yang menjawab Susilo  Bang Bang, SBY, atau Yudoyono saja. Aku tahu, mereka agak kesulitan untuk menyebut nama lengkap nama presiden Susilo Bambang Yudhoyono  secara lengkap waktu itu. Dan yang “lucu”, tidak sedikit dari mereka  yang menjawab Joko, Jokowi, Joko Widodo. Tentu saja, aku tersenyum aneh medengarnya. Meskipun bagiku, jawaban anak-anak  itu sah-sah saja. Aku paham kenapa mereka bisa menjawab seperti itu. Karena sosok  Jokowilah yang selalu kami lihat, dan namanya selalu kami dengar berulangkali di layar televisi, hampir tiap hari.

Menonton televisi memang menjadi salah satu alternaif hiburan, karena bentang alam Jayawijaya sudah terlalu sering menampilkan keindahannya, hehe. Biasanya, saat waktu luang dan tidak ada kegiatan, aku menonton tv bersama anak-anak, sambil menjelaskan kepada mereka berbagai hal yang mereka baru mengetahuinya lewat layar kaca. Seperti laut, kereta api, pohon kelapa, Jawa, Jakarta, Monas, dan lainnya. Perberbedaan waktu mengenai jam tayang acara nasional yang mengikuti WIB, tidak berpengaruh pada perkenalan kami dengan Jokowi di daerah WIT. Karena hampir di setiap hari, Jokowi selalu "menemani kami". Tidak hanya saat program berita, saat beliau tiba-tiba muncul di pasar atau dimana, bahkan acara infotainment yang biasanya dipenuhi berbagai gosip para selebriti, direbut oleh Jokowi. Lihat saja, seorang gubernur yang biasanya dikenal sulit dijangkau masyarakat biasa, kini ia hadir dengan gaya berbeda. Ia membawa warna dan kesan baru, menjadi sosok gubernur yang istimewa, lain dari biasanya. Ia ikut berdesakan di pasar-pasar tradisional, menyapa warga di gang-gang, turun langsung memperbaiki ini-itu, dan pekerjaan lain yang membuat orang yang menontonnya saja menjadi "terpesona".

Aku tak terlalu mengerti bagaimana personal branding politisi, tapi peran media aku rasa memang begitu besar dalam melambungkan nama Jokowi, mulai dari awal-awal pencalonan gubernur DKI, hingga pencalonan presiden RI. Jokowi mejadi kesayangan yang tak habis pemberitaan. Dan apa yang aku rasakan di Papua, Jokowi dikenal oleh hampir semua kalangan. Tua-muda, hingga anak kecil begitu lancar menyebutkan kata Jo-ko-wi, saat melihat sosok beliau muncul di layar televisi. Aku rasa hal ini semacam keinginan besar untuk  mempunyai pemimpin yang mau dan mampu "menyentuh" langsung  rakyatnya, beliau seperti membangkitkan harapan baru waktu itu. Ini mungkin salah satu efeknya, aku rasa beliau sudah mempunyai ruang tersendiri di hati sebagian masyarakat di Papua. Tidak mengherankan bila saat pilpres kemarin, sebagian besar masyarakat di Papua menyumbangkan suara untuk kemenangannya. Kepercayaan para bapa dan mama-mama itu sebagai harapan, agar beliau juga "mengurus" Papua dengan penuh cinta, seperti saat blusukan di gang-gang sempit dan kotor di Jakarta.

Dan hari ini, Joko Widodo dilantik sebagai presiden NKRI. Terlepas dari gaya komunikasi politik serta berbagai pemberitaan media mengenai dirinya, sebagai presiden terpilih, semoga beliau menjadi presiden yang benar-benar mengabdi untuk bangsa dan negara, bekerja untuk kesejahteraan ratusan juta rakyat Indonesia. Selalu "merakyat" dengan kebijakan yang memang untuk kebaikan rakyat. Semoga juga bisa mewujudkan harapan besar masyarakat di Papua, yang meski mengenalnya dari jauh, namun kesederhanaannya sudah membuat banyak orang tersentuh. Semoga bapak Jokowi dan Jusuf Kalla terus berkarya nyata dalam beberapa tahun kedepan, menjadikan Indonesia sebagai negara yang sejahtera dan berkemajuan.

Bapa Jokowi, nayak. Wa wa wa wa

20-Oktober-2014

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun