“Kami menyebutnya ini bulan Gus Dur”. Celetus wartawan usia ingusan ini memang cukup beralasan melihat kesibukannya berceloteh apa saja tentang GD - laku di pasaran. Entah itu humornya, humanisnya, pluralisnya atau kebenaran ramalan-ramalannya yang membuat kening Dedy Combuzer berkerut, sebut saja bakal menjabatnya Sutarman sebagai Polri, saking senengnya “untung Gus Dur tidak bilang saya presiden” akunya. Terserah tafsir pembaca, untungnya atau sayangnya.
Selain Sutarman, etnis Tioghoa juga merasakan bukan hanya kecipratan, tapi guyuran keberkahan atas kebijakan GD semasa menjabat Presiden melalui Inpres No. 6/2000 dan mencabut Inpres No. 14/1967 tentang Agama, Kepercayaan dan Adat Istiadat Cina. Kecintaan menggila entis Tioghoa ini hingga berharap GD berkenan mampir kesurganya tidaklah berlebihan. Maklum Inpres tersebut mengakhiri larangan merayakan Imlek didepan umum yang sudah berlangsung sejak tahun 1968 hingga 1999. Makanya dalam sejumlah kesempatan haul GD di kelenteng, tak lupa Dewan Pembina mengingatkan kepada jamaahnya “kalau minum air jangan lupa sumbernya”, barangkali ini mungkin tampak bernada sedikit kecewa atas sedikitnya etnis Tioghoa yang menghadiri haul GD di kelenteng.
Tentang “haul” tampaknya mulai akrab ditelinga masyarakat meski tak pernah mempersoalkan asal usul kata tersebut. Haul yang diserap dari bahasa Arab berarti satu tahun atau setahun. Dalam literatur fiqih, kata haul akan banyak dijumpai dalam bab zakat tentang wajibnya mengeluarkan zakat hewan ternak, emas, perak, hasil pertanian hingga barang dagangan ketika sudah mencapai haul atau setahun. Dari sini tampaknya ada keserasian antara haul dalam syarat wajib zakat harta dengan haul memperingati wafatnya seseorang yang ditokohkan masyarakat, karena kenyataannya dilakukan dalam setahun sekali.
Terlepas dari fatwa ngawur atas kesesatan meng-haul-i seseorang dalam perspektif agama, sejenak mari kita membelalakkan mata tujuan pengadaan haul, yakni dalam rangka mengenang jasa dan perjuangan para tokoh terhadap Agama, Nusa dan Bangsa. Haul sama halnya mengheningkan cipta dalam upacara, mengenang jasa pahlawan kemudian berdo’a untuknya - dan GD layak dikenang dan dikirimi do’a, mengingat orang yang sudah mati mudah untuk dilupa.
Tampaknya masyarakat Indonesia hingga pelosok nusantara sadar betul tentang keharusan haul GD ini. Meraka berbondong-bondong mengadakan haul atas nama komunitas, lembaga, suku hingga lintas agama. Caranya pun berbeda-beda. Mulai dari diskusi, bedah buku, orasi ilmiah, Tahlil, tanam pohon, pewayangan hingga jalan sehat. Sayang, terkadang spirit pengadaan haul GD tidak setulus yang dipandang melainkan mengejar proyek semata. Entahlah, apakah ini karena ditafsiri sebagai keberkahan meng-haul-i GD.
Jum’at, 3 Januari 2014 adalah puncak haul GD yang digelar tepat di pemakamannya. Makam berlokasi di Pondok Pesantren Tebuireng ini, memang punya daya tarik sendiri, terutama bagi civitas akademik. Berbagai seminar berskala Lokal, Nasional hingga Internasional menjadi pemandangan biasa. Tak lupa, pembekalan skill rutin diselenggarakan bagi santri dan warga. Tebuireng pun kerap menjadi sasaran studi banding mulai dari lembaga pendidikan sekolah, perguruan hingga majlis pengajian guna menggali lebih jauh tentang Tebuireng.
Tak puas sampai disitu, Lembaga ini pun tiap tahunnya harus menolak ratusan calon santri dengan alasan quota. Belum lagi peziarah yang tiap harinya mencapai ribuan bahkan dihari jum’at, sabtu, minggu dan hari libur lainya bisa mencapai enam hingga tujuh ribu. Tebuireng pun menjadi “Pos” strategis penyampai pesan untuk dibawa pulang peziarah sebagai oleh-oleh. Para politisi pun ancang-ancang ambil bagian.
Haul GD ke-4 ini dihadiri oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono. Persiapan penyambutan tidak main-main. Mulai penyisiran jalan hingga ribuan aparat keamanan, mulai dari Tentara, Polisi hingga Banser dan Linmas turut mengkondisikan demi kelancaran acara. Satu sisi orang memandang kehadiran SBY hanya politik semata. Maklum tahun 2014 benar-benar puncak tahun politik, apalagi haul GD sebelumnya tak pernah di hadiri SBY. Demokrat yang sudah kasep disimbolkan dengan kefigurannya tampak mulai kegetiran menghadapi pertarungan politik 2014. SBY pun dituntut untuk istiqamah blusukan. Orang awam tak mau ambil tahu tentang desas-desus ini, apalagi hanya disuarakan aktivis kencuran pesanan lawan politik.
Moment haul GD memang serat politik yang jauh-jauh hari disadari betul oleh para politikus. Sejumlah Caleg pun tak segan-segan memperkenalkan diri kepada masyarakat dengan mengklaim sebagai “penerus perjuangan GD”. Tak ketinggalan Gambar GD dengan skala besar tampak mendampingi caleg, meski masih dipertanyakan; penerus perjuangan yang seperti apa ?.
Tiga warisan Ideologi Gus Dur
Mengutip catatan Mahfud MD, sekurang-kurangnya ideologi GD mencakup tiga hal: Pluralisme, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Dalam pandangan tersebut, ditekankan bahwa Indonesia berdiri sebagai negara kebangsaan yang terdiri atas berbagai ikatan primordial yang harus diberi hak dan diperlakukan secara sama. Tidak boleh adanya diskriminasi apalagi berdasarkan minoritas dan mayoritas.
Tentang Demokrasi, sikap demokratis GD dapat dibaca melalui gerakannya tentang pluralisme, inklusivitas, dan kesetaraan masyarakat yang gencar dilakukan melalui berbagai forum dan lembaga.
Dan yang terakhir adalah soal Hak Asasi Manusia (HAM). Puncak komitmen GD tentang HAM tampak dengan dibentuknya Kementerian HAM semasa menjabat sebagai Presiden. Tak hanya itu, GD pun membubarkan Bakorstranas yang memiliki kewenangan luas dan berpeluangan menindas. GD juga menghapus Penelitian Khusus (Litsus) yang menakuti pegawai negeri agar tidak kritis. Selanjutnya mengeluarkan Inpres 6/2000 dan mencabut Inpres 14/1967 yang mengakhiri diskriminasi terhadap etnis Tioghoa. Hebatnya, perjuangan GD ini sudah di cicil puluhan tahun jauh sebelum pamornya diperhitungkan lawan politik.
Perjuangan GD harus segera diwarisi, dipelihara dan diperjuangkan setulus hati oleh semua masyarakat Indonesia terutama para pengendali Negara dan bukan hanya simbol semata. Jika ini kenyataannya, maka klaim “sebagai penerus perjuangan GD” perlu di pertanyakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H