Mohon tunggu...
habib umarm
habib umarm Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

mahasiswa uin maulana malik ibrahim malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perkembangan Anak melalui Teori Bermain Klasik dan Teori Bermain Modern

3 Desember 2024   15:30 Diperbarui: 3 Desember 2024   15:37 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

               Pernahkah Anda memperhatikan betapa asyiknya anak-anak bermain? Bagi mereka, bermain bukan sekadar kegiatan mengisi waktu luang, melainkan cara mereka belajar dan memahami dunia. Melalui bermain, anak-anak mengembangkan berbagai keterampilan, mulai dari motorik hingga sosial-emosional. Apa sih Bermain itu?  Bermain merupakan kegiatan yang dilakukan untuk kepentingan diri sendiri, dilakukan dengan cara-cara menyenangkan, tidak diorientasikan pada hasil akhir, fleksibel, aktif, dan positif. Hal ini berarti, bermain bukanlah kegiatan yang dilakukan demi menyenangkan orang lain, tetapi semata-mata karena keinginan dari diri sendiri.[1] Menurut Hurlock (1997) Bermain juga dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan demi kesenangan dan tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Kegiatan tersebut dilakukan secara suka rela, tanpa paksaan atau tekanan dari pihak luar.[2] Dapat disimpulkan dari beberapa pendapat diatas bahwa Bermain merupakan proses pembelajaran yang melibatkan pikiran, persepsi, konsep, kemahiran perat dan fisik. Selain itu bermain juga dikaitkan dengan ganjaran instrinsik dan kegembiraan. Dengan demikian bermain merupakan aktivitas yang natural bagi anak-anak yang memberi peluang kepada mereka untuk mencipta, menjelajah dan mengenal dunia mereka sendiri.

 

               Bermain sendiri memiliki jenis bermain yaitu teori bermain klasik dan teori bermain modern dengan tahapan perkembangan yang bereda beda. Teori bermain klasik. Teori Klasik: Teori ini muncul pada abad ke-19 dan awal abad ke-20. Para ahli pada masa itu lebih fokus pada aspek biologis dan psikologis dari bermain. Contohnya, teori surplus energi yang menyatakan bahwa bermain adalah cara anak membakar kelebihan energi. Teori Modern: Teori ini muncul setelah Perang Dunia II. Para ahli pada masa ini lebih menekankan pada aspek sosial dan kognitif dari bermain. Contohnya, teori kognitif Piaget yang menyatakan bahwa bermain adalah cara anak membangun pemahaman tentang dunia.[3]

 

Perkembangan anak melalui bermain dapat dibagi menjadi beberapa tahap, sesuai dengan teori perkembangan kognitif Piaget yang cukup populer:

 

  1. Tahap Sensori-Motor (0-2 tahun): Pada tahap ini, anak belajar tentang dunia melalui indera dan gerakan fisik. Contoh permainan: Menjelajahi benda-benda di sekitarnya, memasukkan benda ke dalam wadah, bermain petak umpet sederhana.
  2. Tahap Pra-Operasional (2-7 tahun): Anak mulai menggunakan simbol dan bahasa untuk mewakili dunia. Contoh permainan: Bermain peran (misalnya, dokter-dokteran), bermain dengan boneka, menggambar. 
  3. Tahap Operasional Konkrit (7-11 tahun): Anak mulai berpikir logis tentang objek konkret. Contoh permainan: Bermain permainan papan, melakukan eksperimen sederhana, mengumpulkan koleksi.
  4. Tahap Operasional Formal (11 tahun ke atas): Anak mampu berpikir abstrak dan hipotesis.Contoh permainan: Bermain catur, memecahkan teka-teki, berdiskusi tentang masalah sosial.[4]

 

Peran Bermain dalam Perkembangan Anak

 

Bermain memiliki peran yang sangat penting dalam berbagai aspek perkembangan anak, antara lain:

 

  • Perkembangan kognitif: Melalui bermain, anak mengembangkan kemampuan berpikir, memecahkan masalah, dan kreativitas.
  •  
  • Perkembangan sosial-emosional: Bermain membantu anak belajar berinteraksi dengan orang lain, berbagi, berkolaborasi, dan mengelola emosi.
  •  
  • Perkembangan bahasa: Bermain peran dan bercerita membantu anak mengembangkan kosakata dan kemampuan berkomunikasi.
  •  
  • Perkembangan fisik: Bermain aktif membantu anak mengembangkan kekuatan, koordinasi, dan keseimbangan.[5]  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun