Dunia pendidikan berorieentasi pada masa depan. Para pendidik di Indonesa sudah sepatutnya untuk mengetahui atau memprediksi apa yang akan dibutuhkan bagi peserta didik di masa depan ketika sudah memasuki dunia profesi atau dunia kerja. Sejak tahun 2000 setiap 3 tahun sekali Indonesia dan berbagai Negara lain selalu mengikuti tes PISA.
PISA merupakan singkatan dari Program for International Student Assessment yang merupakan suatu penilaian secara international terhadap ketrampilan dan kemampuan peserta didik yang berkisar usia 15 tahun (Shiel et al, 2007). Studi PISA dilaksanakan oleh OECD (Organisation for Economic Co-operation & Development) dan Unesco Institute for Statistics untuk mengukur kemampuan peserta didik pada akhir usia wajib belajar untuk mengetahui mengenai kesiapan mereka dalam menghadapi tantangan knowledge society pada zaman ini dan zaman yang akan datang.
PISA melakukan penilaian yang berorientasi kepada masa depan, yaitu menguji kemampuan anak muda itu untuk menggunakan keterampilan dan pengetahuan mereka dalam menghadapi tantangan kehidupan nyata, yang artinya tidak semata-mata mengukur kemampuan yang dicantumkan dalam kurikulum sekolah. Tes PISA terakhir dilakukan di tahun 2018 dan tempo hari OECD baru saja mempublikasikan hasil skor PISA. Indonesia berada pada peringkat ke 72 dari 78 negara, yang artinya Indonesia berada pada 10 besar terbawah.
Bagaimana peserta didik siap dalam menghadapi kehidupan nyata? Terdapat 3 pertanyaan permasalahan pendidikan yang berkaitan mengenai pengelolaan dalam peningkatan system pendidikan.
Yang pertama, Apakah peserta didik dapat menghadapi tantangan di masa depan ketika semua pekerjaan sudah berubah akan muncul robot dan sebagainya yang dipelakukan sebagai pekerja?. Kedua, apakah peserta didik dapat melakukan analisis dan penalaran logika yang baik ketika selesai atau lulus dari masa studinya?. Ketiga, Apakah peserta didik dapat memiliki kapasitas untuk belajar terus menerus selama hidup mereka setelah lulus dari masa studinya?
Ada 3 hal yang perlu ditekankan dalam sistem pendidikan yang telah terangkum dalam aspek penilaian PISA. Terdapat 3 aspek dalam penilaian PISA yang diukur untuk menjawab 3 pertanyaan permasalahan pendidikan tadi. 3 hal tersebut adalah :
- Reading (berfungsi untuk belajar)
- Matematika dan logika (berfungsi untuk berfikir)
- Literasi Sains (Berfungsi untuk memproses hal-hal baru)
Permasalahan terbesar dalam sistem pendidikan di Indonesia adalah banyak sekali masyarakat Indonesia yang sudah lulus masa kuliahnya atau selesai tingkatan pendidikan tertinggi, tetapi tidak sesui dengan skill yang dibutuhkan industri pekerjaan yang menyebabkan banyak sekali pengangguran. Padahal disisi lain industri sangat berkembang cepat dan banyak skill baru yang dituhkan, tetapi tenaga kerja yang sudah menyelesaikan masa studi tidak mendapatkan pelajaran tentang skill-skill yang dibutuhkan oleh industri.
Sebuah negara diperlukan memiliki skor PISA yang tiggi agar bisa beradaptasi dengan pekerjaan dan tantangan baru yang akan dihadapi. Jika skor pisa di sebuah negara rendah, maka bias dikatakan bahwa lulus dari pendidikan formal di suatu negara tidak menjamin dalam membantu peserta didik dalam kesiapan menjalani hidup dengan baik setelah mereka lulus. Jika ditinjau kembali hasil PISA negara Indonesia mendudukui peringkat 10 besar terendah.
Maka, dalam hal ini berartikan bahwa peserta didik di Indonesia kurang dipersiapkan untuk masuk di dunia pekerjaan atau industri serta berkontribusi ke masyarakat. Sehingga di Indonesia juga memiliki anka pengangguran yang cukup tinggi. Hal ini menjadi permasalahan yang besar. Salah satu penanggulannya adalah perbaikan system pendidikan di Indonesia.
Dalam bukunya yang berjudul Filsafat Pendidikan: The Choice Is Yours, Kristiawan (2016) berpendapat bahwa Filsafat pendidikan merupakan filsafat yang digunakan dalam studi mengenai masalah-masalah pendidikan. Filsafat akan menentukan "mau dibawa kemana" peserta didik kita.
Filsafat merupakan perangkat nilai-nilai yang melandasi dan membimbing ke arah pencapaian tujuan pendidikan. Oleh sebab itu, filsafat yang dipakai oleh suatu bangsa atau kelompok masyarakat tertentu atau oleh perorangan (dalam hal ini Dosen/Guru) akan sangat mempengaruhi tujuan pendidikan yang ingin dicapai.