Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Nadiem Makariem, mengumumkan bahwasanya ketentuan skripsi sebagai syarat  kelulusan mahasiswa S1, dihapus. Lalu, apa lantas hal ini membuat mahasiswa bebas sebebas-bebasnya?
Nyatanya tidak. Kita tetap harus menjalani syarat kelulusan, tapi dalam bentuk lain.
Dilansir dari laman Tirto.id, kompetensi lulusan program studi pada program sarjana (S1) dapat dilakukan melalui pemberian tugas akhir yang dapat berbentuk skripsi, prototipe, proyek, atau bentuk tugas akhir lainnya yang sejenis baik secara individu maupun berkelompok.
Ini sama saja ibaratnya ketika kita bebas tugas di mata kuliah tertentu, tapi tetap harus melakukan beberapa hal sebagai penggantinya. Jadi ya, kita tetap sama-sama melaksanakan tugas.
Namun, bukan berarti saya enggan dengan keputusan tersebut. Justru, saya sebagai mahasiswa mendukung hal ini. Setidaknya, setiap mahasiswa tidak lagi harus menulis skripsi untuk lulus. Semua mahasiswa tidak disamaratakan untuk sama-sama bisa menulis ratusan halaman banyaknya untuk mencapai 'kelulusan', seperti halnya semua siswa disamaratakan untuk bisa sama-sama mengerjakan Ujian Nasional (UN) di jenjang SD-SMA yang juga dihapus di tahun 2020 lalu.
Dengan dihapuskannya keharusan skripsi sebagai tugas akhir, mahasiswa bisa melakukan proyek di mana mereka bisa bebas memilih proyek apa yang akan dikerjakan. Tentu, yang masih berkaitan dengan bidangnya masing-masing. Mungkin hal ini semacam tugas praktik yang dijadikan tugas akhir nantinya. Ya semoga saja, hal ini memang berdampak baik bagi banyak pihak. Baik bagi mahasiswa, dosen, orang tua, dan masa depan Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H