Mohon tunggu...
Aa Habib Baihaqi
Aa Habib Baihaqi Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Presiden BEM KEMA FPIK Universitas Padjadjaran Priode 2013-2014\r\n[Bandung-Jawa barat]

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menuju Poros Maritim Dunia: Antara Solusi dan Ilusi

30 September 2014   07:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:58 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1412011612429380666

MENUJU POROS MARITIM DUNIA: ANTARA SOLUSI DAN ILUSI

Oleh: Aa Habib Baihaqi

(Presiden BEM Kema FPIK Unpad Kabinet Estuaria)

Kedua sosok negarawan ini berjalan dengan penuh kesederhanaan dan rasa percaya diri. Sesekali beliau berdua melambaikan tangan dan melempar senyum kepada setiap elemen masyarakat yang hadir. Sangat berbeda dengan para pendahulunya, Pelabuhan Sunda Kelapa menjadi tempat bersejarah yang beliau pilih.Di atas Kapal Layar Mesin (KLM) Hati Buana Setia di Dermaga IX ini, Presiden terpilih Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan pidato kemenangannya dalam pemilihan presiden ke-7 Republik Indonesia. Adapun tempat ini dipilih sebagai bentuk kesadaran dan komitmen presiden atasmisinya dalam mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Berbicara negara maritim tidak bisa lepas dari sejarah kejayaan beberapa kerajaan di Indonesia. Seperti yang kita ketahui dari abad ketujuh sampai abad ke-13 berdiri kerajaan Majapahit dan Sriwijaya yang merupakan kerajaan maritim terbesar di dunia. Kedua kerajaan ini memiliki pengaruh yang sangat besar dan menguasai wilayah serta perekonomian di daerah nusantara maupun beberapa negara tetangga. Dengan konsep sea power, Majapahit dan Sriwijaya mampu mendayagunakan kekuatan laut menjadi aset strategis dalam mengawal arah perdagangan dunia.Adapun beberapa faktor pendukung keberhasilan kerajaaan tersebut adalah selain faktor geografis yang mana terletak diantara dua samudera dan dua benua, kerajaan ini juga memiliki kekuatan dan armada perang yang handal serta sumber daya laut yang sangat melimpah.

Indonesia sebagai negara yang memiliki prasarat sebagai negara besar memiliki sumber daya alam yang sangat luar biasa. Dengan luas perairan tiga per empat dibanding luas daratannya (75%) serta didukung sekitar 17.504 pulau yang tersebar dari ujung Sabang sampai Merauke dan dari ujung Miangas sampai Rote menjadikan Indonesia menjadi negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia. Selain itu Indonesia juga memiliki garis pantai terpanjang ke dua di dunia (95.181km), 30 persen geothermal dunia, keanekaragaman dan endemisme ke dua di dunia serta memiliki ekosistem terumbu karang terkaya dan terindah di dunia.

Melihat potensi di atas seharusnya bangsa ini sudah mampu memimpin dunia dan menjadi negara yang maju. Namun, kenyataanya tidak demikian hingga hari ini Indonesia belum mampu memanfaatkan sumber daya alamnya dengan baik, garam kita masih impor, terjadi illegal fishing, pertambangan dan energi kita dikuasai asing serta terjadi kemuduran dan kerusakan ekosistem. Belum lagi hingga akhir tahun 2014 ini hampir seluruh nelayan di Indonesia masih tergolong tidak sejahtera dengan pendapatan rata-rata 30.000/hari, sedangkan nelayan sendiri menjadi tokoh terdepan di setiap garis pantai yang ada di Indonesia.

Kasus lain untuk tahun ini Indonesia menempati posisi kedua produsen ikan tertinggi di dunia setelah China. Namun dalam kenyataanya kualitas ikan Indonesia belum terlalu diminati pasar dunia sehingga meskipun berada di peringkat ke dua tapi untuk masalah ekspor ikan, Indonesia masih kalah dan tertinggal jauh oleh negara-negara lain. Kondisi sektor kelautan Indonesia yang timpang ini terjadi akibat kualitas sumber daya manusia yang ketinggalan jauh dibanding sumber daya manusia negara-negara tetangga yang mampu mengelola sumber daya alamnya dengan cukup baik dan mumpuni untuk menghadapi persaingan global. Kondisi semacam ini diperparah dengan adanya kebijakan-kebijakan pemerintah yang sering tidak tepat sasaran sehingga nasib rakyat kecil malah “terninabobokan” dan selalu berada dalam jurang keterpurukan.

Pada tanggal 13 Desember 1957, Ir. H. Djoeanda Perdana Menteri pada waktu itu memperoleh amanah dari Ir. Soekarno untuk mendeklarasikan kepada dunia tentang batas-batas tanah dan lautnya. Isi deklarasi ini terus diperjuangkan hingga akhirnya diterima oleh masyarakat dunia melalui ketetapan Konvensi Hukum Laut PBB (United Nations Convention on the Law of the Sea, UNCLOS) 1982. Komitmen Ir. Soekarno tersebut kembali dihadirkan saat Munas Maritim 1963 dengan menyatakan, ”Kita tidak bisa kuat, sentosa, dan sejahtera selama kita tidak kembali menjadi bangsa bahari seperti masa dahulu.” Melalui penunjukan Ali Sadikin sebagai menteri koordinator maritim, Soekarno menjadikan laut nusantara sebagai pilar utama penggerak perekonomian nasional.

Rotasi kepemimpinan pun silih berganti mulai dari orde baru, orde lama dan orde reformasi. Dari setiap priode terlihat adanya pergeseran dari orientasi maritim menuju orientasi darat. Hal-hal tersebut disadari karena banyak faktor yang membuat bangsa ini lupa akan aset yang dimilikinya. Baru setelah banyaknya pencurian ikan, perubutan pulau-pulau terluar semisal pulai sipadan-ligitan, pencemaran ekosistem laut, kita semua sadar jikalau bangsa ini sudah lama tertidur lelap di bawah penjajahan semu yang membuat enggan untuk berbenah dan menjadi bangsa pemimpin. Selanjutnya melalui kepemimpinan presiden terpili Joko Widodo terdapat udara baru yang menyegarkan kembali ingatan kita tentang pentingnya industri maritim dalam membangun Indonesia yang hebat dan kuat.

Dengan visi “Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian Berlandaskan Gotong-Royong”. Presiden terpilih kita mengusung tujuh misi yang tiga diantaranya menguatkan sektor maritim, ketiga misi tersebut tercantum dengan jelas pada poin satu, tiga dan enam. Adapun misi Jokowi-JK tersebut yaitu; (1) Mewujudkan keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumberdaya maritim, dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan. (3) Mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim. (6) Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat dan berbasis kepentingan nasional. Adapun dari misi-misi tersebut dijabarkan kembali menjadi sembilan agenda prioritas yang diantaranya tidak melepaskan maritim sebagian bagian terpenting dalam memperkuat jati diri bangsa.

Sebagai contoh dalam bidang ekonomi pemerintahan Jokowi berkomitmen melakukan pembangunan di bidang maritim, hal ini dapat dilihat dari sembilan agenda yang akan dilakukan diantaranya melalui; (1) Peningkatan kapasitas dan pemberian akses terhadap sumber modal (melalui bank pertanian), sarana produksi, infrastruktur, teknologi dan pasar, (2) Pembangunan 100 sentral perikanan sebagai tempat pelelangan ikan terpadu dengan penyimpanan dan pengolahan produk perikanan terpadu, (3) Pemberantasan illegal, unregulated dan unreported fishing (IIU), (4) Mengurangi intensitas penangkapan di kawasan overfishing dan meningkatkan intensitas penangkapan di kawasan underfishing sesuai batas kelestarian, (5) Rehabilitasi kerusakan lingkungan pesisir dan lautan, (6) Peningkatan luas kawasan konservasi perairan yang dikelola secara berkelanjutan. Kawasan konservasi perairan dalam lima tahun mendatang dikelola secara berkelanjutan menjadi 17 juta hektar dan penambahan kawasan konservasi seluas 700 hektar, (7) Penerapan best aqua-qulture practices untuk komoditas-komoditas unggulan, (8) Mendesain tata ruang wilayah pesisir dan lautan yang mendukung kinerja pembangunan maritim dan perikanan, (9) Meningkatkan produksi perikanan dua kali lipat, menjadi sekitar 40-50 juta ton per tahun pada tahun 2019.

Kalaulah industrialisasi maritim di atas berjalan dengan seimbang, menggunakan strategi blue economydan didukung oleh setiap elemen masyarakat maka menurut hemat penulis Indonesia sebagai poros maritim dunia bukan sebatas wacana namun akan segera terealisasikan. Adapun salah satu kunci utama dalam mewujudkan visi-misi tersebut adalah perlunya komitmen yang kuat dan langkah yang tegas dalam menghadapi beberapa tantangan berikut ini;

1.Kesadaran dan Keselarasan Elemen Bangsa

Sudah bertahun-tahun bangsa ini melupakan sejarahnya sebagai bangsa yang pernah jaya di lautan. Hal ini bermula dari mindset masyarakat yang lebih berioentasi darat dari pada lautan, begitupun kebijakan-kebijakan pemerintah yang melupakan sumber daya lautnya sehingga tidak heran laut kita hanya dinikmati oleh bangsa asing yang tidak bertanggung jawab. Hal pertama dan utama permerintah jelas harus mampu menyadarkan setiap elemen masyarakat untuk kembali beralih mengedepankan sektor laut dalam pembangunan ekonomi ke depan. Sebagai contoh ketika hari ini Maluku sudah menjadi lumbung ikan nasional maka perlu ditambah lumbung-lumbung baru sebagai salah satu strategi dalam mencerdaskan masyarakat akan besarnya potensi negara maritim. Begitupun dengan bidang perikanan tangkap, wisata bahari, tranportasi laut dan konservasi bahari yang harus terus dibenahi dan ditingkatkan. Selain itu keselarasan mulai dari presiden sebagai pemegang kebijakan utama, para menteri, gubernur, bupati dan walikota serta setiap elemen masyarakatan harus memiliki satu frame yang sama akan wawasan kemaritiman Indonesia. Sehingga dengan adanya kesadaran dan keselarasan ini tugas-tugas yang cukup banyak bisa dilakukan secara bertahap dan terukur secara optimal.

2.Pembenahan Infrastruktur Maritim

Infrastruktur ini mulai dari kapal, pelabuhan dan setiap hal yang menyangkut bidang maritim baik secara ekonomi maupun pengawasan dan keamanan. Seperti yang diketahui menurut data KKP (2011) dan data BPK (2012) dijelaskan bahwa setiap tahunnya potensi pendapatan negara dari sektor perikanan laut hanya berkisar 65 trilyun dengan kerugian akibat illegal fishing sebesar 300 trilyun sehingga seandainya illegal fishing ini bisa dihilangkan maka pemasukan bisa mencapa 365 triyun, dana yang tidak kecil. Adapun solusi yang direncanakan oleh pemerintahan presiden baru kita sesuai dengan agenda “Restorasi Maritim Indonesia” yaitu dengan penambahan kapal patroli dan memperkuat pengamanan laut. Selanjutnya rencana pembuatan tol laut juga harus menjadi pengawasan kita bersama yang mana pada akhirnya tol ini bisa menyambungkan pulau-pulau di Indonesia dari barat sampai timur sehingga proses distribusi lebih efektif dan efesien. Selain itu untuk peningkatan daya saing pasar Internasional permerintah juga berencana untuk membangun 10 pelabuhan baru dan merenovasi yang lama. Masih banyak agenda perbaikan dan pembangunan infrastruktur yang akan dilakukan dan rakyat sekarang sudah dewasa, rakyat perlu bukti sehingga agenda pembangunan ini harus disikapi serius oleh pemerintah dan diagendakan dengan matang melalui perecanan yang mengikutsertakan para ahli yang bersih dan profesional.

3.Konflik Perbatasan dan Regional

Sebagai anggota dari ASEAN, Indonesia memiliki wilayah yang berbatasan dengan negara-negara tetangga. Perbatasan ini menjadi bagian yang sangat penting bagi setiap negara karena ini menjadi patokan atas luas suatu negara termasuk sumber daya alam yang terkandung di dalamnya. Sampai saat ini masih terdapat beberapa daerah yang belum teridentifikasi dengan jelas kepemilikannya terutama sengketa landasan kontinen dan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) antar negara. Ketidakseriusan pemerintah ini pernah berdampak fatal sehingga lepasnya pulau-pulau terluar Sipadan-Ligitan, belum lagi pengerukan pasir laut di banyak wilayah Riau sehingga memperluas wilayah daratan Singapura dan sampai pada kasus blok ambalat. Itu adalah serangkaian sejarah masa lalu yang tidak boleh terulang kembali. Apalagi ke depan bangsa ini dihadapkan dengan konflik Laut China Selatan dan akan menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintahan yang baru.

4.Pendanaan Poros Maritim

Memang untuk mewujudkan semua arah kebijakan di atas diperlukan anggaran yang cukup besar. Anggaran ini harus dipikirkan jauh hari oleh pemerintah, transparansi jelas harus di kedepankan. Pendanaan ini bisa diandalkan melalui APBN ataupun dengan mengoptimalkan sektor mineral dan sumberdaya alam lain yang belum terjamah dengan baik. Pada akhirnya kalaulah pemanfaatan potensi maritim Indonesia ini sudah berjalan maka secara material bisa mencapai 1,2 trilyun dolar AS/tahun, lebih besar dari APBN yang dimiliki negara kita serta dapat menyediakan lapangan pekerjaan untuk 40 juta orang.

5.Evaluasi dan Komunikasi

Tahap terakhir yang harus dilakukan pemerintah ke depan adalah mengevaluasi setiap kebijakan yang sudah diambil dan mengkomunikasikannya secara jujur kepada seluruh elemen bangsa demi keberlanjutan dan perbaikan bangsa Indonesia sebagai negara maritim yang kuat, sejahtera, bermartabat dan berdaulat.

Itulah beberapa tantangan pemerintahan ke depan, perlu kerja keras dan berbagai inovasi untuk membangun negara maritim sebagai bangsa besar seutuhnya. Presiden pertama kita pun pernah berucap, “Usahakanlah agar kita menjadi bangsa pelaut kembali. Ya….., bangsa pelaut dalam arti seluas-luasnya. Bukan sekedar menjadi jongos-jongos di kapal….bukan! Tetapi bangsa pelaut dalam arti cakrawati samudra. Bangsa pelaut yang mempunyai armada niaga, bangsa pelaut yang mempunyai armada militer, bangsa pelaut yang kesibukannya di laut menandingi irama gelombang lautan itu sendiri”. Seperti itulah target kita sekarang, dengan niat yang kuat dan semangat yang baru, kita wujudkan sebuah peradaban maritim dunia yang bukan sebatas ilusi tetapi benar-benar menjadi solusi. Semoga. Merdeka.!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun