Mohon tunggu...
Habib Bintang Hibatullah
Habib Bintang Hibatullah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Jember

tertarik terhadap isu politik lokal maupun internasional, selain itu sangat suka sejarah dan pariwisata

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keberadaan Tiongkok di Afrika, Neo-merkantilisme?

8 Maret 2024   10:37 Diperbarui: 8 Maret 2024   10:39 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Merkantilisme merupakan salah satu teori ekonomi tradisional. Hal ini dikarenakan sistem ekonomi merkantilisme telah ada di abad ke -- 16. Di abad tersebut negara -- negara Eropa mulai melakukan misi penjelajahan laut, penjelajahan ini dilakukan untuk mencari kekayaan, kekuasaan, dan ada juga yang bertujuan menyebarkan ajaran agama. Penjelajahan laut tersebut merupakan salah satu efek dari sistem merkantilisme. Karena menurut merkantilisme negara yang memiliki modal atau kekayaan yang besar dan memiliki aset yang banyak merupakan negara yang kuat.

            Sitem ekonomi merkantilisme mengharuskan sebuah negara untuk mengekspolitasi negara lainnya. Negara -- negara seperti Inggris, Spanyol, Portugis, Prancis merupakan negara -- negara yang pada masa itu melakukan praktik merkantilisme ini. Negara -- negara tersebut memiliki banyak sekali wilayah -- wilayah jajahan di berbagai belahan dunia. Dalam merkantilisme, negara penjajah disebut "Mother Country" sedangkan negara yang dijajah disebut "colony" atau dalam bahasa Indonesia "koloni".

            Negara koloni merupakan pihak yang dirugikan dengan sistem ekonomi merkantilisme. Negara koloni yang cenderung negara yang kaya akan sumberdaya namun lemah dalam kekuatan militer dan politik, menjadi sasaran mudah untuk negara -- negara barat yang memiliki teknologi lebih maju untuk menjajahnya. Kondisi terjajah ini mengakibatkan banyaknya sumberdaya alam yang dimiliki negara koloni hanya dinikmati oleh negara "Mother Country". Eksploitasi yang dilakukan oleh "Mother Country" ini menyebabkan negara koloni menjadi semakin merugi sedangkan "Mother Country" semakin sejahtera.

            Pada masa itu (abad 16 hingga 18), banyak sekali negara -- negara yang menjadi koloni negara lain. Salah satu contohnya adalah Indonesia, sebelum merdeka, Indonesia merupakan wilayah jajahan dari Belanda, dan hal tersebut membuat ekonomi negara ini dimonopoli oleh Belanda melalui perusahaan mereka yang bernama Vereenigde Oostindische Compagnie atau disingkat VOC. Di Indonesia (dulu Hindia Belanda), VOC merupakan perusahaan yang memiliki wewenang dalam jual beli produk -- produk dari sumberdaya alam salah satunya adalah rempah yang pada saat itu menjadi komoditas mahal. Monopoli ini menjadikan VOC menjadi perusahaan terkaya didunia, namun keadaan tersebut berbanding terbalik dengan kesejahteraan rakyat Indonesia. Selain Belanda dengan VOC nya, ada juga Inggris yang menjadi negara pemilik koloni terbanyak kala itu, koloni -- koloni nya seperti India, Malaysia, Hongkong dan lainnya. ada juga Prancis dengan Vietnam sebagai koloni nya.   

            Namun praktik kolonisasi ini telah tidak relevan di masa kini. Praktik kolonisasi yang diadopsi dari sistem ekonomi merkantilisme mulai berubah seiring zaman. Setelah perang dunia kedua berakhir, banyak sekali muncul negara baru yang memerdekakan diri, negara -- negara baru ini mayoritas merupakan bekas wilayah koloni dari negara -- negara Eropa. Wilayah yang merdeka cenderung sulit untuk dijajah secara militer, karena negara baru tersebut juga telah memiliki kesadaran akan pentingnya kekuatan militer.

             Maka pengadopsian sistem ekonomi merkantilisme juga ikut berubah. Merkantilisme pada saat ini dapat disebut neo -- merkantilisme, didalamnya masih sama -- sama tetap pada prinsip ingin memperkaya sendiri negaranya, namun ada perbedaan dalam objek yang digunakan. Dahulu negara dikatakan kaya karena memiliki emas atau perak yang banyak namun dalan neo -- merkantilisme acuannya adalah seberapa banyak negara tersebut memiliki cadangan devisa melalui perdagangan internasional. Neo -- merkantilisme dalam konteks ekonomi politik juga memuat berbagai kebijakan -- kebijakan yang diterapkan sebuah negara dalam perdagangan internasional, seperti ekspor, impor, investasi, dan lain sebagaianya.

            Salah satu penerapan merkantilisme di era sekarang bisa dilihat dari kebijakan ekonomi Tiongkok terhadap negara -- negara yang ada di Afrika. Investasi asing  Tiongkok di benua Afrika merupakan bagian penting dari strategi ekonomi Tiongkok yang bertujuan untuk memperluas dan memperdalam hubungan ekonomi, perdagangan, serta investasi antara kedua wilayah tersebut. Sejak tahun 1980-an, Tiongkok telah secara aktif menanamkan modalnya di wilayah Afrika, terutama melalui bentuk-bentuk investasi seperti penggabungan modal usaha dan pemberian sewa modal.

            Investasi besar-besaran dalam infrastruktur oleh Tiongkok di Afrika telah menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi di benua tersebut. Selain itu, Tiongkok juga telah mengadopsi kebijakan ekonomi yang mendorong investasi di wilayah Afrika, seperti mendirikan China-Africa Business Council (CABC) bersama UNDP sebagai mitra, untuk memberikan dukungan terhadap investasi perusahaan swasta Tiongkok di negara-negara Afrika.

            Pada tahun 2015, Forum on China Africa Cooperation (FOCAC) diadakan di Afrika Selatan, merupakan platform yang dimanfaatkan oleh Tiongkok untuk mendukung kerjasama ekonomi, perdagangan, dan investasi serta memberikan bantuan pinjaman di Afrika. Melalui forum ini, Tiongkok aktif terlibat dalam pembentukan zona perdagangan, meningkatkan kerja sama ekonomi, serta mempercepat investasi perusahaan Tiongkok di wilayah Afrika.

            Selain itu, Tiongkok juga telah mengimplementasikan kebijakan ekonomi yang mendorong investasi di Afrika, termasuk langkah-langkah seperti membuka lapangan investasi dan memajukan pembangunan infrastruktur. Sejak Etiopia beralih dari kebijakan ADLI ke PASDEP pada tahun 2006, pemerintah mulai mengalokasikan investasi dalam infrastruktur sebagai bagian dari upaya pembangunan ekonomi negara tersebut.

            Investasi asing Tiongkok di Afrika merupakan salah satu contoh nyata praktik merkantilisme yang masih digunakan hingga saat ini. Tujuan utama dari investasi ini adalah untuk mengumpulkan cadangan devisa melalui keseimbangan perdagangan, dengan mengadopsi kebijakan yang mendorong ekspor serta mengurangi impor. Selain itu, melalui investasi ini, Tiongkok juga bertujuan untuk mengembangkan sektor pertanian dan industri di Afrika. Hal ini tercermin dalam kebijakan ekonomi yang mereka terapkan, yang dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun