Tiongkok saat ini merupakan negara yang memiliki ekonomi yang kuat di dunia. Menurut data, Tiongkok menempati posisi ke dua negara yang memiliki ekonomi terkuat di dunia, dengan nilai PDB (Produk domestik bruto) sebesar 17,7 triliun dolar Amerika di tahun 2023. Tentu saja ini sangat menarik karena kita tahu bahwa Tiongkok merupakan negara yang menerapkan sistem komunis dalam pemerintahannya, hal ini terbukti dengan penerapan partai tunggal yakni Partai Komunis Tiongkok. Seperti negara -- negara komunis lainnya, Tiongkok pada awalnya menerapkan kebijakan ekonomi dimana semua aktivitas ekonomi diatur oleh negara. Dengan adanya aturan tersebut, secara tidak langsung membuat negara ini sangat tertutup dalam hal perdagangan internasional dan investasi.
      Setelah meraih kemerdekaan di tahun 1949, Tiongkok langsung menghadapi krisis ekonomi. Krisis tersebut diakibatkan oleh perang yang sebelumnya terjadi di negara tersebut melawan Jepang dan juga perang saudara dengan partai nasionalis. Sebagai pemimpin pertama negara Tiongkok, Mao Zedong merupakan orang yang bertanggung jawab untuk mengatasi krisis yang terjadi.
      Pembangunan industri berat, infrastruktur, dan pengendalian inflasi adalah fokus utama Mao Zedong di awal dia menjabat. Dalam politik Mao berfokus terhadap perlawanan kepada kaum borjuis dan juga mobilisasi kaum proletar. Pada masanya ada beberapa kebijakan yang berjala, seperti revolusi kebudayaan, gerkan seratus bunga berkembang, dan gerakan lompatan jauh kedepan. Kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat pengaruh pemerintahan dalam masyarakat, termasuk ekonomi.
      Selama awal pemerintahan Mao Zedong, yakni pada tahun 1949-1957, terjadi perkembangan yang pesat dalam bidang industri. Perkembangan tersebut merupakan hasil dari kebijakannya yakni lompatan jauh kedepan serta repelita atau rencana pembangunan lima tahun. Namun selain dua kebijakan tersebut Mao juga membuat kebijakan serratus bunga berkembang yang didalamnya ada gerakan anti kanan yang membatasi kebebasan berekspresi. Kebijakan ini berdampak dalam sulitnya indutri dalam menaikkan kualitas barangnya karena kurangnya orang berpendidikan dalam tenaga kerjanya. Meskipun industri pada masa Mao berkembang pesat, hal ini juga mengakibatkan masalah lainnya. masalah tersebut adalah kelaparan dan krisis pangan. Hal tersebut dapat terjadi dikarenakan kurangnya tenaga kerja dalam bidang pertanian, masyarakat saat itu cenderung berprofesi sebagai buruh pabrik. Menghadapi masalah tersebut Mao mengambil keputusan untuk mengembalikan fokus dari industri ke pertanian dan membuat banyak buruh kembali menjadi petani. Efeknya Tiongkok mengalami krisis ekonomi kembali. Dengan hal tersebut dapat disimpukan jika kebijakan yang dicetuskan Mao Zedong menuai kegagalan.
      Kepemimpinan Mao Zedong atas Republik Rakyat Tiongkok berakhir saat dirinya meninggal di tahun 1976. Sepeninggal Mao, Tiongkok dipimpin oleh Deng Xiaoping. Deng Xiaoping merupakan tokoh yang sangat berjasa menjadikan perekonomian Tiongkok menjadi seperti saat ini. Pada masa kepemimpinannya di tahun 1978 Tiongkok mengalami reformasi ekonomi. Selain bergantinya kepemimpinan, reformasi ini di latar belakangi oleh beberapa hal lain seperti timpangnya perekonomian Tiongkok jika dibandingkan dengan negara -- negara di sekitarnya, selain itu perbedaan kekuatan ekonomi negara negara komunis lainnya seperti jerman timur dan korea selatan yang kalah dengan jerman barat dan korea selatan. Aspek -- aspek tersebutlah yang membuat Deng Xiaoping menerapkan sistem ekonomi yang berorientasikan pasar.
      Ada beberapa kebijakan yang diterapkan Deng Xiaoping dalam memperbaiki perekonomian Tiongkok yang berantakan sepeninggal Mao Zedong. Diantaranya adalah sistem dimana petani memiliki kebebasan dalam memanfaatkan lahan pertanian mereka. Sistem ini berbeda dengan masa kepemimpinan Mao Zedong dimana pemanfaatan lahan diatur ketat oleh pemerintah pusat. Dengan adanya kebebasan ini, produksi pertanian meningkat, dan mengakhiri krisis pangan yang terjadi sebelumnya. Selain itu Deng Xiaoping mulai membuka investasi asing kedalam negaranya, karena menurutnya salah satu yang menghambat perekonomian Tiongkok adalah tertutupnya negara ini dengan negara lain. Kebijakan -- kebijakan tersebutlah yang membuat perekonomian Tiongkok Meningkat mulai dari produksi dalam negerinya dan juga investasi dari asingnya.
      Reformasi ekonomi yang dicetuskan oleh Deng Xiaoping membuahkan hasil yang sangat baik. Pada tahun 1990an hingga 2000 keatas, Tiongkok mengalami kenaikan perekonomian yang pesat. Dari data pemerintahan Tiongkok, terhitung sejak tahun 1978 hingga tahun 2001 PDB (Produk domestik bruto) Tiongkok meningkat hingga 9,3 persen, sedangkan di tahun 2002 angkanya berada di 8 persen. Dikutip juga dari pemerintahan Tiongkok,pada 2001 sebesar 80 persen dari 500 perusahaan besar menginvestasikan perusahaan mereka di Tiongkok. Besarnya investasi asing berdampak kepada banyaknya lapangan pekerjaan untuk masyarakat Tiongkok. Hal tersebut membuat tingkat kemiskinan masyarakat Tiongkok mulai menurun.
      Di abad ke-21 ini, Tiongkok menjelma menjadi kekuatan ekonomi yang kuat dalam perdagangan internasional, hal ini salah satunya disebabkan oleh terbukanya negara ini terhadap investasi asing, yang membuat para investor tertarik untuk berinvestasi disana serta membuka lapangan pekerjaan di Tiongkok. Namun Tiongkok tidak serta merta hanya mengandalkan sektor investasi asing sebagai tumpuan perekonomian mereka. Tiongkok mulai mengembangkan teknologi -- teknologi serta industry mereka sendiri sehingga dapat bersaing di pasar internasional. Hal ini dapat dibuktikan dengan tersebarnya banyak produk buatan Tiongkok diseluruh dunia, selain itu biasanya produk Tiongkok memiliki harga yang lebih terjangkau dari produk -- produk negara lain. Keterjangkauan harga ini dapat disebabkan oleh teknologi mereka yang dapat memproduksi barang dengan jumlah besar dan berkualitas baik.
      Melihat pesatnya perkembangan ekonomi Tiongkok, Amerika sebagai negara superpower menunjukkan responnya. Di tahun 2018 Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat melihat jika Tiongkok merupakan ancaman besar terhadap ekonomi Amerika dan menganggap bahwa Tiongkok memanfaatkan Amerika. Statemen itu didasari oleh penurunan minat konsumsi barang dalam negeri mayarakat Amerika, pada saat itu Masyarakat Amerika cenderung membeli barang impor yang salah satunya adalah produk dari Tiongkok. Ketertarikan masyarakat Amerika terhadap barang ekspor Tiongkok ini salah satunya disebabkan oleh harga yang lebih murah dari produk lokal Amerika.
      Pada akhirnya Donald Trump mengeluarkan kebijaknnya yang mengatur tentang ekspor produk terkhusus produk Tiongkok. Trump menaikkan pajak barang -- barang ekspor dari Tiongkok sebesar 25 %, hal ini secara langsung membuat barang produksi Tiongkok di Amerika menjadi lebih mahal. Melihat hal tersebut, tentu saja Tiongkok merasa dirugikan dan langsung membalasnya dengan memberikan biaya khusus terhadap produk -- produk Amerika yang ada di Tiongkok.
      Selain kebiajakan peningkatan pajak produk Tiongkok, Trump juga memiliki kebijakan lainnya. kebijakan tersebut adalah perintah agar perusahaan -- perusahaan Amerika yang berinvestasi di Tiongkok untuk berhenti dan keluar dari Tiongkok. Kebijakan ini didasari statemen Trump di media sosial bahwa Amerika tidak butuh Tiongkok dan menurutnya akan lebih baik tanpa Tiongkok. Adanya kebijakan ini berdampak kepada perusahaan -- perusahaan seperti KFC, NIKE, dan APPLE, perusahaan -- perusahaan tersebut kehilangan pasar dan juga pekerja -- pekerja di Tiongkok. Pada akhirnya perusahaan -- perusahaan tersebut perpindah tempat investasi.