Mohon tunggu...
Habbibatur Rohmah
Habbibatur Rohmah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Suka buku fiksi

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Fenomena "Serangan Fajar" dalam Masa Pilkada Serentak 2024

28 November 2024   19:32 Diperbarui: 28 November 2024   19:42 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pada tahunn 2024 tepatnya pada tanggal 27 November 2024 telah dilaksanakan Pilkada Serentak di berbagai wilayah daerah Indonesia. Pelaksanaan Pilkada Serentak ditujukan untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur serta Bupati dan Wakil Bupati. Dalam pelaksanaan ini tentu para calon akan menggunakan partai politik yang berfungsi untuk sebagai jalan untuk menyalurkan para calon pemimpin untuk maju dalam pemilihan kepala daerah. Oleh karena itu hal ini menjadi sangat penting bagi paslon untuk mendapatkan dukungan dari partai politik. 

Dalam proses Pilkada tentu saja seluruh paslon akan melakukan kampanye untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat dengan cara bersosialisasi dan menyampaikan visi dan misi para pasangan calon untuk masyarakat kedepannya. Hal ini sangat penting dilakukan untuk mempengaruhi masyarakat agar meilih paslon tersebut dalam proses pemilihan. Akan tetapi dalam praktenya terdapat beberapa penyimpangan dalam melakukan kampanye ini, salah satunya yaitu "Serangan Fajar".

Serangan Fajar merupakan istilah yang ramai dibicarakan oleh masyarakat terutama dalam masa pemilu. Serangan Fajar merupakan istlilah politik uang yang dibagikan oleh para pasangan calon yang diusung oleh partai politik untuk mendapatkan suara dari rakyat. Serangan Fajar tidak hanya berbentuk uang akan tetapi bisa juga berbentu sembako dan barang-barang lainnya. Umumnya serangan fajar akan dibagikan oleh petugas partai politik kepada warga-warga setempat. Praktek ini sudah berjalan cukup lama di Indonesia sehingga hal ini menimbulkan dampak buruk dan menjadi hal biasa di mata masyarakat. 

Berdasarkan pengalaman penulis dalam konteks dampak serangan fajar ini, warga menjadi enggan memilih jika tidak diberikan "Serangan Fajar" dari para paslon pilkada. Hal ini tentu saja membawa dampak buruk bagi kepemimpinan di Indonesia dikarenakan masyarakat akan memilih bukan berdasarkan visi dan misi para paslon melainkan berapa banyak nominal serangan fajar yang diberikan. 

Dari keterangan diatas maka dapat disimpulkan bahwa "Serangan Fajar" merupakan salah satu politik uang yang dapat merugikan dari pihak masyarakat ataupun pasangan calon. Dalam aturan perundang-undangan di Indonesia larangan politik uang telah diatur dalam UU No. 7 Tahun 2017 Pasal 523 ayat (1),(2), (3) dan UU No 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada Pasal 187 A ayat (1), (2). Dalam UU No.7 Tahun 2017 dijelaskan bahwa pemberi "Serangan Fajar" dapat dikenakan sanksi penjara dan denda. Sedangkan dalam UU Pilkada dijelaskan bahwa bagi pemberi maupun penerima "Serangan Fajar" akan mendapat sanksi pidana penjara dan denda. 

Dala hal ini "Serangan Fajar" sangat dilarang untuk dilakukan, akan tetapi pada fenomenanya masih banyak para petugas partai politik dan masyarakat yang membiasakan kegiatan tersebut. Pemerintah harus lebih tegas dalam menyikapi hal ini dengan mengacu pada peraturan yang ada. Jangan sampai aturan hanya dibuat untuk formalitas tetapi pada prakteknya tidak dijalankan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun