Mohon tunggu...
Habibur Rohman
Habibur Rohman Mohon Tunggu... -

mencoba mewarnai kehidup yang suram ini

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kepo Itu Perlu

4 Desember 2015   19:31 Diperbarui: 4 Desember 2015   20:07 61
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Suatu kali dalam sebuah perjalanan menggunakan moda transportasi kereta api, saya berada satu bangku dengan seseorang yang mengaku berprofesi sebagai HRD (human resource development). Ketika berada di tempat umum seperti kereta api, saya melarang diri saya untuk autis, saya wajib memulai obrolan atau sekedar berbagi senyum dengan orang-orang di sekitar saya. Berkenanalan dengan orang-orang baru, berbagi cerita dan pengalaman menambah kesan perjalanan-perjalanan yang saya lalui.

Bukan tanpa alasan jika teman-teman menjuluki saya si “Tukang Kepo”, alasanya jelas karena saya memang selalu kepengen tau banyak hal. Saya menghujani teman baruku ini dengan berbagai pertanyaan seputar profesi dan pengalaman hidupnya. Dan teman baruku ini tanpa ragu menjawab semua pertanyaan yang saya ajukan dengan sesekali melontarkan pertanyaan balik kepada saya. Percayalah, Kepo itu perlu dan sangat menyenangkan. Saya mendapatkan banyak hal baru dari cerita hidupnya, untung saja saya Kepo.

Dari penjelasannya saya akhirnya tau, bahwa salah tugas seorang HRD adalah menyeleksi karyawan yang akan diterima disebuah perusahaan. Setelah ini saya juga berniat mempekerjakan seorang HRD, untuk menyeleksi calon istri, biar terpilih yang terbaik. *uhuuuk, lupakan…

Menurutnya, ada banyak hal yang akan dia dan tim HRD lainya pertimbangkan sebelum menerima seseorang menjadi karyawan. Faktor utama yang menjadi acuan dalam merekrut karyawan tentu saja adalah “Kompetensi”. Faktor ini berkaitan dengan tingkat kemampuan calon karyawan terhadap bidang pekerjaan yang akan digeluti. Kompetensi biasanya diukur dari pengalaman kerja dan tingkat pendidikan sang pelamar. Perusahaan enggan mengambil terlalu banyak resiko dengan menerima seseorang karyawan untuk posisi Sekretaris yang tidak memiliki kemampuan tentang tata tulis surat dan administrasi.

Faktor kedua yang juga dijadikan acuan para HRD dalam merekrut karyawan adalah “personality”. Para HRD sangat faham, bahwa berbekal kompetensi mumpuni saja tak cukup untuk menjamin seseorang akan sukses atau gemilang dalam karir. Nilai-nilai yang tinggi dalam lembar ijasah juga tidak bisa menjamin sang calon karyawan akan sukses dan gemilang diposisinya nanti.  Sudah cukup banyak studi yang membuktikan bahwa factor penentu kesusksesan seseorang dalam karir justru didominasi oleh Emotional Qoution (EQ) dan hanya 1% Integencial Qoution (IQ). Personality atau kepribadian yang dimaksud adalah sifat yang melekat pada diri seseorang. Hal ini berhubungan dengan rasa tanggung jawab, kedisiplinan, kejujuran, etos kerja dan prinsip hidup.

Kawanku yang seorang HRD ini mengaku pernah menolak lamaran pekerjaan seorang sarjana lulusan terbaik dari kampus Islam ternama. Alasannya karena sang pelamar dianggap tidak memiliki prinsip hidup yang tegas. Oleh mas HRD sang pelamar diberikan sebuah pertanyaan tentang kesediaan sang mahasiswi melepas jilbab saat bekerja di perusahaan ini nantinya.

Sang pelamar kerja menjawab dengan sangat tegas bersedia melepas Jilbab asal diterima kerja. Sebenarnya lewat pertanyaan yang diajukan tersebut, mas HRD sedang ingin melihat seberapa teguh pendirian si pelamar kerja dalam memegang prinsip hidup. Bagi perusahaannya, memakai atau tidak memakai jilbab tidak menjadi masalah, menjadi hak masing-masing karyawan. Tapi sang pelamar kerja rela menggadaikan jilbabnya untuk kesempatan kerja, dan itu menjadi alasan dia ditolak, karena dianggap sebagai seseorang yang labil.

Tiba-tiba saja aku teringat dengan teman-temanku mahasiswa IAIN Tulungagung. Pada prosesi foto ijazah, beberapa mahasiswi yang setiap harinya berkuliah mengenakan jilbab “MEMILIH” menanggalkan jilbabnya saat foto ijazah dengan alasan tuntutan bursa kerja. “Beberapa perusahaan hanya mau mempekerjakan karyawati yang foto ijazahnya tidak mengenakan jilbab dan terlihat telinganya”, begitu tutur salah seorang mahasiswi saat saya tanya alasan mengapa memilih melepas jilbab.

Sekarang ngerti kan bahwa kepo itu perlu,..!!!

sekarang ngerti kan kalo (beberapa) mahasiswi IAIN Tulungagung itu labil dan tidak teguh pendirian…!!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun