Hati yang terluka, menjadi buta akan rasa, keras dan kasar, lalu merusak hati lainnya.
Pintunya telah berkarat, mengabaikan setiap ketukan dan ucapan salam, lalu kemudian merasa ditinggalkan.
Saat mata hari bersinar terang dia ketakutan, bersembunyi bersama bayang, lalu kedinginan saat malam menyapa.
Gelapnya malam menyadarkannya, berharap sapaan cahaya kemenangan, lalu saat fajar menyingsing dia kembali kabur.
Berbekal pacul dia menggali gua, tempatnya berteduh dari terik dan hujan, lalu dia tertidur lelap sembari mengukir nisan.
Saat melihat ke belakang tampaklah jalan sepi, melihat ke depan hanyalah buntunya dinding gua, lalu air menetes dari kedua matanya.
Mengingat hati yang telah dipatahkannya, berharap hati itu datang kembali, lalu mungkin dia akan mematahkannya lagi.
Mungkin dia seharusnya dilahirkan tanpa hati, sehingga tidak ada yang harus patah, lalu dia tidak akan merusak hati lainnya.
Hati-hati, dengan hati.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI