Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) akan dilaksanakan kurang lebih setahun lagi (2017). Kalau di daerah lain partai politik jauh – jauh hari sudah mempunyai calon dan pasangan yang definitive, tetapi khusus di DKI Jakarta, semua partai politik seolah – olah sudah kalah sebelum bertanding.
Fenomena Sang Petahana , Basuki Tjahaya Purnama ( Ahok ), menurut hitungan apapun sangat sulit untuk dikalahkan. Ditambah lagi Ahok sudah mempunyai menggengam tiket sendiri kalau mau maju ke Pilkada, lewat teman ahok, sudah terkumpul hampir 700rb lembar fotokopi ktp dukungan, jauh diatas persyaratan untuk maju lewat jalur Independen (532rb).
Cukup melihat dua indikator tersebut partai politik yang biasanya didatangi oleh para calon, saat ini posisi malah terbalik. Merekalah yang aktif kampanye ini - itu mencoba mengenalkan orang mungkin bisa diterima publik, bahasa kerennya “test the water” lemparkan nama calonnya ke pubik terus lihat reaksi publik, kalo diterima lanjut, kalau pro dan kontra tinggal nambahin statmen yang lain, seolah – olah statmen yang pertama yang dilontarkan sebelumnya belum selesai.
Itulah bentuk komunikasi politik yang dijalankan hampir semua partai politik yang ada di Jakarta. Lihat dulu kondisi pasar kira – kira gimana, mau buktinya? Sampai detik ini tidak ada satupun partai yang secara jelas dan tegas mencalonkan nama yang bakal dia usung. Semuanya masih berkisar : lagi digodok di internal partai, sedang masa penjaringan, sedang dievaluasi, sedang mendengar aspirasi publik, dan lain – lain… yang intinya adalah omong kosong semua.
Dari sekian banyak partai tentunya Partai Kebangkitan Bangsa ( PKB) juga ingin meramaikan, memeriahkan pesta demokrasi tahun depan. Walaupun “hanya” berkekuatan 6 kursi di DPRD ( 260 rb suara), seolah – olah PKB percaya diri mengusung jagoannya untuk menjadi bakal calon Gubernur. Padahal syarat minimal adalah mempunyai ( 20 persen suara di DPRD) sekitar 20 kursi DPRD.
Nah dari sini juga terlihat bahwa sebenarnya pencalonan seorang Ahmad Dhani (AD) tujuan akhirnya bukan untuk melawan Ahok . Karena hal itu tidak mungkin, ada 3 hal yang membuat pencalonan Ahmad Dhani menjadi tidak mungkin yaitu :
1. Untuk memperoleh tiket lewat parpol, balon minimal harus memperoleh dukungan 20 persen suara DPRD, secara realitas politik partai mana yang rela memberikan kursinya yang didapat dengan berdarah – darah kepada calon PKB yang notabene berada di urutan ke 8 perolehan suara. PKB harus minimal mengajak bergabung 3 partai menengah untuk dapat mengusung seorang AD.
2. Setiap partai tentunya mempunyai calonnya masing masing sesuai dengan garis partai masing – masing. Menggabungkan 2 partai mungkin masih bisa, tetapi mencari figure yang klop berpasangan dengan seorang AD adalah bukan perkara mudah.
3. PKB notebene adalah pendukung pemerintahan Jokowi. Memang harus diakui bahwa dukungan di pusat tidak berarti dukungan juga di daerah, tetapi perlu diingat ini adalah DKI Jakarta, Jokowi pernah jadi Gubernurnya, dan Ahok adalah soulmatenya, tentunya Jokowi juga berkepentingan mengamankan Ahok untuk kembali duduk di DKI – 1. Karena stabilitas dan keamanan Jakarta adalah salah satu barometer Indonesia. Faktor tekanan dari atas ini tentunya akan berpengaruh karena sejatinya PKB untuk saat ini tidak mempunyai hal khusus untuk bisa dijual.
Yang menjadi pertanyaan selanjutnya adalah, sudah tau ngak bakalan bisa maju (bukan bisa menang ya, karena itu terlalu jauh), ini sekedar maju untuk ikut berkompetisi akan terasa sangat berat bagi Ahmad Dhani, kok masih bersedia PKB mengumumkannya ke publik, mencalonkan seorang AD? Lantas apa sebenarnya apa yang dicari PKB dan seorang AD ? Pertanyaan yang seharusnya dikembalikan ke mereka masing – masing, tetapi marilah kita analisa sedikit mengapa fenomena PKB ini muncul kembali, setelah “sukses” sebelumnya dalam Pilpres 2014 dengan memunculkan Rhoma Irama.
Berkaca kepada kesuksesan mereka menjual Rhoma Irama di pilpres 2014 PKB mencoba mengulang hal tersebut di pilkada DKI, sukses disini tentunya bukan berarti menjadikan Rhoma Irama(RI) calon Presiden, menjadi calon dari PKB pun RI tidak. Jadi sukses apa yang didapat oleh PKB? Tentunya adalah “keterkenalan” PKB akan melambung. Menjadi terkenal memang bukan syarat utama untuk dipilih tapi ingat, bagaimana mau memilih kalau tidak terkenal. Inilah yang coba dimainkan oleh PKB. Dengan mengandeng AD PKB ingin mencoba membidik para penggemar AD dan semua yang berkaitan dengan jalur hiburan yang dimiliki AD.