Setelah didera konfilk berkepanjangan kurang lebih satu tahun belakangan, konflik internal Partai Golkar mulai menunjukkan arah rekonsiliasi, penyatuan kembali. Sebenarnya publik tidak terlalu heran dengan model penyelesaian model begini, dimana suara yang paling didengar adalah suara mereka yang memegang kekuasaan tertinggi, siapa dia tentunya kita tahu bahwa Pak JK lah yang saat ini kedudukannya paling tinggi di pemerintahan. Dengan segala kemampuannya akhirnya Pak JK kembali lagi didaulat untuk menjadi penengah konfilk ini. Hasilnya adalah disepakatai munas bersama kedua pihak yang selama ini saling mengklaim keabsahan kongres mereka, serta ditambah (ini yang menarik), kedua ketua umum yang selama ini mengklaim diri mereka sebagai ketua resmi Golkar mengumumkan bahwa mereka tidak bersedia lagi mencalonkan diri kembali menjadi calon ketua umum.
Tentunya dengan adanya pengumuman bahwa kedua orang yang berpengaruh ini tidak bersedia memimpin lagi, membuka peluang bagi pihak - pihak yang selama ini sebenarnya bernafsu untuk sekedar menjadi calon ketua umum mulai berani mendeklrasikan dirinya. Nama – nama yang beredar luas yang berencana dan sudah mendeklrasikan diri itu antara lain : Idrus Marham, Agus Gumiwang Kartasasmita, Airlangga Hartarto, Priyo Budi Santoso, Ade Komaruddin, Setya Novanto, Aziz Syamsuddin, Roem Kono, Mahyuddin, dan Nurdin Halid.
Menjadi ketua partai politik apalagi ketua Partai Golkar adalah suatu prestise yang amat tinggi, karena dengan melihat sejarah Partai Golkar , siapapun yang bisa menjabat Ketua Umum partai ini tentunya dia sudah sangat dekat dengan yang namanya cita-cita setiap partai politik, menjadikan kadernya duduk menjadi Presiden di Negeri ini. Kalaupun tidak jadi, minimal dia mempunyai peran yang sangat besar dalam roda pemerintahan. Oleh sebab itu Partai Golkar kali ini harus benar – benar dalam pemilihan ketua umumnya , salah pilih ketua Partai Golkar dapat dipastikan hanya akan menjadi partai penggembira saja, atau jangan – jangan bisa turun tidak lolos ke parlemen.
Ketua umum partai di Indonesia haruslah seorang figur yang tidak hanya dikenal dan diterima oleh partainya sendiri tapi juga oleh masyarakat luas, minimal adalah keterkenalannya. Dia harus flamboyan, harus mempunyai kharisma sendiri, harus mempunyai ciri khas yang membuat orang ingat, logistik financial yang mungkin hampir tidak ada batas, mampu berdiri sejajar dengan ketua partai lainnya ( dianggap). Intiya dia harus mempunyai kelebihan yang diakui kawan dan lawan politiknya, sehingga dengan melihat ketua umumnya saja kita tau kapasitas partai tersebut. Ibarat ketua umum partailah sebenarnya partai itu bergantung. Ingat bahkan seorang SBY pun harus turun gunung menjadi ketua partai dikarenakan di partai sudah tidak adalagi figur yang mumpuni. Apalagi untuk Golkar selain harus mampu menyatukan elemen yang masih panas gara – gara konfilk berkepanjangan dia juga harus mampu menunkukkan kapasitasnya di tingkat nasional. Sulit memang mencari pengganti orang sekelas Bj Habibie, Akbar Tandjung, Jusuf Kalla, Aburizal Bakrie dan Agung Laksono. Bapak – bapak ini seolah –olah berada satu tingkat diatas mereka – mereka yang mencalonkan sekarang. Satu kata : Partai Golkar saat ini kurang kader berkualitas.
“Show must Go on” begitulah yang harus terjadi siapapun itu nantinya, apapun nasib partai golkar selanjutnya, munas dan pemilihan ketua umum harus tetap dilaksanakan. Disini penulis coba mencari – cari kader mana yang paling mendekati kharisma kelima pemimpin Golkar sebelumnya. Menurut penulis cuma ada 2 orang yang mendekati kelima pendahulu mereka yaitu :
1. Setya Novanto.
Dibandingkan dengan semua pesaingnya saat ini nama Setya Novanto tentunya lebih terkenal, Kasus papa minta saham memang membuat dia harus melepaskan jabatan ketua DPR. Tetapi semua orang juga mengakui kelihaian dan kelicinan politikus satu ini. Bukti paling sahih adalah bagaimana dia bisa menjabat sebagai ketua DPR padahal bukan partai pemenang pemilu, bukan juga dari daerah pemilihan yang terkenal. Memang tentunya ada dukungan dari KMP dan Ketua Umum Golkar pada saat itu. Tetapi perlu diingat apakah semua itu gratis? Apakah jabatan itu didapat dengan cuma – cuma oleh Setya Novanto. Tentunya deal politik yang kita tidak perlu tau telah terjadi dan akhirnya menempatkan dia menjadi pucuk pimpinan DPR. dan itu semua tentunya bermuara kepada faktor pendukung financial yang kuat, yang dapat membuat A menjadi B dan juga sebaliknya., dan Setya Novanto tidak diragukan lagi mempunyai itu semua.
Faktor koneksi/ jaringan yang sangat mumpuni dan tentunya mendapat dukungan penuh dari ARB sebagai faktor berikutnya. Mau bukti? Walaupun sudah mengundurkan diri menjadi ketua DPR karena kasus papa minta saham, ARB malah menunjuk Setya Novanto menjadi ketua fraksi DPR. Entah siapa hutang budi siapa tapi ini menunjukkan bahwa Setya Novanto sangat pintar dalam perpolitikan.
Faktor pernah menjadi ketua DPR juga pastinya membuat dia lebih leluasa untuk menjadlin komunikasi politik dengan ketua – ketua umum partai serta juga dengan unsur pemerintah. Penulis yakin Setya Novanto akan sangat serius dalam pencalonan ini, dikarenakan apabila dia menang maka dia tidak perlu lagi pusing duduk di kursi parlemen cukup menjadi pemain di belakang layar, sambil mengatur strategi mengatur amunisi terhadap lawan – lawan politiknya yang menyudutkan dia dalam kasus papa minta saham.
2. Jend ( Hon) ( Purn) Luhut Binsar Panjaitan.
Untuk mencari lawan yang sebanding dengan Setya Novanto memang agak susah – susah gampang. Tetap menurut penulis inilah lawan yag sepandan dengan dia. Ya Jend (Hon) ( Purn) Luhut Binsar Panjaitan. Luhut bukan orang baru di Golkar sebelum memutuskan bergabung dan mendukung Jokowi – Jk pada pilpres 2014 lalu, Luhut adalah Wakil Dewan Pertimbangan Partai Golkar. Luhut mempunyai hubungan yang sangat baik dengan orang di Golkar sampai saat ini.