Mohon tunggu...
Leonardi Gunawan
Leonardi Gunawan Mohon Tunggu... Freelancer - Karyawan

Warga Negara Biasa Yang Ingin Indonesia Ke Piala Dunia

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

“Evan Dimas dan Paolo Sitanggang di Atas Rata-rata”, Lalu Bagaimana PSSI?

20 September 2014   01:21 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:11 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Olahraga. Sumber ilustrasi: FREEPIK

Melihat pertandingan dan hasil yang diperoleh dalam laga uci coba Tim Nasional Indonesia U – 19 di Spanyol dalam 2 pertandingan pertama, tentunya kita bisa melihat bahwa tim kita tidak kalah. Atau dapat dikatakan bahwa kita mampu mengimbangi permainan Tim yang didik secara professional dengan segala fasilitas yang jauh jika dibandingkan dengan kondisi di Indonesai. Kalah 2-1 serta Imbang 1-1 bukanlah hasil buruk, apalagi kalau melihat langsung jalannya pertandingan. Dari pengusaaan bola juga berimbang, bahkan sering emosi lawan terpancing dengan gaya permainan kaki ke kaki yang dikembangkan anak – anak asuhan Indra S.

Menarik mencermati komentar dari pelatih A. Madrid setelah pertandingan bahwa tim Indonesia sebenarnya mempunyai potensi pemain-pemain yang baik. Kita berfikir positif saja bahwa pujian tersebut adalah benar2 tulus, bukan hanya untuk menyenangkan tamu yang jauh2 datang. Pujian untuk Evan dan Paolo yang dikatakan mempunyai skill diatas rata2 tentunya membuat kita sedikit berbangga bahwa kemampuan kita juga diakui oleh pelatih yang menangani sebuah tim junior untuk klub sebesar A. Madrid.

Tetapi dibalik pujian itu sebenarnya banyak hal yang dapat kita cermati bahkan banyak hal dapat kita manfaatkan untuk kemajuan pemain itu, bahkan tim nasional secara keseluruhan. Hal – hal ini seharusnya mendapat perhatian khusu dari PSSI sebahai organisasi tunggal yang berwenang mengurusi pembinaan sepakbola di Indonesia.

1.PSSI harus aktif melakukan lobi-lobi ke klub luar negeri yang sepakbola maju agar pemain2 kita yang mempunyai skill diatas rata2 tersebut mempunyai peluang bermain disana. Bila perlu PSSI yang menitipkan pemain2 tersebut dan gaji pemain di bayar sebagian oleh PSSI. Tentunya kita yakin apabila pemain dengan talenta seperti Evan dan Paolo dapat “magang” 2 tahun saja di klub2 tersebut, skill meraka akan jauh meningkat dan sangat terbuka kemungkinan mereka di kontrak oleh klub tersebut. Yang imbasnya adalah untuk tim Nasional kita.

2.Pembinaan usia muda serta kompetisi usia muda di Indonesia terutama kelompok umur dibawah U -19 harus dibuat semakin tertata dengan baik. Belajar dari Pelatih Indra . S “membangun” tim U-19. Stok pemain bukannya tidak ada tetapi belum ditemukan, seolah2 terpendam dan tersebar diseluruh Indonesia. Sampai saat ini tidak ada kompetisi yang benar-benar baik untuk kelompok umur junior. Buktinya, walupun U-19 dibawah Indra S. telah memulainya, tetapi untuk meneruskan apa yang telah dirintis oleh nya PSSI keliatanya tidak ada terobosan baru, hasilnya U-19 B yang dipersiapkan oleh PSSI tidak dapat meneruskan jejak U-19 yang dirintis oleh Indra. S.

3.Mau dibawa kemana para pemain setelah perhelatan piala Asia di Myanmar Nanti? Pertanyaan ini harusnya dapat segera dijawab oleh pengurus PSSI apabila mereka telah mempunyai konsep pembinaan yang jelas. Bukan suatu yang bijaksana juga apabila para pemain muda ini terus berada di dalam 1 tim secara terus – menerus mereka harus merasakan atmosfer kompetisi yang kompetitif sesuai dengan kelompok umur mereka. Banyak pertanyaan tentang para pemain selepas piala Asia, kalau mereka sampai ke – empat besar kemungkinan dipertahankan sampai piala dunia, kalau gagal? Jangan2 nasib mereka sama dengan primavera atau Barerti. Yang lama2 kelamaan hilang ditelan bumi. PSSI harus sudah mendapatkan solusi untuk masalah ini.

4.Paling baik menurut penulis dengan melihat fakta bahwa para pemain ini sebagian besar “diatas rata-rata” baik skill maupun fisik dibandingkan anak seusianya di Indonesia, alangkah bijaksanaanya apabila PSSI dapat “menyekolahkan” mereka ke luar negeri. Tentunya hal ini tidak dapat lepas dari peran sector swasta dan orang – orang kaya yang peduli dengan sepakbola kita. Mereka dapat dititipkan di negara2 yang mempunyai kompetisi sehat. Terserah dimana tergantung penilaian PSSI sendir.i Tetapi alangkah sayangnya apabila bakat seperti Evan dan Paolo masuk ke klub –klub di Indonesia, yang penulis takutkan adalah, mereka menjadi terlalu cepat matang, tantangan yang dihadapi sebenarnya adalah bukan porsi umur mereka, hantu cedera pasti masih menjadi momok menakutkan, belum lagi mereka harus bersaing dengan pemain2 dari luar yang digaji mahal. Sulit membayangkan apabila mereka hanya menjadi cadangan saja.

Sedikit saran tulisan diatas cuma opini penulis agar pemangku serta yang berwenang mengurus sepakbola di Indonesia dapat menjalankan fungsi pembinaan dengan baik, khususnya untuk para pemain muda kita yang “diatas rata – rata”.

Terima Kasih

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun