Mohon tunggu...
Leonardi Gunawan
Leonardi Gunawan Mohon Tunggu... Freelancer - Karyawan

Warga Negara Biasa Yang Ingin Indonesia Ke Piala Dunia

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Alasan Sinetron Menjadi Acara Alay

21 Maret 2018   19:18 Diperbarui: 23 Maret 2018   11:54 1349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.flickr.com/photos/akinini/7583841832

Siaran - siaran yang muncul di layar televisi Indonesia boleh dibilang dari hari ke hari mengalami penurunan kualitas. Kualitas di sini dalam arti jumlah acara yang berkualitas semakin sedikit, serta acara yang dulunya berkualitas semakin kesini semakin tidak ada bobotnya. Televisi kita saat ini dibanjiri oleh siaran -- siaran yang kalau boleh dikatakan memakai bahasa jaman sekarang yakni terlalu lebay dan alay.

Salah satu jenis siaran yang memakan jam siaran terbanyak di televisi Indonesia adalah sinetron. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan penayangan sinetron toh itu adalah hasil dari seni peran. Sebuah seni tentunya patut di hargai. Pada saat televisi swasta di Indonesia masih sekitar 2-3 stasiun sinetron -- sinetron yang tayang boleh dibilang masih menjaga mutunya ambil contoh : Keluarga Cemara atau Si Doel Anak Sekolahan.

Tetapi saat sinetron yang berkualitas dalam arti bisa memberikan "sesuatu" yang bermanfaat baik kepada penontonnya semakin jarang atau nyaris tidak ada. Sinetron saat ini lebih menekankan kepada kuantitas daripada kualitas. Beberapa hal yang membuat sinetron saat ini mengalami penuruan kualitas yaitu :

  • Tema Cerita Berkisar Itu -- Itu Saja. Tema yang umum diangkat dalam sinetron Indonesia adalah tentang kehidupan sehari -- hari. Tidak ada yang salah sebenarnya. Namun yang menjadi masalah adalah yang dijual disinetron sekarang hanya berkutat tentang masalah cinta dan harta saja serta hal -- hal yang sebenarnya tidak terlalu penting. Apalagi bicara tentang sinetron remaja anak SMP, SMA atau kuliah, jarang sekali bercerita tentang susahnya pelajaran di sekolah, atau tugas -- tugas yang harus dihadapi. Tetapi lebih kepada kehidupan percintaan, pertarungan antar geng, gonta ganti mobil, dll. Singkatnya bahwa tema yang diusung terlalu dangkal dan seperti tidak ada maknanya, belum lagi cerita yang mutar -- mutar dan bertele -- tele seperti sengaja untuk dipanjang panjangin.
  • Penggambaran Tokoh yang Tidak Masuk Akal. Tokoh -- tokoh yang diperankan di sinetron kadang membuat kita geleng -- geleng kepala,jauh sekali dari kenyataan dan tidak masuk akal. Ada anak muda yang mungkin belum genap 25 tahun tapi sudah punya perusahaan dan kemana -- mana pakai mobil Ferrari, ada juga yang dipaksakan berperan menjadi orang yang jauh lebih dewasa, kita tau bahwa di kehidupan nyata pameran itu bahkan mungkin masih SMA tetapi di sinetron digambarkan sudah harus menjadi ibu -- ibu. Karakter yang ada juga kadang terlalu dilebih -- lebihkan, terlalu polos atau terlalu pintar bisa juga terlalu lugu, Intinya bahwa pendalaman karakter dan pemilihan pemain sepertinya terlalu dipaksakan.
  • Menjual Kehidupan Hedonisme. Hal yang menjadi keprihatinan tentunya adalah bahwa sinetron saat ini banyak yang menjual kehidupan hedonisme, kehidupan foya -- foya, kaya -- raya, entah dari mana uang itu berasal. Baru SMP atau SMA sudah bawa motor gede, mobil mewah, belum lagi rumah yang luar biasa besar. Jamak dilihat bahwa di adegan sedikit sedikit liburan keluar negeri, dll. Hal -- hal seperti inilah yang meracuni generasi muda kita, yang kadang tidak bisa mencerna bagaimana hal itu bisa terjadi. Gaya hidup hedonis merasuk ke otak mereka, pada akhirnya mereka yang tidak seberuntung seperti di sinetron akan mencoba mencari jalan pintas untuk mengikuti tokoh idolanya. Yang pada akhirnya bisa saja bermuara ketindakan kriminal.
  • Pemeran Karakter yang Monoton. Kalau di perhatikan para pemeran di sinetron -- sinetron Indonesia maka akan di tarik benang merah bahwa pemeran karakter "orang baik" pastinya orang itu -- itu saja. Jadi sepertinya sudah menjadi pakem, bahwa sekali menjadi orang baik, maka seterusnya dapat dipastikan akan terus menjadi orang baik. Parahnya adalah kadang penonton menganggap baiknya di sinetron sama dengan kehidupan nyata. Padahal sebenarnya seorang artis peran harus bisa menjadi apa saja, orang baik orang jahat sesuai dengan tuntutan naskah. Tetapi sejauh ini memang sangat jarang ditemui bahwa para pemeran baik, diganti perannya menjadi tokoh antagonis, begitupun sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa para tokoh ini tidak mau kelaur dari zona nyaman, mereka tidak mau image "baik" menjadi jelek. Padahal hal ini membuat mereka tidak berekemabng secara peran. Contoh yang paling baik untuk diliat adalah bintang -- bintang Holywood yang selalu menjadi orang baik akan sangat jarang untuk mendapatkan Piala Oscar

Banyak hal lain sebenarnya yang bisa dikritik mengenai sinteron Indonesia, semoga saja KPI sebagai lembaga yang berwenang mengevaluasi kualitas siaran dapat bekerja maksimal dalam hal ini. Kita sebagai penonton juga harus lebih selektif dalam memilih siaran sinetron.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun