Mohon tunggu...
Aisy Yunita
Aisy Yunita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 IPB University Program Studi Ilmu Ekonomi Syariah

You can call me ais, "Q.S. At-Taubah : 129"

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pengaruh Umar bin Khattab dan Pemikirannya terhadap Perkembangan Uang

16 Desember 2022   19:28 Diperbarui: 16 Desember 2022   19:55 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS


Umar bin Khattab menjadi Khalifah pada tahun 18 H (M) Umar bin Khattab sering melakukan ijtihad terkait kebijakan ekonomi. Umar bin Khattab juga memiliki banyak pemikiran terkait produksi, distribusi, konsumsi dan bagaimana manusia harus mengatur hal hal tersebut. Salah satu pemikiran dan kebijakan dalam mengubah alat transaksi yang masih digunakan sampai sekarang yaitu uang. Umar menjadikan uang sebagai alat pembayaran yang sah. Dirham dan dinar awal mula munculnya berasal dari bangsa Romawi dan bangsa Yunani. Dinar berasal dari bahasa Romawi, Denarius, yaitu nama untuk emas cetakan. Dirham berasal dari bahasa Yunani, Drachma, yaitu nama untuk perak cetakan.

Percetakan uang dirham yang dimaksud adalah dirham yang memiliki ciri corak keIslaman. Dirham tersebut juga memiliki kesamaan dengan dirham persia. Perbedaan yang mendasar adalah adanya tulisan "Alhamdulillah", "Muhammad Rasulullah", dan "Laa ilaha illa Allah". Nama khalifah "Umar" juga dicetak di masa tersebut dimana perkembangan perdagangan dan wilayah kekuasaan Islam terus meluas.

Penetapan standar kadar dirham berdasar Khalifah Umar juga dikaitkan dengan keberadaan dirham yang takarannya berbeda-beda. Penggunaan takaran dawaniq merupakan salah satu contohnya, misal dirham Al-baghaly yang memiliki nilai 8 dawaniq dengan dirham al thabary sebesar 4 dawaniq yang kemudian kedua ditakar menggunakan nilai dawaniq tersebut. Contoh penggunaan takaran lain adalah istilah mistqal yang mengartikan 1 dirham adalah 1 mitsqal. Takaran mistral pun juga memiliki perbedaan, ada yang menyatakan 1 dirham dengan harga 20 qirad, 12 qirad, dan 10 qirad (modal). Karena perbedaan ini Khalifah Umar membuat kebijakan dengan melihat pada fenomena umum yang terjadi di masyarakat dengan ketetapan yang adil dengan harga tinggi dan rendah dan di adjust nilai nya tersebut. Khalifah Umar menetapkan standar dirham yang dikaitkan dengan dinar, yaitu 1 dirham sama dengan 7/10 dinar atau setara dengan 2,97 gram dengan landasan standar 4,25 gram emas. Standar ini yang kemudian menjadi baku dalam landasan syar'i dengan kaitan pada masa dinar dan dirham beredar.

Kontribusi Khalifah Umar di bidang moneter lainnya adalah pemikiran Umar yang berusaha membuat alat transaksi dengan bentuk lain selain dinar dan dirham, yaitu dengan menggunakan bahan dasar kulit hewan (kambing). Umar menganggap bahwa uang dicetak dengan bahan dan bentuk apapun selama tidak menyalahi hukum syariah. Pemikiran berbahan dasar kulit hewan ini terjadi karena Khalifah Umar menganggap uang kulit relatif lebih mudah untuk dibawa sehingga memudahkan transaksi. Hal tersebut dipicu dengan keadaan perekonomian yang semakin membaik karena perluasan kekuasaan Islam. Namun, ide tersebut harus diurungkan oleh Umar karena para sahabat lainnya memiliki pendapat yang berbeda yaitu pertimbangan bahwa bahan kulit tidak boleh dijadikan standard of value karena harga kulit berfluktuasi seiring dengan fluktuasi harga binatang itu sendiri dan memiliki hubungan harga pasar hewan tersebut. Selain itu, alasan lainnya karena kulit hewan memiliki sifat yang mudah rusak. Hal ini menjadi salah satu kelemahan untuk menjadikan kulit hewan sebagai alat tukar yang sah.

Akan tetapi, ada juga kelompok yang setuju dengan Umar bahwa mereka berpendapat bahwa uang adalah masalah terminologi. Maka segala sesuatu yang dalam terminologi manusia dan diterima di antara mereka sebagai tolok ukur nilai, maka dia disebut uang. Di mana Imam Malik berkata, "Jika manusia memperbolehkan di antara mereka kulit hingga menjadi cek dan mata uang. niscaya aku memakruhkannya jika dijual dengan emas dan perak karena adanya kesamaan nilai." Dan ketika Imam Ahmad ditanya tentang penggunaan uang dengan bahan mayoritasnya dari tembaga, maka dia berkata, "Jika dia merupakan sesuatu yang disebut dalam terminologi mereka sebagai uang, seperti fulus, maka aku berharap jika demikian itu tidak mengapa".

Daftar Pustaka :
Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi. Fikih Ekonomi Umar bin Al-Khathab/DR. Penerjemah: H. Asmuni Solihan Zamakhsyari, Lc, Editor: Muhammad Ihsan, Lc. cet. 1-- Jakarta: Khalifa, 2006.

Penulis :
Alif Rezkyarta
Akmal Naufal Zuhdi
Aisy Yunita
Alvira

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun