Mohon tunggu...
Henki Kwee
Henki Kwee Mohon Tunggu... -

Belajar memahami apa yang terjadi di sekitar dan menulis untuk berbagi pendapat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Membayangkan Orang Indonesia Gemuk dan Pendek

22 April 2011   02:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:32 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Artikel di Kompas 21 April kemarin tentang keadaan gizi masyarakat Indonesia saat ini memberikan gambaran kondisi yang sangat memprihatikan buat bangsa ini. Anak dari keluarga prasejahtera cenderung memiliki tubuh yang pendek sedangkan dari keluarga sejahtera akan memiliki tubuh yang gemuk. Suatu pemandangan yang kontras. Kondisi ini secara tidak langsung menggambarkan banyaknya pekerjaan yang harus dilakukan oleh pemerintah jika ada keinginan untuk membentuk bangsa yang sehat. Hal ini melibatkan banyak faktor mulai dari membantu masyarakat untuk meningkatkan kehidupan ekonominya, penyesuaian pola hidup, pola pikir dan pendidikan gizi. Namun, tidak ada jalan lain yang harus ditempuh kecuali berusaha mengatasi semua masalah yang ada. Kalau kita ingat cerita jaman dulu, orang Jepang identik dengan bangsa yang memiliki tubuh yang pendek, namun kini bangsa Jepang memilikii postur tubuh yang sama dengan bangsa asia lainnya. Apakah orang Indonesia akan menjadi seperti orang Jepang pada masa lampau karena tingginya tingkat kemiskinan berarti akan semakin banyak orang Indonesia yang pendek? Sebaliknya, generasi dari keluarga sejahtera akan memberikan pemandangan yang sebaliknya, tubuh yang gemuk dengan lipatan lemak yang banyak di sekitar perut ataupun bagian tubuh lainnya. Bukan tidak mungkin suatu saat akan muncul ungkapan sinis 'postur tubuh sudah menjadi indikator ekonomi yang baru",  Jika di suatu tempat banyak anak/orang pendek berarti daerah itu belum sejahtera sedangkan jika banyak yang gemuk berarti banyak yang makmur. Kondisi ini seharusnya menimbulkan suatu keprihatinan, saat kita menyatakan bahwa pendapatan per kapita sudah mencapat $3,000 (tiga ribu dolar), sekitar Rp. 2.2 juta/bulan dan pendidikan yang katanya sudah semakin baik, ternyata kita menghapi fenomena seperti ini. Apakah ada yang salah dengan data yang disajikan? Dengan pendapatan rata-rata per bulan Rp. 2.2 juta/bulan itu bukankah suatu keluarga kecil masih bisa memenuhi kebutuhan gizi yang baik asalkan ada program edukasi tentang cara mememuhi kebutuhan gizi secara sederhana. Pertanyaan lainnya, apakah pendidikan yang semakin baik tidak meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berpikir secara logis dengan mempertanyakan pendapat-pendapat yang mereka terima dari generasi sebelumnya seperti 'anak gemuk berarti sehat"? Secara kasat mata kita bisa lihat di pusat-pusat perbelanjaan, banyak sekali anak-anak yang dari penampilannya berasal dari keluarga sejatera memiliki tubuh yang gemuk. Tidakkah kita tergugah untuk berpartisipasi dengan mulai dari sendiri untuk membangkitkan kesadaran akan pentingnya gizi yang baik? begitu banyak informasi yang dapat dipercaya yang dapat kita peroleh untuk memulai kesadaran akan gizi yang baik demi terciptanya generasi yang lebih sehat dan bangsa yang sehat. Semoga dengan badan yang sehat generasi penerus bisa memiliki pikiran dan jiwa yang sehat untuk Indonesia yang lebih baik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun