Judul di atas berasal dari ungkapan seorang teman dan orangtuanya ketika ditunjukkan lembaran uang Rp. 50.000,- dan dijelaskan berapa nilai tukarnya dalam mata uang setempat. Ya, memang itulah kenyataannya. Tentu faktor fundamental ekonomi kita yang membuat mata uang kita jadi demikian. Coba tengok Yen, mata uang Jepang yang mengalami peningkatan nilai sangat pesat sejak perang dunia kedua. Sekarang nilai tukarnya terhadap dolar Amerika tidak lebih dari 100 Yen. Bandingkanlah dengan rupiah yang mencapai Rp. 9.000 atau bahkan pernah Rp. 15.000 pada saat krisis di tahun 1998. Di awal minggu ini, negri heboh tercinta mendapat kado dari gubernur BI yang baru berupa rencana melakukan denominasi rupiah. Dari 9.000 rupiah per dolar menjadi 9 rupiah, uang Rp. 1.000 menjadi Rp. 1. Menurut penjelasan yang ada ini bukanlah pemotongan nilai uang (sanering) seperti yang terjadi di tahun 60-an tetapi semacam penyederhanaan penulisan nilai pada mata uang. Tentu para ahli ekonomi sangat paham dengan kompleksitas masalah yang akan dihadapi jika jadi dilaksanakan. Kita hanya dapat berharap hal ini dapat dilakukan dengan tetap menempatkan kepentingan rakyat di atas segalanya. Bagi rakyat, tuntutannya sederhana saja, bagaimana pemerintah dapat melakukan yang terbaik agar seluruh rakyat dapat memenuhi kebutuhannya. Bila melakukan denominasi merupakan hal yang perlu dilakukan untuk kesejahteraan rakyat tentu akan didukung sepenuhnya. Jika ada kepentingan lain yang ingin dicapai tentu ada baiknya ditunda dulu karena hal yang mendesak adalah meningkatkan kesejahteraan. Dalam bahasa sederhana: bagaimana rakyat dapat makan dan hidup dengan layak. Selain itu, yang paling penting dari semuanya itu adalah bagaimana pemerintah dapat meningkatkan kekuatan ekonomi kita sehingga mata uang kita mempunyai nilai yang lebih baik yang juga berarti rakyat makin sejahtera. Suatu saat nanti uang kita akan memiliki angka 0 (nol) yang semakin sedikit bukan karena tulisannya disederhanakan seperti yang kita lihat di daftar harga makanan di cafe tapi memang karena nilainya yang tinggi. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H