Mohon tunggu...
Henki Kwee
Henki Kwee Mohon Tunggu... -

Belajar memahami apa yang terjadi di sekitar dan menulis untuk berbagi pendapat.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Becak Berargo di Jogja

12 Juni 2010   11:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:35 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_165226" align="aligncenter" width="137" caption="sumber:jogjaku.net"][/caption]

Menanggapi keluhan wisatawan akan tarif becak yang seringkali terlalu mahal, pemerintah kota Yogyakarta berinisiatif untuk memasang argo di setiap becak yang melayani wisatawan. Ide yang cukup unik dan menantang karena tingkat kesulitan yang dihadapi dalam implementasinya cukup tinggi.

Seperti yang diakui pemkot Jogja, penentuan tarif untuk argo melibatkan banyak variabel tidak hanya jarak tempuh tapi juga cuaca, waktu dan lainnya. Tentu ini merupakan tantangan yang mendatangkan kepuasan besar bila dapat dilakasanakan. Jika hal ini sulit, apakah tidak ada cara lain untuk mencapai tujuan yang sama?

Penggunaan becak dalam pariwisata tidak hanya sebagai alat transportasi jarak dekat tapi juga mengandung unsur hiburan sehingga cukup wajar bila biaya yang dikenakan sedikit lebih mahal dari biaya yang dikenakan becak yang murni sebagai sarana transportasi. Cara penentuan tarif secara manual dengan tawar menawar sebenarnya dapat memberikan pengalaman tersendiri bagi wisatawan. Namun untuk mencegah 'kenakalan' penarik becak ada baiknya dibuat informasi panduan harga yang disebar bersama dengan selebaran wisata lainnya.

Informasi harga berupa perkiraan biaya dari tempat mangkal di kawasan wisata tertentu ke kawasan wisata di sekitarnya. Ambil contoh: dibuat perkiraan biaya dari Malioboro ke kawasan pathuk., pusat batik atau makanan tradisional lainnya yang populer. Perkiraan biaya yang disertakan dalam peta wisata akan sangat membantu wisatawan dalam bernegosiasi dengan penarik becak. Percayalah, masyarakat kita punya jiwa sosial yang tinggi sehingga dugaan saya mereka akan memberi lebih dari yang dianjurkan. Selain itu, kegiatan tawar menawar bagi sebagian orang juga merupakan keasyikan tersendiri. Dengan demikian kedua belah pihak merasa senang.

Kalau kita telaah sebenarnya rasa tidak puas wisatawan umumnya diakibatkan karena pada saat menawarkan jasanya, penarik becak menyebut biaya yang sangat rendah misal "Mas, becaknya mas, ke ..... deket kok cuma 3 ribu saja" tapi setelah tiba ditempat angka itu bisa jadi 10 atau 15 ribu rupiah. Tentu saja wisatawan merasa dikibuli. Meskipun dalam hari mungkin mereka merasa kasihan tapi dengan cara seperti itu mereka pasti marah.

[caption id="attachment_165213" align="alignleft" width="300" caption="sumber: seafer.wordpress.com"][/caption]Hal ini tidak berbeda jauh dengan di India. Di New Delhi jika anda naik bajaj mereka akan bilang harga berdasarkan argo. Memang semua bajaj disana memakai argo. Tapi ketika sampai mereka akan minta lebih dengan alasan argonya rusak. Atau untuk turis bisa juga mereka menutupi argonya dengan handuk sehingga kita akan mengira bajaj tersebut tidak memiliki argo. Menghadapi hal ini hanya dua pilihan yang kita miliki:pertama kita berdebat dengan mereka, biasanya membawa hasil, minimal lebih rendah dari yang diminta.Kedua, memberikan yang diminta sambil menggerutu atau membanting pintu bajaj. Pilihan ada pada kita. Kedua hal itu memiliki kesamaan yaitu tidak ada informasi yang benar di awal.

[caption id="attachment_165221" align="alignright" width="300" caption="sumber: dokumentasi pribadi"][/caption]

Kembali soal argo, di kawasan Manhattan, New York, becak wisata tidak menggunakan argo, harga sudah ditentukan di awal oleh penarik becak dan sudah dijelaskan rute yang akan ditempuh. Jika kita yang menentukan rutenya maka mereka akan menyebut biaya yang diminta. Tinggal kita yang memutuskan mau atau tidak. Selesai naik becak perasaan pasti senang karena tujuan tercapai dan tidak ada kejengkelan karena merasa tertipu.

Rasanya untuk Jogja lebih baik hanya dibuat panduan biaya dibanding dengan memasang argo. Selain pemasangan yang memerlukan biaya juga belum tentu efektif. Bukankah dalam berwisata unsur interaksi antar manusia juga penting karena dengan begitu wisatawan juga bisa mengenal karakter orang Jogja yang diwakili oleh penarik becak.

Selain itu, melatih dan menanamkan kesadaran penarik becak akan pentingnya informasi yang benar pada wisatawan akan menguntungkan semua pihak dan menunjang parisiwata. Bukankah pengalaman menata harga makanan di Malioboro dengan pemasangan daftar harga berhasil mengurangi keluhan sejenis yang disampaikan wisatawan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun