Membaca kutipan dari diskusi pada peluncuran buku "Nicotine War" sangat menggugah keinginan untuk berbagi pandangan tentang persaingan antara perusahaan rokok dan perusahaan obat yang menjadi topik dalam diskusi tersebut. Mengenal industri rokok Untuk memahami permasalahannya mari kita lihat 'habitat' masing-masing perusahaan tersebut. Rokok sudah dikenal sejak ratusan tahun yang lalu dan sejalan dengan perkembangan peradaban maka rokok yang pada awalnya merupakan produk sederhana, diproses sendiri oleh perokok sebelum dihisap, lalu berkembang menjadi produk industri dengan masuknya teknologi pengolahan tembakau dan pembuatan rokok. Industri rokok kemudian berkembang menjadi salah satu industri yang menghasilkan keuntungan besar bagi pemiliknya. [caption id="attachment_162307" align="alignleft" width="233" caption="sumber:madurachannel.com"][/caption] Salah satu keuntungan yang dimiliki oleh perusahaan rokok yang tidak dimiliki oleh kebanyakan industri lain selain judi dan pornografi adalah kecanduan atau adiksi yang ditimbulkan oleh nikotin, zat aktif yang terkandung dalam tembakau. Kecanduan/adiksi membuat seorang perokok sulit untuk melepaskan kebiasaan tersebut sehingga ia akan menjadi konsumen seumur hidup. Dalam ilmu pemasaran dapat dikatakan bahwa produk rokok memiliki siklus hidup yang sangat panjang yang berbeda dengan produk lain. Siklus yang dimaksud disini adalah mulai dari seseorang mengenal suatu produk, menggunakan secara terus menerus dan kemudian beralih ke produk lain. Mengenal kecanduan/adiksi Kecanduan/adiksi rokok dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders IV termasuk nicotine-related disorder jadi kecanduan nikotin memiliki kaitan dengan proses mental. Mengapa demikian? Secara singkat dapat digambarkan bahwa nikotin memiliki kemampuan mempengaruhi 'pusat kenikmatan' di dalam otak. Otak yang biasa terpapar nikotin akan menanggapi keberadaan nikotin sebagai 'reward' sehingga pada saat kadar nikotin berkurang makan otak akan mengirimkan sinyal pada tubuh untuk mendapatkan nikotin. Nikotin yang masuk akan menghilangkan sinyal tersebut dan menimbulkan perasaan nikmat. Proses demikian terjadi terus menerus mirip dengan proses pada timbulnya rasa lapar dan haus. 'Perang yang sesungguhnya' Dalam nalar bisnis, semua upaya pemasaran dan penjualan bertujuan agar pelanggan selalu membeli produk yang ditawarkan melalui upaya-upaya untuk meningkatkan kesetiaan pelanggan (customer loyalty) atau bahkan tergantung dengan produk itu dalam memenuhi kebutuhannnya. Nah, dalam hal rokok, produsen tidak perlu repot lagi menciptakan kesetiaan, tinggal mengendalikan agar produk tersebut terjangkau dan mudah didapat. Semuanya akan beres. Lalu bagaimana dengan perusahaan obat? Seperti layaknya perusahaan yang bermotif keuntungan, perusahaan obat juga selalu mencari peluang agar dapat membuat dan menjual obat yang diproduksi. Dalam istilah bisnis, kecanduan nikotin merupakan suatu captive market (pasar dimana konsumen tidak banyak memiliki pilhan untuk mengobati kecanduannya) yang harus dimanfaatkan. Dengan asumsi jumlah pencandu rokok yang mencapai ratusan juta orang di seluruh dunia maka produk anti nikotin memiliki nilai ekonomi yang sangat besar. Meski jumlah itu masih harus dikurangi dengan yang hardcore (yang sudah tidak ingin menghilangkan kecanduannya), nilainya masih sangat besar. Maka dengan memanfaatkan kemajuan iptek yang ada muncullah beberapa produk yang diklaim memiliki kemampuan untuk mengatasi kecanduan nikotin tersebut. Kebalikan dari industri rokok yang sudah memiliki pelanggan setia, industri obat anti nikotin masih harus berjuang untuk sukses. Selain upaya memperkenalkan produk tersebut, perusahaan yang membuat obat anti-nikotin juga bukan tidak mungkin menghadapi upaya-upaya tandingan dari produsen rokok. Untuk menghasilkan keuntungan yang terus menerus maka perusahan harus mampu menghadapi semua rintangan yang ada. Industri rokok menghadapi tantangan yang tidak ringan mulai dari makin tingginya kesadaran akan kesehatan sampai dengan peraturan atau undang-undang yang membatasi kegiatan merokok sampai upaya untuk melakukan promosi. Di Indonesia dan juga luar negri kita bisa lihat betapa kreatifnya mereka dalam menyiasati rintangan yang ada. Hal ini merupakan naluri mereka untuk bertahan. Di pihak lain, perusahaan obat anti nikotin juga melakukan hal yang sama, mereka akan menggunakan upaya-upaya pemasaran yang kreatif untuk meningkatkan kesadaran perokok agar dapat menghilangkan kecanduannya. Adanya gerakan anti rokok, bisa dilihat berkah bagi perusahaan ini dan tentu saja tidak ada salahnya jika mereka juga bisa menjadi pelopor gerakan ini. Inilah serunya 'perang' antara perusahaan rokok dan perusahaan obat. Akhirnya sebagai penonton kita hanya bisa berharap agar 'perang' yang terjadi selalu menggunakan cara-cara yang baik sesuai dengan etika bisnis dan menerapkan ethical marketing practices karena keputusan ada di tangan perokok untuk tetap lanjut atau berniat menghilangkan kecanduan tersebut dengan segala konsekuensinya. Salam damai, [caption id="attachment_162302" align="alignnone" width="262" caption="sumber.kaskus.us"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H