Mohon tunggu...
Herry Nhk
Herry Nhk Mohon Tunggu... Freekance -

Saya manusia bahagia. Tak perlu bicara agama dengan saya, kecuali kau sudah tak bernapas..!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hakim dan Keyakinan Hakim

8 November 2016   11:03 Diperbarui: 8 November 2016   11:20 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam dunia akademis, ada sebuah deskripsi yang didasarkan data empiris bahwa di dunia ini secara sosiologis ada dua macam hakim. Hakim yang pertama adalah hakim yang saat memeriksa perkara, pertama-tama mendengarkan suara dan putusan hati nuraninya, lalu mencari aturan hukum untuk dijadikan landasan putusan nuraninya itu. Hakim yang kedua adalah hakim yang bila memerisa, mendengarkan terlebih dahulu "suara perutnya" , lalu mencari pasal-pasal untuk membenarkannya.

Dulu, mantan hakim agung Asikin Kusumaatmaja mengatakan bahwa jumlah hakim-hakim yang tidak baik luar biasa besarnya. Seorang hakim agung dari korps hakim itu sendiri mengungkap hal demikian, tentu ada alasan tersendiri. Alasan tersebut tentu didasari niat baik untuk mengubah keadaan yang buruk. 

TUGAS KITA

Saat kita mengharapkan atau memimpikan institusi pengadilan yang baik, tentu menjadi tugas kita bersama untuk mewujudkannya. Mendorong hakim yang berhati nurani, seharusnya menjadi kewajiban kita bersama. Sangat kecil bila perkara besar menyangkut martabat dan masa depan bangsa ini hanya diserahkan kepada lembaga peradilan atau Departemen kehakiman dan HAM itu sendiri.

Lembaga peradilan, kehakiman dan HAM hanyalah golongan minoritas. Mereka harus terus didorong dan didukung. Terus-menerus dibesarkan hatinya agar hakim-hakim yang berhati nurani makin yakin bahwa apa yang dilakukannya adalah benar dan mulia.

Kita harusnya bisa bergerak bersama bagai konser untuk mendorong munculnya hakim-hakim yang baik dan lalu me-mensiunkan hakim-hakim yang kehadirannya justru merusak pengadilan. 

Dunia pendidikan sebaiknya meninjau kembali berbagai parameter yang selama ini menjadi pegangan hakim dalam memutus perkara. Salah satunya aspek "keyakinan hakim", sebaiknya dilakukan eksplorasi lebih mendalam dan dibicarakan dengan serius. Pergulatan kemanusiaan hendaknya dimasukan sebagai salah satu parameter penting bicara tentang keyakinan hakim.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun