Manusia pada hakikatnya sebagai makhluk sosial memiliki kecenderungan untuk bersosialisasi dan berkumpul. Hal ini berarti, manusia sebagai individu tidak dapat hidup secara terpisah dari interaksi dengan orang lain. Dalam masyarakat, manusia membangun hubungan, saling bergantung, dan berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama. Sehingga, kebutuhan akan pemimpin muncul karena masyarakat memerlukan seseorang yang dapat mengarahkan, memotivasi, dan mengorganisasi individu-individu untuk mencapai visi kolektif.
Adapun dalam kehidupan bermasyarakat, baik dalam skala kecil maupun besar. Seringkali dihadapkan terhadap masalah mengenai perbedaan pandangan maupun kepentingan. Hal ini dapat menimbulkan perpecahan dan pertengkaran yang berkelanjutan antar individu maupun kelompok, apabila tidak kunjung ditemukannya titik temu atau mufakat. Hal ini menunjukan pentingnya peran pemimpin dalam kehidupan bermasyarakat. Pemimpin inilah yang akan menyatukan beragam perspektif dan memfasilitasi dialog untuk mencapai mufakat, serta berperan sebagai penghubung antara aspirasi individu dengan tujuan bersama, serta menciptakan iklim sosial yang harmonis. Selain itu, pemimpin juga berperan dalam mengidentifikasi dan mengatasi masalah yang dihadapi masyarakat. Mereka tidak hanya memberikan arahan, tetapi juga menjadi contoh bagi anggotanya dalam menegakkan nilai-nilai sosial dan etika.
Sehingga kepemimpinan yang baik dan efektif sangat dibutuhkan untuk menciptakan komunitas, kelompok, maupun organisasi yang baik dan stabil. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kepemimpinan memiliki arti terkait cara memimpin. Secara harfiah, kepemimpinan berasal dari kata dasar "pimpin" yang memiliki arti mengarahkan, membina, mengatur, menuntun, menunjukkan, atau memengaruhi. Â Secara umum, kepemimpinan adalah kemampuan dan kesiapan yang dimiliki oleh seseorang untuk mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun, menggerakkan, mengarahkan, dan bila perlu memaksa orang lain atau kelompok agar menerima pengaruh tersebut dan selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat membantu tercapainya tujuan tertentu yang telah ditetapkan. berarti kemampuan dan kesiapan yang dimiliki oleh seseorang untuk mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun, menggerakkan, mengarahkan, dan bila perlu memaksa orang lain atau kelompok agar menerima pengaruh tersebut dan selanjutnya berbuat sesuatu yang dapat membantu tercapainya tujuan tertentu yang telah ditetapkan. Â
Hoyt (dalam Kartono, 1998) memaparkan kepemimpinan adalah kegiatan atau seni mempengaruhi orang lain agar mau bekerja sama yang didasarkan pada kemampuan orang lain dalam mencapai tujuan--tujuan yang di inginkan kelompok. Selanjutnya lebih mendalam kepemimpinan menurut Young (dalam Kartono, 1998) yang berpendapat bahwa kepemimpinan adalah bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu yang berdasarkan penerimaan oleh kelompoknya dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi yang khusus.
Moejiono (2002) menganggap bahwa kepemimpinan tersebut sebenarnya sebagai akibat pengaruh satu arah karena pemimpin mungkin memiliki kualitas-kualitas tertentu yang membedakan dirinya dan pengikutnya. Para ahli teori sukarela (dalam Moejiono 2002) menganggap bahwa kepemimpinan sebagai pemaksaan atau pendesakan pengaruh secara tidak langsung dan sebagai sarana untuk membentuk kelompok sesuai dengan keinginan pemimpin.
Sehingga berdasarkan definisi-definisi yang telah disampaikan, dapat dikatakan bahwa kepemimpinan (leadership) adalah kemampuan yang harus dimiliki seorang pemimpin (leader) sehingga dapat menggerakan bawahan, pengikut, maupun orang-orang lainnya sesuai dengan jalur maupun jalan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Pandangan Aristoteles
Aristoteles merupakan seorang filsuf dan ilmuan Yunani kuno, salah satu tokoh intelektual terbesar pada zaman klasik dan sejarah barat. Lahir pada tahun 384/3 SM di Stageria, Trakia. Ia merupakan putra seorang tabib raja Makedonia, Amyntas II. Pada usia 17, Aristoteles pergi ke Akademi Plato di Athena, kemudian menjadi murid Plato selama 20 tahun hingga Plato meninggal pada 347 SM. Lalu pada 342 SM, Aristoteles dipanggil ke Makedonia dan menjadi guru bagi Alexander The Great atau Alexander Agung.
Kemudian pada 335 SM, Aristoteles kembali ke Athena dan mendirikan sekolahnya sendiri yang bernama Lyceum, di mana ia mengembangkan dan menyusun sebagian besar dari karyanya mengenai berbagai disiplin ilmu, termasuk ilmu fisika, anatomi, geologi, meteorologi, biologi, zoologi, filsafat, ilmu pemerintahan, metafisika, ilmu politik, retorika, teologi, dan psikologi. Aristoteles merupakan penemu teori logika atau logika formal, yang berbicara tentang peran fisik manusia dengan etika. Ia menekankan bahwa berpikir secara rasional adalah peran utama manusia dan pemikiran yang bijaksana untuk tujuan kebajikan adalah pemikiran rasional yang paling baik.
Apa itu gaya kepemimpinan menurut Aristoteles?
Gaya kepemimpinan menurut Aristoteles merujuk pada pandangannya dalam prinsip etika dan politik yang ia kembangkan. Dalam pandangannya, kepemimpinan tidak hanya mengenai kekuasaan, tetapi juga mengenai tanggung jawab moral dan kemampuan untuk memandu orang lain menuju tujuan bersama yang baik. Menurutnya kepemimpinan yang baik harus berlandaskan pada kebajikan (virtue) dan kebijaksanaan praktis (phronesis). Aristoteles berpendapat bahwa pemimpin yang baik harus memiliki arete (kebajikan atau keunggulan moral) dan memandang kebajikan sebagai kualitas moral yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Sehingga mereka (pemimpin) dapat mengambil keputusan berdasarkan apa yang benar dan baik untuk masyarakat, bukan untuk kepentingan pribadi. Mereka mampu menghindari tindakan yang melanggar etika atau prinsip moral karena kebajikan menjadi pedoman dalam setiap tindakan mereka.