Rekan-rekan, saya mau berbagi sedikit pengetahuan nih terkait dengan pengendalian lingkungan hidup untuk perkantoran. Â Hal ini menjadi penting karena, pengendalian lingkungan adaah hal yang wajib dilakukan oleh setiap perusahaan. Berdasarkan dokumen izin lingkungan, perusahaan berkomitmen untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan. Aspek lingkungan yang dikendalikan umumnya kualitas udara, sampah rumah tangga, limbah cair domestik, dan limbah B3, bahan kimia, dampak sosial, dan penghematan sumberdaya. Bisa jadi banyak aspek lainnya yang dikendalikan, tergantung dari jenis usaha rekan-rekan.
Beberapa kali saya menemukan kalau banyak perusahaan belum mengetahui pentingnya melakukan pengelolaan dan pemantauan llingkungan. Yaa kalau penting atau nggaknya terhadap lingkungan, umumnya orang gak terlalu konsen sih... tapi ini karena peraturan mewajibkannya.
Dalam UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, pasal 37 ayat 1, mengindikasikan bahwa Izin Lingkungan tidak akan dapat diberikan jika tidak dilengkapi dokumen AMDAL atau UKL-UPL. Sedangkan, dalam dokumen tersebut memiliki prasyarat yang bersifat mengikat terhadap komitmen suatu perusahaan terhadap pengelolaan dan pemantauan lingkungan. (kalau rekan-rekan mau tau turunan peraturan yang mewajibkan kita melakukan pengelolaan lingkungan, saya akan bahas lebih lanjut di lain kesempatan). Tulisan ini dapat digunakan untuk kegiatan pengelolaan yang sudah berjalan dan menjadi nilai tambah. Namun, ini juga dapat digunakan bagi rekan-rekan yang mau menyusun AMDAL perkantoran atau gedung.
Kali ini, saya akan membahas tentang aspek dan dampak llingkungan di area perkantoran. Dari sekian banyak aspek dan dampak lingkungan, saya akan fokus dulu ke kualitas udara dan pencemaran udara dulu.
Sebelum kita mulai lebih lanjut, saya ingin menyampaikan bahwa umumnya orang memiliki persepsi yang sedikit ambigu terhadap dampak lingkungan. Jika rekan-rekan menganggap bahwa lingkungan di ‘dalam’ ruangn kantor termasuk dalam pengertian lingkungan hidup, maka rekan-rekan akan menemui sedikit instrumen pengendalian lingkungan hidup untuk lingkungan di dalam ruangan. Lingkungan dalam ruangan berisi lebih banyak aktivitas yang terjadi antara manusia dan alat, sehingga Instrumen pengendaliannya banyak di aspek keselamatan kerja. Termasuk kualitas udara di dalam ruangan. Kementerian Lingkungan Hidup tidak pernah mengeluarkan peraturan terkait dengan kualitas udara dalam ruangan. Sehingga, dapat disimpulkan, perspektif dampak lingkungan yang dimaksud oleh definisi ‘lingkungan hidup’ menurut Undang Undang adalah dampak terhadap lingkungan hidup eksternal (di luar tapak perusahaan), bukan dampak internal.
Kegiatan di lingkungan perkantoran sebenarnya tidak banyak berdampak pada kualitas udara. Jika, perusahaan anda berbentuk gedung tinggi, secara umum kualitas udara sekitar kantor dipengaruhi oleh emisi karbon yang berasal dari pendingin ruangan, ratusan komputer yang hidup, emisi dari genset darurat, dan emisi kendaraan yang parkir di area kantor atau gedung.
Pemantauan kualitas udara
Kegiatan pemantauan kualitas udara di perkantoran memiliki acuan, mekanisme dan teknis yang sama dengan pemantauan kualitas udara di area lain. Peraturan yang diacu adalah Peraturan Pemerintah No 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Pada pasal 21 disebutkan bahwa Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang mengeluarkan emisi dan/atau baku tingkat gangguan ke udara ambien wajib menaati baku mutu udara ambien.
Parameter yang sering kali menjadi perhatian pada udara ambien area perkantoran diantaranya adalah SO2, CO, NO2, O3, dan TSP/debu. Tidak semua parameter yang ada di dalam peraturan itu harus diukur. Ini disesuaikan dengan jenis kegiatan yang ada. Naah, inget ya rekan-rekan, pengukuran debu itu harus 24 jam. Soalnya, ini seringkali menjadi perhatian dalam kesesuaian pengukuran.
Pendingin Ruangan
Indonesia yang merupakan negara beriklim tropis, memiliki kecenderungan penggunaan pendingin ruangan yang tinggi. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk daerah-daerah tertentu yang karena kondisi geografisnya memiliki iklim yang relatif dingin dan tidak membutuhkan pendingin ruangan. Pendingin ruangan yang digunakan umumnya mengeluarkan emisi gas rumah kaca karena penggunaan gas CFC. Namun, pada mulai 1 Januari 2015, pemerintah sudah melarang penggunaan HCFC melalui Peraturan Menteri Perindustrian No 41 tahun 2014. Peraturan menteri ini merupakan turunan dari ratifikasi internasional yang sudah diadopsi menjadi peraturan negara Indonesia, yakni Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 92 tahun 1998 tentang Pengesahan Montreal Protocol on Substances that Deplete the Ozone Layer, Copenhagen 1992 yang sudah diamandemen menjadi Peraturan Presiden RI No 46 tahun 2005. Hal yang bisa dijadikan kegiatan pengelolaan dan pemantauan dari aspek ini adalah
Menggunakan pendingin ruangan yang ramah lingkungan