Mohon tunggu...
Gatot Wijanarko
Gatot Wijanarko Mohon Tunggu... Staf Akuntan -

Mari berkarya.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Darimana Datangnya Prabowo Lovers dan Jokowi Lovers?

19 Agustus 2015   16:20 Diperbarui: 19 Agustus 2015   16:20 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Adanya Prabowo Lovers dikarenakan adanya Jokowi Lovers, begitu pula sebaliknya. Adanya Jokowi Lovers dikarenakan adanya Prabowo Lovers.

Pilpres sudah berlalu begitu lama, tapi aroma permusuhan masih menyengat. Baik itu di kalangan elit politik, di dunia maya maupun di warung kopi. Hanya saja di masing-masing level, kadar permusuhan dan cara bermusuhannya berbeda-beda.

Dalam diskusi di warung kopi, perdebatan biasanya muncul dari pendukung yang fanatik dan dangkal pikirannya. Satu sama lain mudah terprovokasi dengan berita yang tidak jelas asalnya. Dampak paling parah, dua orang yang berdebat bisa baku hantam karena sama-sama merasa benar. Akan tetapi, konflik ini tidak memiliki pengaruh yang luas. Biasanya, orang lain yang ‘netral’ hanya berkata dalam hati “Dapet apa sih sampai bertengkar segala kayak gitu”. Masalahpun juga tidak sampai berlarut-larut. Esok hari jika bertemu di warung, mereka ngobrol lagi, meskipun ada kemungkinan bertengkar lagi.

Beda lagi kasus permusuhan di dunia maya. Masing-masing kubu punya kekuatan yang besar. Serangan verbal menjadi senjata utama disini, baik itu adu argumen atau olok-olokan belaka. Tidak ada kontak fisik. Menurut saya, orang yang ribut di dunia maya ini adalah karena: pertama, tidak punya aktivitas yang bermanfaat, sehingga memanfaatkan waktunya untuk hal yang tidak manfaat. Kedua, Mereka terlalu mudah terpancing dengan isu tanpa mau berfikir panjang. Oleh karena hampir tidak ada resiko fisik yang terjadi, maka semua kata-kata keluar tanpa kontrol. Dampaknya hanya kepada yang terlibat adu argumen dan silent reader. Meskipun bisa menjadi luas karena pengguna sosmed sedemikian banyaknya.

Kalau di tingkat elit politik, konflik lebih tidak jelas lagi. Mereka hanya saling sindir, tidak menyerang langsung secara verbal. Tidak pula menyerang secara fisik. Mereka hanya berebut pengaruh dalam pengambilan kebijakan, mengingat berlakunya ‘sistem yang banyak yang menang’. Tapi dampak yang ditimbulkan begitu luas. Ketika salah satu pihak melempar opini, para lovers akan membenarkan, kemudian pihak lain (haters) akan mengolok-olok. Ada saja bahan atau argumen untuk saling menentangkan.

Sangat Miris ! Suatu masalah, apapun di negeri ini, hanya dipahami oleh sebagian besar rakyat Indonesia sebagai rasa suka dan tidak suka. Saya sangat benci ketika Jokowi Lovers menghina para Prabowo Lovers atas kritik yang dilontarkan sebagai sebuah pelampiasan rasa sakit hati atas kekalahan yang diderita. Begitu juga saya sangat muak ketika Prabowo Lovers mengkritik habis segala kebijakan Jokowi sebagai pencitraan (jika baik) dan kegagalan (jika salah), tidak ada nilai positifnya.

Sudah sebodoh inikah rakyat Indonesia?

Di Negeri ini, sangat sulit menerima kekalahan dengan lapang dada.Di Negeri ini, sangat susah menerima kemenangan tanpa pesta. Di Negeri ini, sangat susah mengucap selamat kepada lawan dan berterima kasih setulus hati tanpa niatan untuk menyakiti.

Jika Jokowi Lovers tidak bisa menerima kritik, maka Prabowo Lovers tidaklah bisa menerima kenyataan. Kalau anda tidak bisa membalas argumen dengan logis, lebih baik diam dan singkiran kata-kata “sakit hati dan pencitraan”. Kalau Fadli Zon mengkritik Jokowi, telisik baik-baik apakah yang disampaikan Fadli ada benarnya. Jika memang iya, kenapa harus malu mengakui? Lantas ketika kebijakan Jokowi tidak serta merta berhasil, belum tentu Prabowo langsung sukses menerapkannya, maka jangan asal bunyi saat mengkritik dan mengatakan pemerintahan Jokowi gagal.

Ah, tapi saya seperti buang-buang waktu menulis ini. Menasehati orang yang jatuh cinta sama dengan menasehati orang yang sedang benci. Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun