Komisi Displin PSSI menjatuhkan sanksi keras pada Djohar Arifin Husin, eks Ketum PSSI. Djohar dilarang berkecimpung di dunia sepak bola seumur hidup ! Djohar dianggap berkhianat karena menghadiri pertemuan dengan Menpora tanpa koordinasi dengan pengurus PSSI lain. Puncaknya, Djohar mengundurkan diri dari PSSI dan membelot ke kubu Menpora. Meski kabar tersebut ditepis yang bersangkutan. Djohar mengaku mundur dari PSSI untuk lebih fokus ke dunia akademisi.
PSSI yang secara de jure tidak diakui keberadaannya, ternyata masih punya wewenang untuk mengambil keputusan. Meskipun hukuman Djohar masih belum final, tapi Djohar sepertinya cuek bebek saja menyikapi putusan PSSI. Toh, PSSI sendiri juga masih belum jelas statusnya.
PSSI begitu otoriter dalam mengambil keputusan. Pihak yang tidak sesuai dengan suara nurani petinggi, siap-siap didepak. Keberadaan Djohar sendiri selama ini seperti 'musuh daam selimut' di tubuh PSSI. Djohar adalah calon yang diusung kubu IPL pada tahun 2010. Meskipun akhirnya terpilih sebagai Ketum, tapi Djohar seolah hanya seperti 'pajang nama' saja. Ada tangan tak terlihat yang mengendalikan jalannya PSSI. Djohar tahu keadaannya. Sebagai akademisi yang santun, Djohar hanya mengimbangi pergerakan 'orang lama' PSSI. Tentu semua pecinta bola tahu, siapa yang lebih dianggap ketua oleh jajaran pengurus PSSI daripada Djohar.
Djohar tahu, jika dia 'melawan', kondisi seperti saat inilah yang akan tercipta. Ketika orang yang kaku melawan orang yang sangat kaku. Tak ada solusi. Tapi dalam pandangan semangat reformasi, suasana seperti ini mutlak akan tercipta. Kita sangat sulit untuk berubah secara sadar tanpa dipaksa lewat konfrontasi yang melelahkan.
Lantas, apa yang membuat PSSI mati-matian melawan Menpora? Cinta sepak bola, demi para pemain, atau ada urusan lain? Bahkan mereka tak segan berbuat kejam dengan 'mematikan' karir seorang Djohar di dunia sepak bola.
Saya yakin, PSSI cinta sepak bola Indonesia. Mereka tak rela apa yang sudah mereka perjuangkan selama puluhan tahun, dimana mereka sehari-hari bergulat disana, tiba-tiba diambil alih oleh seorang pejabat yang baru kerja beberapa bulan saja.
Namun, perlu disadari bahwa ada yang kurang tepat mengenai cara PSSI mencintai sepak bola Indonesia. Mereka terlalu kaku dalam membina anak-anaknya. Tak ada yang boleh melanggar aturan. Aturan yang dibuat oleh PSSI sendiri tentunya. Tak ada yang boleh menyentuh anak-anaknya. Elek-eleko tak rawate sendiri ! Gak usah ikut campur. Gak usah intervensi. Bahkan seseorang yang 'harusnya' jadi Ketum,dianggap sebagai pihak yang terlalu mencampuri PSSI.
Selain itu, PSSI juga sukses membuat anak-anaknya tunduk dan patuh. Jika ada yang berani melawan, seperti Persebaya (1927) nasibnya, atau klub IPL lain. Jika tunduk dan patuh, apa saja dikasih. Untuk anak yang berbeda seperti Persipura, jangan ada yang ganggu !
Teruntuk Pak Djohar yang terhormat, terima saja hukuman dari PSSI. Di suatu sore, saat cucumu mengajak bermain bola di halaman rumah, sampean akan merasakan, sepak bola tidaklah harus serumit itu. Hanya perlu kaki dan bola, bukan kepala (yang keras) !! Semoga sukses Pak Djohar :D
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H