Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), yang digagas pemerintah dengan tujuan untuk mempermudah akses perumahan bagi masyarakat, ternyata justru berpotensi menjadi beban baru bagi pekerja dan pengusaha. Beberapa permasalahan mendasar terkait implementasi program ini perlu disoroti lebih lanjut.
Pertama, Tapera mewajibkan semua pekerja formal untuk menyisihkan sebagian pendapatannya, tanpa memandang apakah mereka sudah memiliki rumah atau belum. Kebijakan ini jelas tidak adil bagi pekerja yang telah memiliki hunian sendiri. Mereka terpaksa membayar iuran untuk fasilitas yang sebenarnya tidak mereka butuhkan, sehingga menambah beban finansial yang tidak perlu.
Kedua, beban iuran Tapera juga dibebankan kepada pemberi kerja, yang berpotensi menambah biaya operasional perusahaan. Dalam kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih pasca pandemi, tambahan beban seperti ini tentu tidak diharapkan oleh kalangan pengusaha. Beban tambahan ini bisa menghambat pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja baru, yang seharusnya menjadi fokus utama pemulihan ekonomi.
Lebih mengkhawatirkan lagi, pengelolaan dana tapera yang terpusat membuka peluang terjadinya praktik korupsi. Pengalaman masa lalu dengan berbagai kasus korupsi di lembaga pemerintah seharusnya menjadi pelajaran berharga. Tanpa mekanisme pengawasan yang ketat dan transparan, ada risiko dana masyarakat yang terkumpul justru tidak digunakan sebagaimana mestinya. Kekhawatiran ini diperkuat dengan sejarah kelam program serupa di masa lalu, seperti Susenas dan Jamsostek, yang sering kali berujung pada korupsi dan penyelewengan dana akibat kurangnya pengawasan dan akuntabilitas.
Selain itu, tapera dinilai kurang tepat sasaran. Program ini lebih menguntungkan bagi pekerja formal dengan penghasilan tetap, sementara pekerja informal dan masyarakat berpenghasilan rendah berpotensi terpinggirkan. Dengan demikian, tujuan utama program ini untuk menyediakan perumahan bagi seluruh lapisan masyarakat tidak tercapai.
Pemerintah perlu mengkaji ulang program tapera secara menyeluruh. Diperlukan simulasi dan kajian mendalam untuk memastikan program ini benar-benar bermanfaat bagi rakyat dan tidak membebani pekerja serta pengusaha. Pemerintah juga harus memastikan pengelolaan Tapera dilakukan secara transparan dan akuntabel, dengan melibatkan berbagai pihak untuk meminimalisir potensi korupsi.
Sebagai alternatif, pemerintah sebaiknya fokus pada kebijakan yang lebih tepat sasaran. Misalnya, mempermudah akses Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bagi masyarakat berpenghasilan rendah, memberikan insentif pajak bagi pengembang yang membangun rumah murah, atau memperbaiki infrastruktur di daerah pinggiran kota untuk membuka kawasan pemukiman baru yang terjangkau. Pemerintah juga bisa mendorong pengembangan sektor informal dan meningkatkan pendapatan masyarakat berpenghasilan rendah agar mereka mampu membeli rumah tanpa program intervensi pemerintah. Selain itu, regulasi yang mendorong sektor swasta untuk berpartisipasi dalam penyediaan rumah rakyat yang terjangkau juga perlu diperkuat.
Implementasi kebijakan perlu dikaji lebih mendalam agar tidak justru menciptakan masalah baru. Revisi dan penyempurnaan program tapera diperlukan sebelum benar-benar diterapkan secara luas, demi memastikan manfaatnya benar-benar dirasakan oleh masyarakat yang membutuhkan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H