Kartel Ekonomi Politik di Depok sdh terbangun 10 tahun ini. Depok bukan hanya dijadikan basis ideologi yang memproduksi kader-kader militan mereka. Depok sudah jadi lumbung Rupiah, Dollar, dan medium untuk menadah donatur abadi mereka: Riyal/Dinar.
Sekarang mereka tidak berada dalam lingkaran kekuasaan nasional. Untuk itu, mempertahankan singgasana raja-raja kecil mereka adalah sebuah keniscayaan. Mengingat perolehan kursi dewan anjlok, ikhwan dan akhwat pun bingung. Padahal eksodus besar-besaran warga Bogor, Bekasi, Tangerang kader-kader dan simpatisan mereka sudah rame-rame bikin KTP di Depok sejak setahun yang lalu.
Hasil Pemilu Legislatif 2014 di Depok membuktikan rakyat sudah muak dengan kemunafikan mereka. Pilkada Depok adalah momentum bagi mereka untuk bangkit. Menata kembali kekuatan yang terserak. Karena bagaimanapun, mesin mereka bisa hidup dengan bahan bakar "Sekolah Islam Terpadu, Yayasan, Bimbel, properti, dan project-project kesehatan".
Sadarlah, kawan. Kemenangan kita sudah di depan mata. Untuk mengembalikan Depok yang nyaman bagi semua. Yang guyub tanpa ideologi impor 'gurun pasir' perusak tatanan kerukunan hidup umat beragama.
Salam Rahmatan lil alamiin. Salam Pancasila. Dan salam PERUBAHAN. Coblos Nomor SATU (1). Dimas Babai. Yuk rame-rame ke TPS. Masih ada waktu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H