Mohon tunggu...
Guzmike Elfata
Guzmike Elfata Mohon Tunggu... -

Pemuda yang menggemari ilmu olah kanuragan..

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mempertanyakan Jenis Kelamin HAM di Indonesia

10 November 2012   12:13 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:40 4
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“ HAM seringkali humanis, tapi implementasi di lapangan sering berpihak sesuai kekuatan yang menaikinya ‘ demikian ungkapan KH Hasyim Muzadi yang kini menjabat sebagai Sekjen ICIS (International Conference of Islamic Scholars) saat membuka sebuah diskusi bertajuk “Rohingya Terlunta, Wajah Kaum Tertindas” beberapa bulan yang lalu.

Pengasuh Pesantren Al Hikam Malang dan Depok ini, juga mengkritik praktik HAM di Indonesia. Menurutnya HAM di Indonesia kadang terlihat humanis, kadang westernis kadang tidak memiliki orientasi yang jelas. Misalnya saja, kasus kekerasan di Papua, jika yang menjadi korban adalah orang asing (Barat), meskipun seorang saja, lembaga HAM seperti Komnas HAM sudah berkoar-koar ke dunia Internasional seakan telah terjadi tragedi kemanusiaan yang besar.

Keberpihakan HAM pada bangsa Barat tidaklah mengherankan, karena deklarasi ini sendiri lahir dari rahim peradaban Barat. Tepatnya ketika bangsa Barat mengalami berbagai tragedi kemanusiaan akibat perang berkepanjangan yang menelan korban jutaan jiwa. Tapi jauh sebelum deklarasi ini tercetus, prinsip-prinsip dan ideologi humanisme sekular yang menjadi landasan dasar deklarasi HAM sudah terkonsep dengan matang. Prinsip-prinsip humanisme sekular ini termaktub dalam dokumen kedua HAM yang menyatakan jaminan kebebasan hak-hak dasar manusia, kemudian secara terperinci manusia mendapatkan segala macam kebebasan dimana yang terpenting diantaranya adalah kebebasan keyakinan dan agama. Dengan kata lain, manusia bebas untuk tidak beragama.

Humanisme sekular menjadikan maslahat kemanusiaan dan nilai-nilai humanis di atas segala-galanya, tanpa ada ketergantungan pada aqidah-aqidah dan ajaran-ajaran agama. Sehingga manusia bebas membentuk dan menentukan sistem dan ideologinya sendiri. Apa saja yang secara empiris bermanfaat bagi manusia harus diambil, dan yang tidak, harus ditolak, satu hal yang telah menjadikan manusia dan kepentingan materialnya yang murni mengatasi segala-galanya, dan bahkan sampai pada tingkat menuhankan dirinya sendiri.Dalam kondisi demikian ini, sistem hanyalah obyek permainan yang didominasi pihak-pihak kuat, dalam hal ini adalah bangsa Barat, yang cenderung sewenang-wenang terhadap hak dan kepentingan golongan tak berdaya, khususnya umat Islam. Sehingga Barat tak tersentuh tangan hukum sekalipun mengantongi daftar panjang kasus-kasus kekerasan dan pelanggaran HAM seperti kasus genosida etnis muslim di negara Bosnia, Chechnya, Albania, dan beberapa negara di timur tengah.

Maka tidak heran pada akhirnya K.H Hasyim Muzadi menyimpulkan bahwa HAM di Indonesia juga berkelamin westernis, karena komitmennya dalam penegakan HAM hanya terfokus pada masalah-masalah HAM yang memberikan keuntungan bagi kepentingan bangsa Barat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun